16. TOPIK SEMALAM

1092 Words
Malam terlalu malam, pagipun terlalu pagi. Jam masih menunjukkan pukul 3 pagi, Rama terbangun dari tidurnya. Baiklah, dia tidak terbangun, sedari tadi dia mencoba untuk tidur. Namun gagal, pikirannya terus berkutat dengan perkataan Ranum.  "Jangan tinggalin aku ya, aku membutuhkanmu..." Bagaimana tidak, dia baru saja akan memutuskan untuk meninggalkan istrinya itu. Tekadnya sudah bulat, dia akan mengambil beasiswa ke Belanda. Namun, kini dia kembali harus dipusingkan dengan Ranum.  Rama menatapi langit-langit kamarnya, disebelahnya ada Ranum yang sedang tertidur dengan nyenyaknya. Dialihkannya pandangannya pada istri sekaligus sahabatnya itu. Ditatapinya lama dan mendadak ia tak bisa menahan diri, perlahan tapi pasti didekatkan wajahnya pada Ranum, diraihnya bibir Ranum dengan bibirnya.  Kecupan itu, menyamankan Rama. Pikirannya mendadak tak berkutat dengan apapun. Dia menikmatinya, cukup lama. Hingga Ranum terbangun dan menyadarinya.  Matanya terbuka, membulat. Bertemu dengan mata Rama yang sedang melihatinya. Kejutan manis itu, membuat Rama melepaskan ciumannya. "Kenapa kamu cium aku?" Tanya Ranum, menatapi Rama intens.  "Emangnya gak boleh?" Tanya Rama, kembali.  "Apa ada yang mengganjal?" Tanya Ranum.  Lama lelaki itu terdiam, setelah mendengar pertanyaan Ranum. Mungkin ini saatnya dia mengatakan semuanya, dilihatnya Ranum sudah mulai berubah. Wajahnya sudah tak sekusut beberapa hari lalu. Rama mengangguk, melihat itu Ranum mengerutkan dahinya. Dia bertanya-tanya, hal apa yang mengganjal. Membuat Rama di pagi yang begitu pagi ini tiba-tiba menciumnya. "Apa?"  "Aku dapat beasiswa ke Belanda..."  Keadaan hening mendadak, bisa terdengar dengan jelas suara angin yang berhembus dan jangkrik yang bersenandung. Mendengar kalimat Rama, jujur saja perempuan itu tak tahu harus berkata apa.  Bangga dan senang, pasti. Dia bangga suaminya bisa melanjutkan kuliah ke Belanda. Senang karena sahabatnya tersebut bisa seperti teman-teman lainnya, berkuliah dan bisa memiliki masa depan yang cerah. Bukankah, hal yang paling ditakutkan Ranum adalah impian Rama pupus begitu saja karenanya "Num...." panggil Rama.  Ranum masih terdiam, dia masih memikirkan kalimat apa yang harus dikatakannya. Hingga akhirnya panggilan Rama, membuatnya tersadar.  "Baguslah..." ucap Ranum, tersenyum dengan sangat penuh paksaan.  "Aku senang, kamu bisa melanjutkan pendidikanmu. Kamu kan anak pintar, aku bahkan sempat sedih saat sadar kalau kamu gak bisa kuliah...sayang kepintaran kamu..." jelas Ranum, kemudian mengacak lembut Rambut Rama.  Rama terdiam, kini gilirannya. Melihati senyuman manis Ranum, mendadak dia menyesal mengatakannya. Membingungkan.  "Kenapa diam? Kapan kamu mulai kuliahnya?" Tanya Ranum.  "Mulainya sih 5 bulan lagi...." jawab Rama. "Kalau begitu persiapkan diri kamu, kerjaan kamu gimana?" Tanya Ranum.  "Aku bakal mengundurkan diri, tapi enggak sekarang. Persiapannya juga enggak terlalu banyak, paling cuma dokumen-dokumen yang harus dilengkapi....." jelas Rama.  "Ehm....sebelum berangkat, kamu harus sering-sering bareng Rara. Entar kangen...." Ranum, terdengar mencoba untuk tegar. Entahlah, apa yang ada didalam hatinya.  "Num...." "Ya?"  "Aku nerima beasiswa ini, supaya keadaan kita lebih baik...." ucap Rama.  "Iya, aku tahu...." Ranum tersenyum manis.  Rama menatapinya, mencoba menyentuh wajah istrinya. Ranum tak berani menatap suaminya, namun pasrah dengan sentuhan lembut Rama diwajahnya.  Lelaki itu mendekatkan wajahnya, semakn dekat dan berniat kembali mencium bibir indah istrinya, Ranum pun telah siap. Dia juga menantikannya, rasanya ingin terus bersama Rama. Namun, semuanya terhenti saat terdengar tangisan Rara.  Kesal, tapi apa mau dikata. Segera Ranum bangkit, setelah menarik nafas kasar dan menemui Rara didalam baby box.  "Sssshhhh....kenapa baby???" Tanya Ranum.  Rama melihati istrinya, dia sedikit kecewa. Padahal sudah sangat ingin.  "Kenapa harus sekarang sih...." batin, Rama. Lelaki yang tengah memandangi istrinya dari tempat tidur itu, terpesona pada istrinya sendiri. Ranum yang sedang menggendong Rara dengan penuh kasih sayang mendadak membuat Rama semakin menganguminya, ditambahlagi dia begitu menggoda malam ini.  Ranum yang mengenakan  baju tidur terusan dari bahan satin warna hitam bertali satu itu benar-benar membuat Rama menegang. Dia tak bisa menahan dirinya, segera ia melompat dari tempat tidur dan langsung berjalan kearah belakang Ranum dan memeluknya, membuat wanita itu berlonjak kaget.  "Astaga....Rama...!!! Untung aja Rara gak aku lepasin, karena kaget...." ucap Ranum, kaget.  Tidak peduli, dia malah asik memeluk erat Ranum yang masih saja menggendong bayi mereka. Menikmati pelukan, mereka berdua.  Apa yang kamu harapkan dari hubungan persahabatan antara sepasang remaja yang telah terjalin selama bertahun-tahun? Mungkin, ingin selalu tetap bersama selamanya menjadi sahabat. Tak pernah terlintas sedikitpun terpikir atau berani keluar dari zona nyaman. Takut, persahabatan yang telah lama terjalin rusak atau hancur karena perasaan cinta.     Rama baru menyadarinya, dia merasakan hal seperti itu. Selama bertahun-tahun menahan rasanya pada Ranum, karena tak ingin keluar dari zona nyaman. Menahan diri, menahan rasa. Hingga akhirnya, saat mereka sudah bisa bersama dia malah tak mampu mengontrol dan mengendalikan diri juga rasanya. "Rara udah tidur lagi...." bisik Rama, tepat ditelinga Ranum. Membuat wanita itu bergidik geli.  Ranum tersenyum, dia hanya memberikan kode jari 'ok' pada Rama, kemudian kembali meletakkan Rara didalam box bayi. Kembali Rama memeluk Ranum, bermanja-manja entah kenapa dia ingin melakukannya.                "Ada apa?" Tanya Ranum sambil tersenyum geli.  Tak ada jawaban, dia hanya mnenggelaman wajahnya pada punggung Ranum dan menikmatinya.  "Hmmmm...." Ranum mendengus kesal. Diapun berjalan meninggalkan box bayi, menuju tempat tidur. Namun, masih tertahan oleh Rama.  "Astaga....!!!" Teriak Ranum, saat dia merasakan tubuhnya diangkat. "Kamu.....!!!" Kesal Ranum. Dia menggerutu, Rama tak mempedulikannya. Lelaki itu menggendong istrinya kearah tempat tidur dan membaringkan Ranum diatasnya. "Num...." ucap Rama, yang berada diatas tubuh Ranum. Napasnya tersengal-sengal, seakan dia kesulitan bernapas saat bertatap dengan istrinya seperti ini.  "Apa??? Ohya, kenapa kamu jadi kayak gini sih? Bukannya selama kita temenan kamu...biasa aja?" Tanya Ranum penasaran, yang tubuhnya berada dibawah Tubuh Rama, saling berhadapan.  "Lah...kalau aku biasa aja...Rara gak bakal ada..." jawab Rama.  Ranum terkekeh, namun berhasil jaga sikap agar tak malu didepan Rama. Yang membingungkan, merekamasih saja saling malu-malu.  "Num...." panggil Rama, kini dia jadi serius. Menatapi Ranum dan bersiap-siap, mendekatkan wajahnya.  Seakan tahu dengan sikap Rama yang seperti itu, Ranum juga sudah mempersiapkan diri, jantungnya berdegup dengan kencang dilihati Rama sedekat itu. Dia ta berani menatap Rama. Gugup sekali. Kenapa tiba-tiba seperti ini.  "Num....." wajah Rama semakin mendekat, tinggal beberapa senti lagi, mereka akan mengawali hari dengan ciuman romantis.  "Oweeee....."  Namun, sial sekali. Terdengar kembali tangisan Rara. Membuat Ranum terkejut, dia langsung menolak tubuh Rama hingga terjatih keatas tempat tidur, tepat disebelahnya.  "Huft...." Rama mendengus kesal, sambil menatapi langit-langit kamar dia menyesali apa yang terjadi. Sudah diujung tanduk.  Kembali Ranum menuju box bayi tempat Rara menangis dan mengenggendongnya lagi, melihati dengan sangat seksama bayi mungilnya yang terlahir prematur. Ada banyak ketakutan didalam kepalanya karena suaminya Akan meninggalkannya.  Tak membuahkan hasil, Rama ingin mengungkapkan rasa kangen pada istrinya malam itu, tapi keadaan seperti tak berpihak padanya, seakan Rara tak rela ibunya di 'apakan' oleh ayahnya sendiri. Menyebalkan.  Hallo guys.....!!!  Terima kasih sudah membaca ceritaku ya... Terima kasih juga sudah komen dan vote, aku senang sekali.  Jika ada yang bertanya-tanya kenapa update nya lama.... soalnya, aku lagi persiapan mau wisudaan. Maklumlah cewek.... hehehe
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD