Bagian 5 : Langkah Baru Di Tengah Badai

1002 Words
Matahari perlahan tenggelam, langit di luar jendela Maya memancarkan semburat jingga keemasan, Di kamar kecilnya. Maya duduk di depan meja belajar buku sketsa tergeletak terbuka, kuas dan cat masih basah. Tangannya menggigil. bukan karena dingin. Melainkan karena ketakutan yang perlahan menggerogoti keberaniannya! Di sekolah. ia sudah mulai bangkit. Tapi di rumah... itu cerita lain. Ibunya masih sering menatapnya dengan sorot mata yang sulit ditebak, ayahnya yang pendiam makin jarang pulang, dan adik laki-lakinya lebih banyak menghabiskan waktu bermain ponsel. Maya merasa asing di rumah nya sendiri! Namun malam ini, ia memutuskan untuk bicara. Saat makan malam, dengan suara pelan tapi tegas, ia berkata, "Bu, aku mau ikut lomba lukis nasional! Ibunya mengangkat wajah. tatapannya tajam. "Lomba? kamu bukannya harus fokus sekolah? Nggk usah aneh-aneh! "Tapi Bu... suara Maya bergetar. "Aku... suka melukis. Guru seni bilang aku punya bakat! Ayahnya yang baru masuk ke ruang makan menghentikan langkah. "Maya, dengar ibu. Kamu harus fokus belajar. Jangan bikin masalah baru! Maya menggenggam jemarinya di bawah meja. masalah baru? Apakah mimpinya di anggap masalah! Ia menarik napas dalam-dalam, mengikat kembali kata-kata yang ia tulis di buku sketsa! Aku tidak akan diam, tidak akan sembunyi. Aku akan berdiri di antara badai, bisikan, dan luka, dan tetap jadi aku! "Aku akan tetap ikut lomba itu," ucap Maya akhirnya, pelan tapi tegas, Ibunya terdiam, ayahnya menghela napas. Tidak ada yang berkata apa-apa lagi malam itu. Tapi bagi Maya, itu sudah cukup! Keesokan harinya, Maya berangkat ke sekolah dengan langkah yang lebih mantap. Di ruang seni, ia bertemu Siska yang langsung menyambut dengan senyuman! "May. Lo beneran ikut lomba itu?" tanya Siska dengan mata berbinar! Maya mengangguk. "Iya. Aku mau coba. Aku nggk mau cuma diam terus! Siska menepuk bahunya. "Gue. dukung Lo, May. Kalau butuh bantuan, bilang aja! Hari-hari berikutnya, Maya sibuk mempersiapkan lukisannya. Tema lomba adalah "Cahaya di tengah kegelapan". Tema itu begitu dekat dengan hatinya. Ia menggambar seorang perempuan kecil berdiri di bawah pohon besar dikelilingi bayangan hitam, tapi di tangannya ada lentera kecil yang memancarkan cahaya keemasan! Saat ia memperlihatkan sketsanya pada guru seni, gurunya mengangguk kagum. "Ini bukan sekedar gambar, Maya. Ini adalah kisahmu. Lanjutkan! Namun, tak semua orang mendukungnya. Raline, yang mendengar kabar Maya akan ikut lomba, segera menyebarkan gosip baru. "Dia cuma cari perhatian! Nggk mungkin menang! Lukisannya juga biasa aja! Maya mendengarnya, dan sempat merasa ciut. Tapi Siska dan Raka, yang kini mulai berani mendekat lagi, selalu menguatkannya! "Lo udah jauh lebih kuat sekarang, May," kata Raka saat mereka duduk di taman sekolah. "Nggk usah dengerin omongan orang! Maya menatap langit senja. Ia sadar, keberanian bukan berarti tidak takut, tapi memilih tetap melangkah meski takut! Malam sebelum batas pengumpulan karya, Maya lembur di kamarnya. Tangannya pegal, matanya lelah, tapi ia terus melukis. Ibunya, yang tanpa suara masuk ke kamar, hanya menatap lukisan itu lama! "Kenapa kamu begitu keras kepala?" tanya Ibu lirih! Maya berhenti, menatap ibunya. "Karena aku nggk mau jadi orang yang cuma ikut arus. Aku mau jadi aku! Ibu memandangnya lama, sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar tanpa berkata apa-apa lagi! Tanpa terasa, hari pengumpulan karya sudah tiba. Maya membawa kanvas besarnya ke sekolah, dibantu Siska. Di aula sekolah, ia melihat karya teman-teman lain yang tak kalah menakjubkan. Tapi ia tak merasa gentar. Bagi Maya, ini bukan soal menang atau kalah. Ini tentang membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia berani melangkah! Ketika giliran Maya mempresentasikan karyanya, seluruh aula terdiam. Maya berdiri di depan Lukisannya, menarik napas dalam-dalam! "Ini.... adalah cerita tentang cahaya yang aku temukan di dalam diriku. "Katanya. "Tentang bagaimana kita bisa tetap berdiri meski dikelilingi gelap. Tentang keberanian kecil untuk jadi diri sendiri! Tepuk tangan mengisi ruangan. Maya menatap ke arah Siska dan Raka, yang tersenyum bangga padanya! Dan untuk pertama kalinya, Maya merasa... bebas! Malam itu, setelah mempresentasikan karyanya di aula sekolah, Maya pulang dengan langkah ringan. Di dalam dadanya, ada rasa lega, meski kecil. Setidaknya, ia sudah berani berdiri mengatakan yang selama ini ia pendam. Namun, ia tahu perjuangan belum selesai! Di rumah, suasana masih sama. Ibunya sibuk dengan pekerjaan rumah, Ayahnya tidak banyak bicara, dan adik kecilnya tenggelam dengan permainan di ponsel. Tapi Maya merasa sedikit lebih kuat! Keesokan paginya, saat sarapan, ibunya memandangnya lama sebelum berkata dengan suara yang lebih lembut, "Maya... semoga berhasil, ya! Ucapan sederhana itu membuat mata Maya berkaca-kaca. Ia mengangguk pelan, menahan air mata yang ingin jatuh. "Terimakasih, Bu, "bisiknya! Hari-hari berikutnya, Maya lebih bersemangat. Ia tetap mengikuti pelajaran dengan serius, melukis di waktu senggang, dan sesekali berkumpul bersama Siska dan Raka. Meski Raline dan teman-temannya masih berusaha menjatuhkan semangatnya dengan komentar sinis, Maya sudah tidak lagi memperdulikan mereka! Suatu sore, Siska mengajaknya ke taman sekolah. Di sana, mereka duduk di bangku kayu tua, mengamati matahari terbenam yang mulai memancarkan cahaya keemasan! "Maya, Lo tau nggk? Gue bangga banget sama Lo," kata Siska pelan. "Dulu Lo pendiem banget, sering nyembunyiin semuanya. Sekarang, Lo malah menjadi inspirasi buat gue! Maya tersenyum kecil. "Gue juga masih takut, Sis. Tapi kalau nggk sekarang. Kapan lagi! Mereka tertawa pelan. Raka yang datang belakangan langsung ikut duduk di samping mereka. "Eh, gue juga bangga ko," katanya sambil mengacak rambut Maya! Maya tertawa kecil. Suasana sore itu terasa hangat, seperti menyembuhkan luka-luka lama yang selama ini ia simpan sendiri! Hari pengumuman lomba akhirnya tiba. Maya datang ke aula sekolah, Jantungnya berdebar kencang. Ia berdiri di antara teman-teman lain, menunggu nama-nama yang disebutkan oleh panitia! "....dan pemenang utama lomba lukis nasional dengan tema "Cahaya di tengah kegelapan' jatuh kepada.... Maya putri! Seluruh ruangan bergemuruh. Siska berteriak kegirangan, Raka mengangkat tangan tinggi-tinggi. Maya terpaku, tak percaya namanya di panggil. Perlahan, ia melangkah maju, matanya berkaca-kaca! Saat ia menerima piagam penghargaan dan mendengar tepuk tangan dari seluruh aula, Maya tahu bahwa inilah awal dari langkah barunya. Langkah kecil untuk berani berdiri di tengah badai! Dan di antara cahaya sorot lampu panggung, ia berbisik pada dirinya sendiri, "Aku bisa! Saat keluar dari aula, Maya memandang langit yang senja, memantapkan hatinya untuk terus berkarya! Langkah Maya terasa lebih ringan. Meski badai belum sepenuhnya reda, ia siap menghadapi hari esok dengan keberanian!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD