bc

Amenable (Bahasa Indonesia)

book_age16+
695
FOLLOW
6.3K
READ
billionaire
possessive
love after marriage
sensitive
CEO
drama
sweet
bxg
brilliant
first love
like
intro-logo
Blurb

“Menikahlah denganku.”

“Apa? Menikah? Kita kan baru saja bertemu.”

***

Ghibran bertemu dengan Bilqis melalui cara yang tidak terduga. Takdir Allah telah menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan, meski baru satu minggu berkenalan.

Kehidupan pernikahan yang baru seumur jagung, terpaksa terombang-ambing karena suatu hal. Yakni, perihal keinginan Ahmad dan Karina untuk segera mendapat cucu dari sang putra.

Ahmad tak segan melengserkan Ghibran dari jabatan CEO di Perusahaan. Sedangkan, Karina tak henti memberi penekanan pada sang menantu perempuan karena tak kunjung mendapatkan momongan.

Beragam cara, termasuk menjodohkan Ghibran dengan wanita-wanita bertubuh molek dan berpakaian terbuka, telah menjadi keseharian bagi Karina. Ia bersikeras untuk menjauhkan Ghibran dari Bilqis.

Mampukah sepasang suami istri itu bertahan di tengah kepelikan hidup berumah tangga? Akankah Bilqis menerima keputusan terbaik untuk pernikahan mereka? Yuk, simak. Hanya di AMENABLE.

chap-preview
Free preview
PROLOG
PROLOG Bilqis Syadja Khumairroh, seorang wanita berusia tiga puluh tahun. Di usia yang baru menginjak tiga puluh tahun, Bilqis sudah memiliki sebuah butik dari hasil jerih payahnya sendiri. Butik yang diberi nama Butik Khumairroh itu terletak tidak jauh dari persimpangan jalan menuju ke rumah. Berparas cantik nan anggun, Bilqis sibuk menghabiskan masa lajang sebagai seorang wanita sholihah. Bilqis tak pernah menampakkan diri tanpa balutan gamis dan khimar panjang, yang senantiasa menutup seluruh aurat kewanitaan. Tak jarang teman-temannya berkata, jika Bilqis telah menyia-nyiakan kecantikan yang telah diberikan oleh Tuhan. ****** Pada suatu hari, takdir Allah mempertemukan Bilqis dengan seorang pria kaya raya, tampan nan rupawan. Pria itu bernama Ghibran. Iya, Ghibran Hadid Faruqi. Pertemuan yang sangat tak terduga. Ghibran Hadid Faruqi berusia tiga puluh lima tahun. Sama halnya Bilqis, Ghibran adalah sosok pria yang sibuk menghabiskan masa lajang sebagai seorang muslim yang taat. Paras pria itu tampan. Posturnya tinggi, tegap, dan gagah. Tak hanya dari segi visual, Ghibran juga memiliki daya tarik sebagai seorang CEO muda. Berasal dari latar belakang keluarga yang baik, kepribadian yang juga amat baik, membuat Ghibran selalu memikat wanita mana saja. Sayangnya, pria dewasa itu cukup dingin. Meski tak jarang ia juga bersikap ramah pada sekelilingnya. Namun, entah mengapa di usia yang terbilang cukup matang, Ghibran tak pernah menggandeng satu wanita pun untuk ia kencani. Rupanya, pria dewasa tersebut memiliki alasan dibalik keputusan untuk melajang. Selain ingin menjaga diri dari godaan hawa nafsu, Ghibran juga ingin mengembangkan karir dan bisnis keluarganya dulu. Kehidupan Ghibran yang itu-itu saja. Tak pernah berkencan dengan satu orang wanita pun, membuat Ahmad Faruqi dan Karina Anwar menjadi geram. Kedua orang paruh baya itu berinisiatif menjodohkan putra sulungnya dengan beberapa wanita yang Karina pilihkan. Tentu, wanita-wanita se-strata dengan bibit, bebet, bobot mereka. Herannya, meski perjodohan berulang kali dilakukan, namun tetap saja, tak ada satu pun dari wanita itu berhasil memikat hati Ghibran. ******* BAB 1 CINTA PANDANGAN PERTAMA Benarkah, ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Ghibran baru saja melangkahkan kaki pada sebuah café. Letaknya tak jauh dari perusahaan tempat ia bekerja. Lebih tepatnya, di seberang jalan Perusahaan Faruqi. Ghibran menarik salah satu bangku pada sebuah meja. Netranya seketika membeku. Berhenti mengedarkan pandangan. Terpusat pada seseorang. Seorang wanita muslimah. Benar, wanita itu seolah mengalihkan dunia Ghibran. Wajah wanita itu teduh. Seteduh senyum yang ia sunggingkan. Gamis dan khimar berwarna ungu, menambahkan gambaran syahdu di dalam pupil mata Ghibran. Entah siapa nama wanita itu, Ghibran tak tahu. Yang ia tahu, pada menit dan detik itu, ia menjatuhkan cinta pandangan pertama. “Assalamualaikum Bilqis..” beberapa orang wanita menyapa sosok yang sedari Ghibran lihat. Mereka datang dengan balutan pakaian yang sopan. Tak jauh berbeda dengan yang dikenakan oleh wanita itu. “Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh.” Bilqis menyahut. Melempar senyum pada teman-teman wanita yang baru saja tiba. Teman-teman yang juga aktif mengikuti kajian yang sama. “Apakah kau sudah menunggu lama, Bilqis?” salah satu dari mereka bertanya. “Maafkan kami Bilqis, tadi kami sempat terlambat karena macet.” Tak ada mimik kesal pada raut wajah Bilqis. Wanita itu justru menanggapi dengan penuh pengertian. “Qodarullah teman-teman, tidak apa-apa.” sahutnya sembari merekahkan senyuman. Sementara itu, Ghibran tak berhenti memperhatikan wanita yang sedari tadi berhasil memikat pandangan. Seorang wanita yang dengan sabar menunggu kedatangan teman-temannya. Meski, ia telah menunggu cukup lama di sana. Lima belas menit berlalu. Tak jarang di sela Ghibran memperhatikan Bilqis, sebuah senyum manis terukir. Sebuah reaksi alami saat seseorang mulai menaruh perhatian. Kata orang, jika kita mulai menyukai orang lain, secara tak sadar kita akan turut menirukan gerakan atau bahasa tubuh orang itu. Dan, iya! Ghibran sudah mematahkan perkataan orang-orang. Dirinya baru saja terbukti menyukai Bilqis, pada saat kali pertama berjumpa. Drrt drrt! Dering ponsel membuyarkan perhatian Ghibran. Sebuah panggilan masuk datang dan menjadi pengganggu, tanpa memberi ucapan permisi lebih dulu. Memaksa Ghibran menjawab panggilan. Membuatnya kehilangan sosok wanita yang hendak ia ajak berkenalan. “Baiklah, saya akan segera kembali ke kantor,” Ghibran menyahut pada sosok penelepon. Mematikan panggilan tanpa berpamitan. Beranjak dari duduk. Mencari keberadaan wanita yang entah telah pergi kemana. Ghibran mencoba untuk ikhlas. Meneguhkan hati. Bisa jadi, hari itu memang bukan saat yang tepat untuk mengajak wanita tersebut berkenalan. Ghibran tahu, setiap rencana Allah akan lebih indah. Di saat Allah sedang berkehendak lain, manusia hanya bisa berserah diri. Berpasrah. Tak lupa untuk terus menangguhkan usaha dan doa. Ghibran beranjak dari posisinya. Beralih menuju meja kasir. Mengeluarkan kartu kredit dan membayar kopi yang semula ia pesan. Bukan bergegas untuk mengejar wanita itu. Sungguh, Ghibran tak tahu kemana arah perginya. Ia hendak berlalu pergi meninggalkan café, karena Raras yang baru saja menelepon. Meminta dirinya kembali ke kantor. “Oh, iya?” pekiknya. Ghibran kembali membalikkan badan. Berjalan menghampiri meja kasir itu lagi. Teringat akan sesuatu yang tak ingin ia sesali. “Maaf saya ingin bertanya, apakah wanita yang tadi itu sering datang ke café ini?” Ghibran bertanya pada petugas kasir. Jemarinya menunjuk ke arah tempat duduk yang semula ditempati oleh Bilqis. Pegawai kasir itu menerka-nerka. Kira-kira siapa sosok yang Ghibran maksudkan? Beberapa detik kemudian. “Oh ukhti-ukhti tadi itu ya, Pak?” pegawai kasir itu menyahut. Menjawab dengan mantap usai mengembalikan ingatan. “Iya, betul,” Ghibran menjawab. Anggukan kepala menjadi penyerta. “Mereka memang cukup sering datang kemari, Pak. Mungkin sekitar dua sampai tiga kali dalam seminggu.” “Baiklah, kalau begitu saya titip kartu nama saya di sini ya. Jika wanita tadi kembali kemari, saya minta tolong anda menghubungi saya.” Pegawai itu mengangguk. Menerima kartu nama yang Ghibran sertakan. Ghibran bernapas lega. Setidaknya, ia baru saja memulai misi pertama. Degup jantung yang tak berhenti bergejolak di dalam d**a, sudah pasti memiliki makna. Dan, Ghibran tak ingin menyesalinya. Akankah wanita itu menjadi jodohku? Tentu Ghibran bertanya-tanya perihal itu. Sudah lama, ia memohon jodoh di sepertiga malam. Tak pernah sekali pun Ghibran merasakan hal berbeda, seperti apa yang baru saja ia rasa. Ghibran melangkah keluar café. Bibirnya tak luput menambahkan doa, agar pegawai kasir tersebut dapat amanah. ****** Di penyebrangan jalan. Ghibran mengantri dengan para pejalan kaki yang lain. Tentu saja untuk bergantian menyebrang. Lampu yang semula berwarna merah, berganti menjadi hijau. Pertanda para pejalan kaki telah diperbolehkan untuk menyebrang. Di tengah penyebrangan jalan, langkah Ghibran sempat terhambat. Terhalang oleh seorang wanita dari arah berlawanan. “Maaf maaf..” wanita itu berseru. Menundukkan pandangan. Ghibran menatap ragu. Wajah wanita itu tertutup rambut hitam yang terjuntai panjang. Dari suaranya, wanita itu baik-baik saja. Tak ada reaksi jatuh, terkilir atau semacamnya. Ghibran melanjutkan langkah. Begitu pula wanita yang baru saja hampir menabraknya. Mereka berdua berpisah. Namun, entah mengapa ada perasaan aneh di dalam d**a. “Sepertinya, suara wanita itu tak asing di gendang telinga,” Ghibran bergumam. Benaknya mulai menerka-nerka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mas DokterKu

read
238.9K
bc

DESTINY [ INDONESIA ]

read
1.3M
bc

Marriage Agreement

read
590.8K
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.9K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.4K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
400.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook