Bab 2

1067 Words
Varizen menghadap kosong jendela yang ada di depannya. Ia menatap langit gelap sambil memikirkan segala kehidupan pahit yang ia alami. Sudah sekian kalinya, Varizen dikurung oleh Berto di loteng. Rasa dingin menyeruak masuk ke dalam tulangnya. Sambil menekuk lututnya, ia mengusap tangannya agar kehangatan itu timbul. Tanpa terasa, air mata mengalir begitu saja. Mengingat kejadian demi kejadian yang dialami olehnya. Fisiknya mungkin terlihat kuat. Tapi, batinnya berteriak kesakitan. Hidupnya sungguh pilu setelah Barto menjadi bagian dari keluarganya. Berto sengaja mengurung Varizen karena ketahuan berdekatan dengan lelaki lain. Emosinya memuncak dan tidak stabil. Hal yang dilakukan Berto setelah melihatnya adalah menyiksa Varizen. Berto memang kejam. Sebagai seorang ayah tiri, ia selalu bertindak kasar kepada Varizen. Brak!! Suara pintu yang dibuka kasar membuyarkan lamunan Varizen. Ia melihat Berto yang tengah membawa cambuk dan menatap tajam ke arahnya. Cetar Suara cambuk menggema di seluruh ruangan. Varizen hanya meringkuk ketakutan dan menutup matanya. Berto menghampiri Varizen dan ingin mengayunkan cambuknya. Namun, kegiatannya berhenti sebelum cambuk itu mengenai Varizen. Berto membuangnya dan memegang kasar dagu Varizen. "Sudah aku peringatkan berulang kali. Jauhi lelaki yang mendekatimu," ucap Berto dengan penuh emosi. Varizen membuka matanya menatap Berto. Tatapan bening polos yang mampu menghanyutkan setiap lelaki yang dekat dengannya. Jantung siapapun akan berdesir melihat tatapan itu. Di samping cantik, Varizen juga memiliki mata yang lebar dan berwarna biru. Ia memang berbeda di antara gadis manapun yang ada di Kota B tersebut. Karena kebanyakan orang yang ada di Kota itu memiliki kulit hitam dan sawo matang. Varizen keturunan Tionghoa. Semua yang ada di diri Varizen menurun dari ayahnya. Namun, berbeda dengan kedua warna matanya. Ia tidak mengerti, kenapa matanya bisa berwarna biru? Varizen tak mengerti. Perbedaan yang begitu mencolok itu membuatnya tidak tenang. Banyak orang yang iri dan mengejarnya tanpa henti. Berto menatap Varizen dengan tatapan penuh cinta. Siapapun yang melihatnya pasti tahu, kalau Berto menyukai gadis yang tak lain adalah anak tirinya itu. Tatapan penuh kasih sayang dan lembut membuat siapa saja akan luluh. Sosok bengis dan kejam itu menghilang begitu saja. "Kau harusnya menurut padaku, Varizen," ucap Berto lembut. Varizen hanya diam tidak menjawab Berto. Ia memilih memalingkan muka ke kanan. Berto sangat geram melihat tingkah Varizen yang membuang muka padanya. Hatinya berubah dengan cepat. "Sepertinya, kau harus dikasari dulu supaya menurut." Deg Varizen menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Jika dirinya di cambuk. Pasti, rasa sakit akan menjalar keseluruh tubuhnya. Terakhir kali Berto mencambuknya adalah lima tahun lalu. Waktu itu, Varizen sedang bermain dengan seorang teman lelakinya. Tiba-tiba saja, Berto menyeret paksa tangannya dan langsung mencambuk tubuhnya. Varizen tidak ingin hal itu terulang kembali. Di umurnya yang ke tujuh belas tahun ini, ia harus berani melawan Berto. Sudah tujuh tahun penderitaan yang ia alami semenjak Berto datang. Varizen sempat berfikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun, semua fikiran itu ia tepis. Ia selalu menyakinkan dirinya. Bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Ujian Tuhan pasti bisa diatasi. Varizen yakin kalau di balik penderitaan yang dialaminya akan ada kebahagian yang menunggunya. Berto menekan kuat dagu Varizen sampai meringis kesakitan. Ia menghempas kasar dagu Varizen sampai kepalanya terbentur tembok hingga mengeluarkan darah. Kepala Varizen berdenyut nyeri. Pandangan matanya mulai mengabur. Ia berusaha untuk menahan kesadarannya. "Aku akan melepaskanmu hari ini. Obati lukamu!" Berto pergi meninggalkan ruangan begitu saja. Setelah Berto pergi, Sonara masuk dan menghampiri Varizen yang tengah lemas tidak berdaya. Ia membawa kotak obat dan langsung mengobati luka yang telah di dapat Varizen. "Nona, sebaiknya Anda menurut pada Tuan," ucap Sonara sambil membalut luka Varizen. Varizen menatap Sonara dengan tersenyum Manis. "Aku bukan b***k, Sonara. Aku ingin bebas seperti burung. Kau tahu, Ayah Berto tak pernah sedikit pun menyayangiku. Dia membenciku." Sonara memegang tangan Varizen dan berkata, "Aku tahu Tuan mencintai Nona. Jadi, Nona jangan berkata demikian." "Kau tidak mengerti, Sonara. Aku hanya anak tirinya. Hal tabu jika kau bicara seperti itu. Ayah Berto tidak mungkin mencintaiku," ucap Varizen sambil memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. Sonara menghela nafas kasar. Ia tahu kalau Berto sangat mencintai Varizen. Setiap Berto mabuk, Sonara selalu mendengar ocehan Berto yang menyebutkan nama Varizen. Menurut Sonara, Varizen adalah gadis yang tidak peka mengenai perasaan orang lain. Jelas-jelas Berto cemburu padanya jika dekat dengan lelaki lain. Tapi, karena terlalu cuek, Varizen tidak menyadari hal itu. Sonara bangkit dan berkata, "Saya akan mengantar Nona ke kamar." "Pergilah terlebih dahulu, Sonara. Aku akan kesana sendiri," jawab Varizen. Tidak ada pilihan lain bagi Sonara selain pergi meninggalkan tempat itu. Ia berjalan keluar menelusuri koridor. Samar-samar Sonara mendengar pecahan gelas. Buru-buru ia datang ke sumber suara tersebut. Sonara melihat Berto yang tengah duduk di lantai sambil menatap kosong ke arah gelas yang pecah. Pikiran Berto melayang ke wajah Varizen yang selalu menghiasi otaknya. Wajah ayu polos yang bersarang dan tak pernah pergi sedikit pun. Sakit rasanya menahan setiap rasa cinta yang tak terbalaskan. "Kapan aku bisa memilikimu, Varizen," ucap Berto putus asa. Ia lelah harus bersikap kasar terus menerus kepada Varizen. Tapi, tidak ada pilihan lain. Hatinya cemburu melihat Varizen dekat dengan lelaki manapun. Kecemburuan yang memuncak membuatnya pikiran dan hati Berto mati. Sonara perlahan mendekati Berto. Ia membersihkan pecahan gelas dan mengelapnya sampai bersih. Berto menatap Sonara dengan tatapan sendu. "Sonara. Kau tahu kalau aku sangat mencintai gadis itu. Dia sangat cantik. Bahkan dari kecil aku selalu memujanya. Dengarkan baik-baik. Setelah ini, jangan kau mengolokku. Sonara mengangguk dan duduk di depan Berto. Ia ingin mendengar, Bagaimana Berto bisa mencintai Varizen? (Flashback) 7 Tahun Lalu Berto pergi ke Taman kota untuk melepas penatnya saat kelelahan melihat berkas yang ia tanda tangani. Ia duduk di bangku dan menghadap air mancur. Di umurnya yang ke 35 tahun, Berto tidak kunjung menikah. Alasanya simpel, ia belum menemukan pasangan yang tepat untuknya. Tanpa sengaja, Berto melihat anak yang tengah berdiri tak jauh darinya sedang menatap air mancur. Ia menghampiri gadis itu. “Sedang apa kau sendirian di sini?" tanya Berto. Anak itu menoleh dan tersenyum kepadanya. "Variz menatap air yang mengalir ke tanah, Paman." Deg Jantung Berto berdetak saat matanya beradu dengan anak itu. Ia sampai terbengong dan menatap kosong ke arahnya. Kecantikan alami yang dimiliki Varizen mampu membuat jantung Berto berdesir. Anak itu mampu membuat Berto tak berkutik sedikitpun. Senyum yang membuat darahnya mendidih dan bergejolak sampai mematung kehilangan arah. Tiba-tiba, lamunan Berto dibuyarkan oleh teriakan seseorang. "Varizen!" teriak orang itu. Semua orang menoleh ke arah sumber suara. lagi-lagi, seorang wanita yang tidak diinginkan Berto sudah sampai dan merusak suasana indah bersama dengan Varizen. ingin rasanya ia mencekiknya agar binasa di muka bumi ini. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD