6. JANGAN BERITAHU SIAPAPUN

1770 Words
Tetesan cairan infus berkali-kali dilihati oleh Ranum, infus yang bertengger ditangannyapun tak lupa menjadi sorotan. Seumur hidupnya, ini pertama kalinya dia diinfus dan berada di IGD rumah sakit.  Sudah hampir satu jam, Ranum berada di IGD. Teman-teman yang membawanya ke rumah sakit sudah kembali ke sekolah, Rama yang meminta.  Sepeninggalnya Rama tadi, saat dia pergi ke ruangan kepala sekolah. Beberapa menit kemudian, tiba-tiba saja keluar darah dari dalam roknya. Dia yang sudah berhenti menangis, mendadak kembali menangis histeris. Orang-orang yang berlalu lalang didepan ruang UKS, mendengarnya dan segera menolong Ranum. Beruntungnya, ada Keke yang saat itu berniat melihat Ranum di UKS.  Ranum meminta untuk tidak usah melapor pada guru, dia memohon. Keke yang juga ikut ada disana, sedikit bingung. Namun menepisnya karena melihat keadaan Ranum dan memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Saat akan pergi, Rama mendatangi mereka, dia segera menggendong Ranum untuk masuk ke dalam taksi yang sudah dipesan.  Kini, Ranum sudah berhenti menangis. Dia lega, sebab dokter bilang kandungannya tidak kenapa-napa. Tadi juga sudah di USG, tak ada masalah dengannya. Hanya perdarahan yang muncul, karena janinnya sedikit lemah dan sang ibu yang banyak pikiran. Ranum juga sudah diberikan obat agar janinnya kuat dan semoga hal yang sama tidak terjadi lagi sama masa kelahiran.  Keke dan Rama menunggu diluar, mereka duduk disalah satu bangku panjang. Saling diam, dengan seragam sekolahnya mereka menjadi pusat perhatian. Orang yang melewati mereka kadang bertanya-tanya, ada apa? Kenapa anak sekolah berada di IGD? Apa terjadi kecelakaan? Perkelahian? Atau....keracunan massal?  "Ranum hamil?"  Sedari tadi pikiran itu menyeruak didalam pikirannya, dia tak berani bertanya pada Rama. Dia tak curiga sama sekali pada Rama, sikap peduli yang ditunjukkan Rama tadi adalah bentuk kepeduliaan sebagai sahabat.pikirnya.  "Aku masuk dulu ya..." ucap Keke, ditengah keheningan. Dia ingin langsung bertanya pada Ranum. Penasaran sekali.  Rama hanya diam, dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Yang ia takutkan adalah bagaimana jika sekolah tahu Ranum hamil. Ini akan jadi masalah besar. Dia belum siap, orang-orang tahu tentang kehamilan Ranum.  "Num...." panggil Keke pelan. Ranum yang asik melihati infusnya langsung mengakihkan pandangan pada Keke.  Mereka saling tatap, ada kata yang tak bisa terucap dan keluar dari mulut mereka berdua. Keke bingung, dia khawatir. Kehamilan Ranum adalah hal teraneh dalam hidupnya. Sebab, Ranum bukan gadis nakal yang doyan melakukan hal-hal aneh. Dia juga tidak pernah berpikiran yang aneh-aneh. Tapi...kenapa bisa hamil? Oke, intinya siapa yang melakukannya.  "Siapa yang melakukannya Num?" Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Keke.  Ranum terdiam, dia bingung. Sepertinya ini saatnya untuk menceritakan semuanya pda Keke. Ya...lambat laun, pasti Keke juga akan tahu tentang kehamilannya.  Setengah jam, Ranum menceritakannya dengan padat dan jelas. Keke tak tahu harus berkata apa. Dia tak percaya, kalau Rama pelakunya. Lelaki baik-baik sepertinya, bisa menghamili sahabatnya sendiri.  "Ranum....." terdengar suara paruh baya milik seseorang yang dikenal Ranum dari balik tirai IGD.  "Ibu?" Ucap Ranum tak percaya, saat melihat yang muncul dari balik tirai biru didepannya. "Kenapa ibu disini?" Sambungnya.  "Ditelfon Rama...." kata ibu, wajahnya khawatir sekali.  Ranum mengangguk, lalu mencari-cari sosok Rama dan tak menemukannya.  "Rama udah ibu suruh balik ke sekolah, dia ada ujian...." jelas ibu, seakan tahu isi pikiran anak gadisnya.  Raut kecewa terpancar jelas di Ranum, tapi apa daya. Dia tak bisa memaksakan kehendak, walau ingin Rama ada disampingnya.  "Eh, ada...." ucap ibu saat melihat Keke disebelah tempat tidur Ranum. Ibu tampak takut, kalau rahasia anaknya akan ketahuan.  "Keke bu..." sambung Keke.  "Iya, Keke...lupa ibu" tawanya.  "Terus gimana Num?" Tanya ibu.  "Gimana apanya bu?" Tanya ranum balik.  "Itu...." "Ooh...itu bu, kata dokter....Ranum udah bisa pulang kalau cairan infus udah habis dan ambil obat di farmasi..." jelas Keke, mengerti maksud ibu.  Ibu mengangguk heran, dia bertanya-tanya apa Ranum sudah menceritakan tentang dirinya.  "Yaudah, kalau gitu Keke bisa balik ke sekolah, biar ibu yang jagain Ranum..."  "Baik bu, Num...aku balik ya. Sehat-sehat..."  Ranum mengangguk. "Permisi bu"  "Iya Ke, makasih ya sayang...."  Setelah meyakinkan Keke pergi, ibu langsung menjejali Ranum dengan berbagai macam pertanyaan.  "Num, kamu cerita ke Keke? Waduh...gimana kalau teman kamu yang lain tahu? Ohya....tadi katanya kamu pingsan ya? Teman kamu siapa aja yang bawa kemari? Mereka tahu kalau kamu hamil?" Pertanyaan dari ibu seakan-akan berputar didalam kepala Ranum.  "Bu....!!!" Bentak Ranum.  "YA!!!?" Ucapnya, suaranya meninggi.  "Ibu malu ya sama Ranum...???"  "YA!!!!" Suaranya masih meninggi. Mendengar hal itu, Ranum langsung membalikkan tubuhnya membelakangi ibu. Sadar dengan perkataannya ibu langsung diam dan memijit pelipisnya. Dia mendadak pusing, merasa bersalah.  "Num.....maksud ibu..."  "Udah deh bu, Ranum memang buat malu...." ucapnya lirih, terdengar isakan.  "Ck, bukan gitu Num....aduh, gimana ya....."  "Permisi..." terdengar suara dari balik tirai, ibu menghentikan kalimatnya.  "Ya?"  "Maaf ibu dengan siapa?" Tanya sosok wanita yang memakai jas berwarna putih dengan stetoskop melingkar dilehernya.  "Sa-saya ibunya..."  "Oooh, ibu Ranum...begini bu, Ranum kan sudah bisa pulang. Jadi disini saya mau menjelaskan terkait kandungannya....."  "Oh, oke...."  Dokter menjelaskan dengan sangat panjang tentang kandungan yang masih berada di trimester pertama memang masih rawan, perdarahan sebenarnya hal yang biasa, walau itu menunjukkan tentang kondisi sang ibu dan janinnya. Usia kandungan Ranum sudah memasuki 10 minggu, banyak perubahan yang akan terjadi terkait dengan pertumbuhan janinnya dan usia kandungannya.  - - - Hari telah berganti, sejak kejadian itu Ranum menjadi protektif pada kandungannya. Dia juga tidak mau berletih ria, karena pengalaman perdarahan beberapa minggu lalu itu bagaikan mimpi buruk baginya.  Tak bisa dipaksakan, Rama mendadak sulit dihubungi. Sebab dia harus fokus pada ujian yang akan datang minggu depan dan menjadi pelatih setiap minggunya.  Awalnya Ranum kesal, seakan Rama lari dari tanggungjawab. Tapi, beruntung dia punya sahabat seperti Keke yang selalu memberi pengertian dan baik kepadanya. Keke juga telah mengunci mulutnya terhadap rahasia terbesar Ranum.  "Num, jadi tamat sekolah ini kamu sama Rama bakal tinggal serumah...??" Tanya Keke, saat ini mereka sedang berada di perpustakaan.  Ranum hanya mengangguk, sambil sesekali membuka lembaran buku yang sebenarnya tak ia baca. Hanya karena guru yang memaksa para murid untuk pergi ke perpustakaan makanya Ranum dan Keke berada ditempat yang selama tiga tahun tak pernah mereka masuki.  "Mimpi apa kamu Num...bakal serumah dengan Rama..." kata Keke, dari nadanya dia terdengar iri.  "Emang kenapa?" Tanya Ranum.  "Rama gitu loh....aku aja rela jadi pembantu di rumahnya supaya bisa ngelihatin dia..." kata Keke.  Ranum yang mendengarnya langsung melihati Keke sinis. "Kamu juga suka Rama?" Tanyanya, menelisik.  "Hehehe, siapa sih yang gak suka Rama....tapi, udah deh..."  "Ih, gak bilang...." kesal Ranum.  "Aku cuma suka doang kok...."  "Sama aja..."  Perpustakaan mendadak ramai, seakan tempat itu menjadi pelatian para murid yang akan menghadapi ujian minggu depan. Begitu juga dengan Rama, tempat favoritnya itu menjadi dipenuhi oleh murid-murid. Kadang terdengar suara lembar buku yang dibuka kasar, tapak sepatu dan yang paling menyebalkan adalah tawa kecil namun sering dari para murid perempuan. Ini bukan tempat gosip.... "HEH...MAKSUD LO APA???"  "Lo yang maksudnya apa? Lo nyindir gue? Kenapa gak ngomong langsung?"  Kan...benar, dari balik rak buku tempat Rama nongkrong. Terdengar perkelahian mulut dari murid perempuan. Rama mencoba untuk tidak peduli, namun suara itu semakin gaduh dan beberapa murid mulai berlarian kearah suara perkelahian itu. Sekali lagi, Rama tidak peduli. Dia menutup bukunya dan melepas kacamata nya, ingin meninggalkan perpustakaan. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar nama Ranum digadu gkan okeh murid yang melewatinya untuk melihat perkelahian.  "Emang lo murahan kan????" Suara itu menggema, menggetarkan seisi perpustakaan.  Rama masuk kedalam keramaian, benar. Dia mendapati Ranum dan seorang murid perempuan yang tak ia ketahui namanya sedang menjadi pusat perhatian. Semua mata tertuju ke arah mereka.  "Maksud lo?????!!!!" Tanya Ranum, wajahnya sudah memerah. Dia berteriak.  "Ya, lo hamil kan????" Mendengar kaliamt itu Rama syok, dia langsung masuk kedalam 'ring tinju' dan menarik Ranum.  Rama masih memegangi Ranum, keluar dari perpustakaan dan melewati koridor sekolah. Dia membawa Ranum menuju gudang sekolah. Tempat yang paling aman untuk ngobrol, menurut Rama.  "Apaan sih Rama?" Tanya Ranum kesal. Saat Rama sudah berhenti menariknya.  "Kenapa dia bisa tahu kamu hamil?" Tanya Rama, ngos-ngosan. Dia sangat panik, pikirannya kacau.  Bagaimana bisa, ada yang tahu kalau Ranum hamil. Ini gila....bisa bermasalah dirinya kalau Ranum sampai dipanggil kepala sekolah. Aduuuh....ujian kelulusan tinggal beberapa hari lagi.  "Mana aku tahu..." kata Ranum.  "Num, kamu jangan aneh-aneh dulu. Sebentar lagi kita ujian, pokoknya...setelah ujian dan kelulusan kamu baru bisa bebas..." jelas Rama.  "Maksud kamu? Nyuruh aku jangan aneh-aneh. Kamu sendiri?" Tanyanya, berkacak pinggang.  "Aku?Emang aku ngelakuin apa?" "Kenapa kamu gak ada kabar? Kamu fikir aku hamil sendiri gitu?"  Perkataan Ranum buat Rama terdiam, ia sadar beberapa hari ini dirinya memang jarang bertemu Ranum, dia sangat sibuk. Seakan seluruh tanggungjawab dibebankan padanya. Hingga lupa pada Ranum.  "Aduh Num, kamu ngertiin aku sedikit kenapa sih?"  "Ngertiin gimana? Aku udah ngertiin kamu ya! Sekarang kamu bilang aku jangan aneh-aneh? Kok kamu salahin aku sih? Kamu dipihak siapa? Aku hamil juga karena kamu kan? Seharusnya kamu jangan marahin aku? Sekarang aku lagi hamil 3 bulan dan...."  Ranum marah? Namun tidak bagi Rama, dia memang seperti itu. Diyan ngomel, tapi Rama suka. Kalau sudah marah, pasti dia akan ngomel seakan bercerita tanpa rem. Sudah lama Ranum tak seperti ini, artinya dia baik-baik saja. Kalau dia tidaj baik-baik saja, maka Ranum akan diam seribu bahasa.  Melihati Ranum marah seperti itu, dia terlihat semakin menggoda. Ditambah lagi...perubahan fisiknya mulai terlihat, payudaranya mulai memadat dan itu...oke, bokongnya semakin indah dan....sepertinya aura ibu hamil mulai terlihat. Oke, lihaah perut itu juga semakin menggoda. Tak ada yang sdarkah? Kalau perutnya sudah menonjol? Hanya Rama yang menyadari itu.  Rama tak tahan, dia melangkah kedepan mendekati Ranum, mencondongkan dirinya mendekati Ranum. Perkataan Ranum terhenti, Rama gugup. Tapi, Ranum memang semakin menggodanya tanpa berniat menggoda. Perlahan tapi pasti, wajah Ranum dipegangnya, mendekatkan wajahnya dan bibirnya meraih bibir Ranum. Dia mencium Ranhm, tepat dibibir.  Tak bisa berkata, Ranum hanya diam. Dia membalas ciuman Rama. Ciuman itu seakan membuat Ranum lupa akan kekesalannya pada ketidakpedulian Rama padanya selama ini. Ranum menikmatinya...dia melingkari tangannya dileher Rama sedikit mendongakkan kepalanya.  Matahari bersinar dengan cerahnya, hari ini terakhir ujian kelulusan. Rama sangat tidak sabar, berlalu. Seakan tanggungjawabnya berkurang, ya...setidaknya sebagai seorang pelajar SMA. Walau dia tahu, setelah hari ini mungkin hidupnya tidak akan baik-baik saja.  Tadi malam dia sudah ngobrol dengan papi, mengenai rumah yang akan segera ditempatinya bersama Ranum. Tidak terlalu jauh dari rumah Ranum yang sekarang, tujuannya sih demi kebaikan Ranum. Tidak jauh dari kota, untuk memudahkan mereka dan yang paling penting harga sewanya tidak terlalu mahal. Papi juga bilang, untuk lima bulan kedepan dia akan membiayai sewa rumah dan kebutuhan sehari-hari Ranum dan Rama, sampai Rama mendapatkan pekerjaan.  Jelas saja, papi mana mungkin membiarkan anaknya membiarkan anak orang lain kelaparan, apalagi tengah mengandung cucunya.  Ranum belum tahu tentang hal ini, yang dia tahu bahwa setelah SMA dia akan tinggal bersama Rama dan entah bagaimana ceritanya. Gadis yang tengah mengandung 3 bulan itupun hanya membayangkan tentang indahnya bisa hidup bersama Rama, sahabat yang dicintainya sejak SMP itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD