Gemulai angin yang berbisik tak berhasil mencuri perhatian Ranum, yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya. Malam sudah menyapa, Gadis itu masih berada diluar rumah. Dia sedang di halte menunggu bis datang, sejak pulang sekolah dia di rumah Keke untuk mengerjakan tugas.
Sudah seminggu berlalu, kini status Ranum adalah istri dari Rama. Namun, tak ada yang berubah. Mereka masih tinggal di rumah yang berbeda dan tak ada yang tahu tentang status baru mereka. Hanya pernikahan formalitas yang membuat Rama harus bertanggungjawab pada Ranum. Bahkan Rama pun tak menanyai kabarnya atau yang lain. Ya...Ranum tahu, Rama sibuk dengan sekolahnya. Dia pasti tidak sempat untuk memegang ponselnya.
"Num?" Tiba-tiba suara seseorang berhasil memecah fokus Ranum pada ponselnya, langsung dilihatnya siapa pemilik suara itu.
"Eh, Kevin...." katanya, tersenyum tipis.
"Sendiri aja? Darimana?" Tanya Kevin dari atas motor sport-nya.
"Ooh, ini...aku baru pulang ngerjai tugas. Kamu ngapain disini?" Tanya Ranum.
"Aku, baru aja pulang bimbel..." jawab Kevin, masih fokus melihati Ranum. "Aku antarin yuk..." tawarnya.
Ranum melihati motor Kevin, yang tingginya kelewatan. Sedikit ngeri, tapi lebih ngeri lagi kalau dia berlama-lama di halte. Segera dia mengiyakan tawaran Kevin.
"Num, kamu lapar?" Tanya Kevin, saat mereka berada dikawasan kuliner.
"Aku lapar Num, makan bentar ya, aku traktir deh..." tanpa mendengar persetujuan dari Ranum, Kevin langsung memberhentikan motornya didepan pedagang kaki lima yang menjuak nasi goreng.
-
-
-
"Kamu tahu, kenapa Rama berubah Num?" Tanya Kevin tiba-tiba dikala mereka menunggu pesanan tiba.
Medengar pertanyaan Kevin, Ranum kaget 'berubah?' Batinnya. Dengan cepat dia menggeleng.
"Dia bilang gak mau kuliah dulu tahun ini, padahal kan... dia pengin banget ke Jerman...."
"Gak tahu..."
"Jangan-jangan...."
"Jangan-jangan apa?" Tanya Ranum penasaran.
"Jangan-jangan dia ngikutin kata papinya..."
"Ooh kamu tahu tentang papinya?"
"Tahulah Num, tapi...kalau dia gak kuliah ngapain ya?"
Ranum terdiam, iya...jika Rama tidak kuliah tahun ini. Apa yang akan dilakukannya? Apa rencananya? Bukankah dia sudah diusir papinya setamat SMA nanti. Bagaimana nasibnya?
"Woi..." kejut Kevin, Ranum melamun.
"Jangan melamun Num, tuh...nasgornya udah datang...."
Kevin dan Ranum menikmati malamnya sembari makan nasi goreng kaki lima, banyak yang dibicarakan oleh Kevin. Sedikit banyak, Ranum tahu tentang perubahan yang dialami oleh Rama. Lelaki itu jadi sering mencari pekerjaan dan malas untuk jajan saat istirahat.
Kasihan, Ranum kasihan pada Rama yang harus seperti itu. Dia tidak harus seperti itu jika saja....ah, sudahlah. Tak bisa dibayangkan okeh Ranum, jika Rama sang juara kelas dan murid terpintar setamat SMA harus nganggur dan pontang-panting mencari pekerjaan. Menyedihkan...
Dia jadi merasa sangat bersalah, pokoknya setamat SMA Ranum harus bisa membantu Rama. Ini kesusahan mereka berdua, bukan Rama sendiri yang harus memikirkan semuanya.
"Makasih ya Kevin, tumpangannya..." ucap Ranum, saat sudah sampai di depan rumahnya.
"Iya Num....aku balik ya..."
"Iya, hati-hati...."
Baru saja Ranum akan beranjak masuk, Rama memanggilnya. Dia menghentikan langkahnya dan segera berbalik.
"Eh- Rama?"
"Kok baru pulang Num?" Tanya Rama penasaran.
"Kamu kok tiba-tiba ada disini?"
"Aku abis dari warung..." jelasnya, sambil menunjukkan kontrong kresek.
"Oooh...." Ranum hanya mengangguk, gugup.
Dia tidak mengerti, apa Rama melihatnya pulang bareng Kevin? Semoga saja tidak. Tapi, jikalau iya...apa yang dia harapkan? Enggak ada!
"Masuk gih! Udah malam...jangan lupa minum susunya ya..." kata Rama. Tanpa basa-basi langsung masuk kedalam rumahnya dan meninggalkan Ranum.
"s**u?" Ranum terdiam.
Rama langsung melempar kresek keatas tempat tidur, dia baru saja membeli sekotak s**u ibu hamil di minimarket depan komplek. Rencananya amu diberikan ke Ranum, karena kata ibu sampai saat ini Ranum belum ada minum vitamin atau s**u dan lainnya untuk janin. Ibu juga tidak sempat membeli dan Ranum selalu lupa untuk membelinya.
Mood nya langsung hancur saat melihat Ranum diantara Kevin, tadi. Mungkin Kevin bukan siapa-siap Ranum, tapi...Kevin suka Ranum. Dan...seharusnya Rama lah yang mengantar Ranum pulang.
Drrrrrttttt
Tiba-tiba ponselnya berdering, Rama langsung melonjak kaget. Saat tahu ada panggilan masuk dari Ranum.
"Ha...iya Num, ada apa?"
"Aku baru ingat, ibu nyuruh beli susu...."
"Aku kerumah kamu nih....bentar" potong Rama.
Secepat kilat dia mengambil kreset diatas tempat tidurnya dan menemui Ranum. Ternyata Ranum sudah menunggu diluar, didepan pintu rumahnya.
"Ini" katanya, memberikan bungkus kresek putih pada Ranum.
"Ooh, jadi ini s**u?" Tanya Ranum.
"Ehm...." Rama kembali mencoba meninggalkan Ranum.
"Rama..." panggilnya.
"Ya?" Berbalik.
"Aku dengar dari Kevin, kalau kamu gak bakal kuliah tahun ini dan kamu bakal nyari kerja...semua gara-gara aku kan? Seandainya aku gak....." kalimat Ranum terhenti, saat pelukan Rama mendadak menghangatkannya.
Rama menguatkan pelukannya, rasanya nyaman sekali. Ia ingin terus seperti ini, bersama Ranum.
"Jangan ngomong gitu lagi, aku senang kok Num. tolong jangan pikirin aku...." Kata Rama.
"Tapi...." Ranum menangis, dia sedih mengetahui sahabatnya tak akan baik-baik saja. Perasaan bersalah mengahantuinya. Rama melepaskan pelukannya, menatap lembut Ranum. Dia tahu, ini tak mudah bagi gadis 17 tahun sepertinya. Iya, ini juga tak mudah bagi Rama. Tapi...dia telah berbuat dan dia harus bertanggungjawab atas perbuatannya, itulah yang diajarkan papi padanya.
"Gimana aku gak mikirin kamu...masa depan kamu tuh cerah banget Rama...gara-gara a...." kalimat Ranum terhenti, saat Rama meletakkan jari telunjukkan didepan bibir Ranum.
"Ini semua akan baik-baik aja, selama kita bersama..." ucap Rama lirih, ia pun tak yakin. Tapi, dia harus meyakinkan Ranum, sebab...kini Gadis itu tengah hamil dan dia juga tak tega melihat Ranum menangis seperti ini.
Isakan semakin mengeras, malam semakin larut. Mama Rama pun hanya mampu mengintip apa yang terjadi didepan sana, dia tahu...ini tak mudah bagi sejoli itu. Tapi...ya, lagi-lagi kamu harus bertanggungjawab atas apa yang kamu tuai. Yang bisa dilakukannya, hanyalah berdoa agar putra semata wayangnya baik-baik saja.
-
-
-