Christof sesekali mencuri pandang ke arah majikannya melalui kaca interior. Pagi itu Andromeda tidak tampak seperti biasanya. Sepanjang perjalanan mereka dari rumah ke kantor, pemuda tersebut hanya memandang ke luar jendela mobil. Entah apa yang tengah dipikirkannya. Biasanya, di saat-saat seperti ini Andromeda akan sibuk membaca berita online di gadget-nya, menanyakan basa-basi kepada Christof tentang cuaca dan terakhir meminta lelaki tua yang telah menjadi supir keluarga lebih dari dua puluj tahun itu untuk menjemputnya kembali pada jam yang telah di tentukan.
“Tuan Muda, maaf jika saya lancang, tapi saya penasaran sebenanrnya apa yang Tuan Muda lihat di luar jendela dari tadi?” Christof akhirnya memberanikan diri menyapa majikannya. Pemuda itu sudah dia anggap seperti anaknya sendiri. Christof telah bekerja pada Heru Jocom, ayah Andromeda, sejak pemuda itu masih berusia sepuluh tahun.
“Aku sedang mencari sesuatu, Christof,” jawab Andromeda dengan nada rendah.
“Apa yang sedang Tuan cari? Mungkin saya bisa bantu.” Christof tampak antusias. Dia tulus ingin membantu Andromeda, apa pun yang Tuan Mudanya ini inginkan.
“Istri.”
“Apa?!” Christof tifak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
“Ya, kau tidak salah dengar, Christof. Aku bingung mencari istri di mana.”
Apa yang terjadi pada Nona Renata? Bukankan kalian menjalin hubungan selama ini? Christof ingin bertanya seperti itu tapi dia takut bertindak lancang, sehingga yang dikatakannya kemudian adalah, “Kalau hanya istri, Tuan tinggal tunjuk. Wanita manapun tidak akan menolak.”
“Aku tidak menginginkan wanita manapun, Christof. Aku hanya memerlukan satu wanita yang dapat meyakinkanku,” ujar Andromeda. Dia bersiap turun karena tanpa terasa, mobil mereka telah sampai di pelataran bangunan tempat kantor Andromeda berada. Dua orang bodyguard terlihat berlari menghampiri mobil mereka.
“Meyakinkan Tuan tentang apa?” Christof turun dari kursi kemudi dan memutar untuk membukakan pintu bagi Andromeda.
“Meyakinkanku bahwa akulah laki-laki pertama baginya.” Andromeda turun dari mobil. Kedua body guard dengan sigap mengapitnya.
“Maksud Tuan Muda?” Christof menutup pintu.
“Aku tidak suka barang bekas, Christof.” Andromeda merapikan setelan kantornya sebelum melangkah masuk ke dalam bangunan mall. Para body guard segera mensejejari langkah Andromeda dan akan mengawalnya hingga ke lantai lima. Kantor Andromeda berada di sana.
Sementara itu, Christof masih terdiam di tempatnya semula mencerna maksud perkataan Andromeda. “Oh, sialan!” seru lelaki tua itu akhirmya. “Apakah maksudnya, dia menghendaki wanita yang masih perawan untuk diperistri?”
***
“Sialan kau, Christof! Sialan!” Martha mengumpat sambil mendorong tubuh Christof untuk keluar dari rumahnya.
“Hei, di luar hujan! Kau membuatku basah!” Christof mencoba menghalau tangan Martha yang memukul-mukul tubuhnya. “Sopan sedikit. Aku ini kakakmu!”
“Kakak sialan kau! Aku tidak peduli kau basah kena hujan ataupun kena radang paru!”
Emily Andries baru saja kembali dari kampusnya saat menyaksikan perselisihan antara Ibu dan Pamannya itu. Dia tergopoh-gopoh menghampiri keduanya.
“Hei, hentikan! Hentikan kalian berdua!” serunya mencoba melerai, namun tubuh mungilnya justru terdorong masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah, Reinal, adiknya seolah tidak peduli dengan keributan yang ditimbulkan oleh paman dan ibunya. Dia justru sibuk mengambil wadah dan meletakkannya di tetesan-tetesan air yang merembes masuk hampir di seluruh penjuru rumah. Malam sudah merangkak naik dan hujan tak kunjung mereda.
“Mereka kenapa, sih?” Emiliy berlari ke dapur untuk mencari apapun yang bisa dijadikan wadah untuk menampung tetesan air yang bocor. Dia meraih salah satu baskom, menengadah untuk mencari letak kebocoran lalu meletakkan baskom itu tepat di bawahnya.
“Rei, mereka berdua kenapa?” yang ditanya hanya mengedikkan bahu. Merasa tidak puas, Emily kembali ke luar rumah untuk melerai Ibu dan Pamannya.
“Kau salah sangka, Martha!” hardik Christof.
Saat mengantarkan Andromeda pulang kembali ke rumah, Christof memberanikan diri menanyakan maksud dari perkataan Tuan Muda-nya itu tentang mencari seorang istri.
“Aku tidak peduli background-nya, Christof. Aku hanya perlu diyakinkan, bahwa dia tidak pernah disentuh oleh laki-laki lain sebelumnya.”
Saat itu Christof langsung memikirkan Emily, keponakannya. Dia berani jamin Emily belum pernah disentuh oleh lelaki manapun. “Jadi, Tuan Muda tidak mencari yang seperti Nona Renata?”
“Apa kau mengenal seorang gadis yang sesuai keinginanku, Christof?”
“Apakah benar-benar akan Tuan nikahi?”
“Tentu saja! Aku serius.”
Christof merasa Andromeda sedang tidak ingin membahas tentang Renata. Padahal dia ingin sekali menanyakan apa yang terjadi antara majikannya itu dengan gadis super model itu. Baru seminggu yang lalu dia mengantar mereka berdua untuk makan malam di salah satu restoran mewah. Apa hubungan mereka sudah berakhir?
“Ya, aku mengenal seorang gadis yang seperti Tuan Muda cari.”
“Benarkah? Kalau begitu aku ingin bertemu dengannya besok.”
Percakapan dengan Andromeda tersebutlah yang mengantarkan Christof untuk menerobos hujan malam itu demi menemui Martha dan menyampaikan segalanya. “Ini kesempatan sekali seumur hidup.” Tapi yang didapatkan oleh Christof justru umpatan-umpatan dari adiknya itu.
“Kau mau menjual keperawanan putiku pada tuanmu itu?!”
“Putriku?” Emily yang saat itu akan melerai mereka tak mengerti. “Aku?”
“Tuan Muda Andromeda sedang mencari istri dan Paman mau membawamu padanya.” Reinal menyahut dari dalam rumah.
“Aku?” Emiliy menunjuk hidungnya sendiri lalu tertawa terbahak-bahak. “Mana mungkin Andromeda mau denganku? Hahahahah. Paman ada-ada saja.”
“Tuan Muda bilang dia tidak peduli dengan status perempuan itu, asalkan masih perawan. Kau masih perawan kan, Emily?”
Mata Emiliy membelalak lebar dan wajahnya seketika memerah. “Maksud Paman apa? Paman mau menjualku padanya?!”
“Aih…!” Christof menghembuskan napasnya dengan keras. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya mendapati reaksi Emiliy tidak jauh berbeda dari Martha. “Kalian berdua salah paham!”
“Paman sialan!” Emiliy berteriak memecah kesyahduan malam yang diwarnai hujan lebat hari itu. “Cepat pergi, Paman! Aku tidak mau melihat wajah Paman lagi!”
Emiliy berlari kembali untuk masuk ke dalam kamarnya. Martha hanya bisa melongo melihat reaksi dari putrinya itu.
“Ibu dan anak sama saja!” seru Christof. “Kau tidak berpikir jernih. Nasib keluarga ini akan jadi jauh lebih baik kalau Emily menikah dengannya.”
“Pulanglah, Christof.” ujar Martha lemah. “Terimakasih karena kau sangat memikirkan nasib keluarga kami, tapi demi Tuhan, kami baik-baik saja.”
Martha berbalik masuk ke dalam rumah lalu menutup pintu di belakangnya. Membiarkan Christof berdiri sendiri di luar kehujanan dan kebingungan.
“Apa yang harus aku katakan pada Tuan Muda besok? Aku sudah janji akan membawa Emily padanya.” []