15. TAK PERNAH PADAM

899 Words
Senja telah menghilang, gelap sudah menguasai langit. Jam sudah menunjukkan pukul 18.30 dan Ranum masih berada didalam angkutan umum. Dirinya sudah risau, pikirannya bertanya-tanya kenapa suaminya, Rama. Tidak juga menghubunginya, apa dia sedang berduaan dengan wanita idaman lain? Dikemanakan anak mereka?  Berkali-kali dia melihati jam tangan, macet tak kunjung membuahkan hasil. Benar-benar khawatir, ingin rasanya segera turun dan melewati semuanya. Tapi apalah daya, dia tidak bisa berjalan dalam waktu yang lama atau jarak yang panjang, sebab luka bekas operasi walau sudah sebulan terlewati masih terasa ngilu.  "Dia benar-benar berubah. Aku lagi sakit begini....gak khawatir sama sekali...." kutuk Ranum dalam hati. Wajahnya sudah kesal sekali, ia tak sabar sampai di rumah dan memaki Rama. Itupun, kalau dia ada di rumah.  - - - "....aku sayang kamu dan dia...."  Sesampainya didepan rumah dan akan mengetuk pintu, Ranum mendengar dengan jelas suara Rama, dia seperti tengah ngobrol dengan seseorang.  "Sayang? Gila...berani banget dia bawa wanita idaman lain ke rumah..." kesal Ranum.  Dia menghentikan aksinya yang akan mengetuk pintu, mencoba untuk menempelkan telinganya pada pintu, namun terbuka. Tidak dikunci, Ranum hampir terjatuh.  Tanpa basa-basi, dia masuk ke dalam dan sudah membayangkan memergoki suaminya, sedang berdua dengan wanita idaman lain. Memang tidak bisa dipercaya.  "Kamu sayang dia dan aku?!!!!" Tanya Ranum, suaranya meninggi.                Keadaan hening tercipta, setelah kehadiran Ranum yang mendadak dan pertanyaan anehnya. Rama terdiam, melihat kedatangan Istrinya, tangannya masih menggendong Rara dan memegang botol s**u.  "Jawab Rama!!! Kamu bicara sama siapa?" Tanya Ranum, memaksa Rama untuk segera menjawab.  Tak ada kata dari Rama, dia sangat syok melihat kehadiran Ranum dan wajahnya yang sungguh aneh.  "Kamu undang siapa ke rumah ini? Berani banget kamu ya....!!!" Suara Ranum semakin lirih, dia ingin menangis. Bukan karena hal ini, tapi karena semuanya.  Seakan, sejak tadi pagi keadaan tak berpihak padanya. Dia yang dibiarkan oleh suaminya pergi begitu saja, Rama tidak sekalipun menelfonnya untuk menanyakan kabar atau sekedar memintanya untuk pulang dan yang paling menyiksa adalah bekas operasi melahirkannya yang masih terasa ngilu.  Matanya sudah berkaca-kaca, kembali Ranum bertanya pada Rama. "Kamu bicara sama siapa Rama?" Tanya Ranum, lirih dan semakin tidak berdaya.  "A-aku...bicara sama Rara" jawab Rama.  "Rara??? Siapa Rara??? Wanita idaman kamu?" Tanya Ranum.  "Wanita idaman?" Tanya Rama bingung.  "Iya, wanita yang nelfon kamu waktu itukan???" Tanya Ranum, wanita itu mencoba mengunpulkan kembali tenaganya.  "Y-yang. Nelfon?" Rama semakin bingung. Namun beruntungnya dia masih bisa mengontrol dirinya yang tengah menggendong bayi nya.  "Udah deh, sekarang jawab aku...siapa Rara?" Tanya Ranum, memaksa.  "Rara? Ya, Rara anak kita Num...." jawab Rama. Dia mengerutkan dahinya, bingung melihat tingkah istrinya.  "Rara???? Anak kita?" Kini, giliran Ranum yang bingung.  "Iya, anak kita. Rara Sekar." Jawab Rama, mulai tenang. "Kok Rara Sekar? Kamu ngarang ya? Kan belum dapat persetujuan dari aku?" Kesal Ranum. Dia memanyunkan bibirnya, berjalan kearah sofa cokelat tempat Rama duduk sambil menggendong bayi mereka.  "Hehehe....tadi aku tanya ke ibu, Rara kan bagus. Rama dan Ranum...." kata Rama, tersenyum manis pada istrinya.  "Iya deh, daripada kelamaan mikirnya..." kata Ranum, sambil melihati bayi mereka yang anteng digendongan ayahnya.  Ranum mulai melupakan kekesalannya, saat melihat Rama dan Rara. Dia tersenyum lega menikmati pemandangan indah itu.  "Kamu udah makan?" Tanya Rama.  "Belum..." Ranum menggeleng.  "Ada makanan enak tuh, tadi pagi ibu datang bawa banyak makanan..." kata Rama.  "Loh, ibu datang? Pasti ibu marah nih aku gak ada di rumah...."  "Gak apa, ibu ngerti kok...kamu pasti butuh hiburan kan?"  "Ehm....tapi, kenapa kamu gak nelfon aku?" Tanya Ranum.  "Kenapa aku harus nelfon kamu?" Tanya Rama, dia juga berniat ingin menelfon Ranum. Tapi, setelah dipikir-pikir. Lebih baik tidak usah, bukankah itu akan menghalangi kebahagiaan Ranum.  "Iya dong, nanyain kabar aku gitu...." jelas Ranum.  "Kan kamu lagi senang-senang...nanti kalau aku telfon kamu jadi khawatir dan ingin cepat pulang...." jelas Rama.  "Justru....." Ranum menghentikan perkataannya. Dia tak mau melanjutkan, setelah dia pikir ulang. Lebih baik tidak usah berharap lebih dari Rama.  "Justru, karena gak kamu telfon aku jadi khawatir..." batin Ranum.  "Justru kenapa? Ohya, maksud kamu perempuan yang nelfon aku?emang ada?" Tanya Rama, penasaran.  "Oh....itu!!!" Ranum, kembali ingat.  Beberapa menit habis terkuras, Ranum menjelaskan tentang pagi dimana ia dibangunkan oleh deringan ponsel Rama, saat diangkat suara perempuan menggema. Membuat jantung Ranum berdegup kencang, pikirannya berantakan kemana-mana. Menuduh Rama macam-macam. Padahal, Rama menjelaskan kalau itu adalah manajernya.  "Ooooh....manajer kamu..." angguk Ranum. Dia akan selalu percaya pada Rama. Karena sejak dulu, Rama tak pernah berbohong dan mengecewakannya.  "Yaudah, gih...makan sana!" Perintah Rama.  "Oke....!!!"  Pernah merasakan saat dimana, tiba-tiba saja kamu menjadi lega dan kepenatan juga kekesalan mendadak hilang. Saat tiba di rumah dan melihat keluarga mu dengan damai. Itulah yang dirasakan Ranum, dia menyadari satu hal. Rama adalah pemberi rasa damai padanya, seakan sosoknya meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja.  Mendadak Ranum lupa akan kepenatannya, sepertinya ia kesal karena rasa kangennya pada Rama. Ia seakan tak bisa tanpa Rama. Walau hanya melihatnya sebentar, yang penting dia ada disamping, terasa tenang.  Malam ini, setelah menidurkan Rara. Ranum duduk dipinggir ranjang, melihati Rama yang sedang tertidur dengan nyamannya. Wajah yang selalu dikaguminya, sejak dulu. Bisa melihatnya sedekat ini? Sudah biasa. Tapi kini ada yang beda disana, entahlah...mungkin karena sudah memiliki dan tak ingin melepaskan juga menjauh.  Perlahan Ranum memegang wajah  suaminya dengan lembut, mengelusnya dan menatapinya sambil mengagumi.  "Jangan pernah tinggalin aku ya...aku membutuhkanmu...." ucap Ranum, lirih.  - - - TBC  -Terima kasih guys.... sudah baca dan vote ceritaku. Masih banyak kekurangan dari cerita ini, dari mulai penulisan dan alur yang tidak jelas. Tapi...terima kasih sudah vote dan komen nya. Benar-benar moodbooster....!!!-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD