TRAGEDY

1754 Words
Tidak ada yang tahu persis kematian itu kapan akan menjemput. Tapi yang pasti kematian selalu menyisakan sesak dan penyesalan. Seandainya Chen tahu bahwa hari ini akan kehilangan kedua orang tua, tentu Chen akan memilih untuk ikut bersama kedua orang tua dibandingkan menanggung pedih sendirian. Aku, nenek dan kakek sampai rumah duluan. Aku berlari segera menuju kamar karena kakek bilang hadiahku ada di dalam kamar. Seperti yang aku duga, iron man besar, sangat besar. Seperti nyata. Iron man berdiri dipojok kamar. Terlihat gagah dan berani, aku mendekati iron man dan memeluknya. Rasanya bahagia sekali karena aku tahu harga iron man ini tidak murah dan Cuma ada beberapa saja di dunia. "Gimana, Chen suka dengan hadiahnnya?" kake bertanya di depan pintu kamarku, aku berlari ke arah kakek. "Aku suka, terima kasih banyak kakek." Aku memeluk kakek dengan erat dan kakek balas memelukku. "Hdiah ini harus Chen rawat dengan baik, katanya ini iron man yang istimewa yang bisa bikin Chen jadi semangat lagi. Kakek berharap Chen mempunyai karakter yang sama dengan iron man. Kuat, tangguh, pekerja keras dan selalu menolong orang lain." Aku hanya memeluk erat kakek. Kemudian melepaskannya dan langsung bermain dengan iron man. Ini sudah larut malam, tapi papa dan ibu belum juga pulang, padahal katanya mereka gak akan pergi keman-mana dulu. Kringgg.... kringgg.. kring.. telpon di ruang tengah terus bunyi, Bi Ijah berjalan setengah lari menuju ke ruang tengah untuk mengangkat telpon. Setelah mengangkat telpon Bi Ijah terlihat panic dan mencari kakek, Kakek dan nenek tergesa gesa menuju ruang tengah.  Tiba-tiba kakek menjatuhkan telponnya, aku hanya melihat dari pintu kamar yang terbuka, kakek menatap ke arahku, kakek berjalan menuju arahku. Kakek memeluk erat tubuhku. "Chen harus sekuat, iron man." Nenek langsung nangis histeris dan tubuhnya roboh ke lantai, Bi Ijah membantu menenangkan nenek. Aku hanya diam, ada apa ini? Kakek nenek kenapa? Kenapa kakek nangis sambil memelukku. Aku tidak mengerti, aku hanya diam berharap kakek dan nenek menjelaskan situasi yang terjadi. "Kakek dan nenek harus ke rumah sakit, Chen dan Bi Ijah tunggu di rumah ya." "Bi. Bi Ijah kakek memanggil Bi Ijah sambil mengelap air matanya. Bi Ijah berjalan ke arah kakek. Saya dan ibu ke rumah sakit dulu, kamu jaga Chen dirumah. Jangan tinggalkan dia sendiri di kamar. Jaga dia." Kake terlihay khawatir sambil terus-terusan melihat ke arahku. "baik tuan." Bi Ijah menjawab kakek dan Kakek menghampiri nenek dan mengankat nenek berdiri. "Ayo, kita harus ke rumah sakit sekarang." Nenek beranjak dari jatuhnya dan langsung pergi bersama kakek. Mereka pergi tanpa menengok ke arahku lagi. "Kakek dan nenek kenapa Bi?" Aku bertanya karena memang tidak mengerti apa yang terjadi.  "Kakek dan nenek lagi sedikit sedih. Chen main sama bibi ya di kamar." "Papa sama Ibu kenapa belum pulang? Seharusnya kami pulang beriringan, atau malah Papa dan Ibu harusnya sampai rumah lebih dulu karena lewat jalan tol." "Papa sama ibu akan segera pulang, Chen akan segera bertemu dengan Papa dan ibu." Bibi menenangkan aku. Aku tenang karena akhirnya Ibu dan Papa akan ssgera pulang.  **** Aku tertidur sangat lelap sampai akhirnya suara ambulance membangunkan tidurku. Di depan rumah sangat berisik, aku setengah sadar beranjak dari tempat tidur dan pergi ke ruang tengah. Terlihat bibi dan beberapa pekerja rumah dengan cepat merapihkan ruang tengah, membawa kursi-kursi keluar. Dalam hati Mungkin kita mau pindah rumah.  Kakek masuk dan terlihat sedang memberikan perintah ke beberapa orang yang kerja, tidak lama kemudian terlihat beberapa orang sedang sibuk menggotong tubuh seseorang dengan dibungkus kain putih, kemudian tidak berapa lama ada satu lagi tubuh orang yang dibungkus masuk ruang tengah. Saat ini dihadapanku ada dua orang dibungkus kain putih sedang terbaring. Nenek, masuk ke dalam rumah langsung duduk lemas. Aku masih belum mencerna apa yang terjadi, yang ada dipikiranku adalah Dimana Papa dan Ibu? Sementara semua orang sibuk, ada yang menangis, ada yang mulai berdoa, aku hanya diam saja. Seperti terlupakan, mataku hanya mencari Papa dan Ibu. Kakek sedang berdiri menerima orang yang hadir, aku hampiri kakek dan aku Tarik Tarik celannya. Kakek seperti kaget dan melihat ke bawah, ke arahku, kemudian kakek berlutut di depanku. Kakek tidak seperti biasanya yang banyak bicara, kakek hanya diam menatapku dan sesekali menyeka air matanya. Sebenarnya kakek kenapa? Kenapa di rumah kita rame sekali, kek? Papa sam Ibu kenapa belum pulang? Kok papa sama ibu pergi gak ngasih kabar aku dulu? kakek tidak menjawab dan tiba-tiba menangis sangat kencang. Nenek menghampiriku dan kakek, nenek memelukku dengan erat, sangat erat sambil menangis sangat kencang. Aku menoleh ke arah dua tubuh yang dibungkus tergeletak ditengah ruangan dan dikelilingi oleh banyak orang. Tidak terasa air mata keluar dari mataku, padahal aku belum tahu jelas apa yang terjadi. Aku melihat kesekeliling orang yang ada disini, mereka semua menatapku.  Memangnya aku kenapa? Aku menangis karena kakek dan nenek menangis. Aku menangis bukan karena aku seperti kehilangan sesuatu. Aku melepaskan pelukan nenek, tidak terasa kakiku membawa langkahku menuju dua jenazah yang terbaring kaku ditengah ruangan. Aku kini berada dihapaannya, perlahan aku mendekat. Aku membuka kain penutup yang menutupi wajah salah satu dari dua yang terbaring. Aku angkat perlahan. Ini ibu, ibu terlihat sedang tidur pulas. Aku coba bangunkan ibu dengan menggoyangkan badannya, tapi ibu tidak bergerak sedikitpun. Aku terus berusaha membangunkan Ibu.  Menggoyangkan tubuhnya lebih kencang, aku Tarik kain penutup di tubuh sebelahnya. Ini papa, kenapa papa tertidur juga? aku bangunkan Ibu dan papa bergantian, tapi mereka tidak ada yang bangun. Aku kesal, aku marah, aku menangis sangat kencang karena mereka bercanda sangat keterlaluan. Kenapa mereka tidak bangun? Ini hari ulang tahunku, bahkan kue di kulkas masih belum aku makan. Aku menunggu Papa dan Ibu pulang untuk makan kue nya. Kakek memelukku erat, nenek juga memelukku erat. Mereka bergantian meyakinkan aku kalau mereka akan selalu ada di sampingku. Iya mereka memang selalu ada disampingku, sampai saat ini. Saat usiaku menginjak 27 tahun. 19 tahun lalu ketika aku berumur 8 tahun, aku berdiri disini, di makam kedua orang tuaku dengan penuh air mata ditemani oleh kakek dan nenek. Hari ini akupun berdiri disini, di makam kedua orang tuaku ditemani oleh kakek dan nenek. Mereka memang orang yang selalu menepati janji, dan aku berharap mereka selalu menepati janjinya, berada disampingku. Selain kakek dan nenek, ada satu orang lagi yang selalu berada disampingku, Kessy. Meski matanya jelalatan kesana kemari, kadang selingkuh dengan beberapa pria, tapi aku tetap jadi tempatnya kembali. "Nenek pulang dari sini mau langsung pulang atau kita jalan-jalan dulu?" Aku membuyarkan suasana sedih yang menyeliputi kami. "Nenek pengen makan soto yang ada di Jl Sudirman."  "Kalau Cuma soto, gang depan juga ada, jauh banget ke Sudirman." Kakek mencoba menggoda nenek. "OKE! Aku kabulkan permintaan nenek, kita makan soto ke Sudirman." "Aku gak ikut!" Kessy tegas menjawab. "lho, kenapa?" "Aku ada urusan, lagian aku gak bisa makan soto lamongan, terlalu banyak lemaknya." Kessy berubah jadi wanita yang sangat pemilih.  "Yasudah, biar kakek dan nenek saja yang pergi makan soto. Kamu antar Kessy pulang saja Chen." Kakek menyuruh aku pergi mengantar Kessy.  "Gak bisa gitu dong Kek, aku kan setiap harinya sibuk banget, jarang banget punya waktu untuk bisa makan diluar sama kakek dan nenek. Kessy biar diantar supir, aku hari ini berubah jadi sopir kakek dan nenek. Aku antar kemanapun kakek dan nenek mau." "Kessy gak keberatan diantar sopir?" Nenek bicara pada Kessy. "Nggak kok, nek. Maaf ya nek, aku gak bisa ikut. Aku gak terbiasa makan dipinggir jalan. Kalau nenek mau makan di resto, aku janji aku pasti ikut." "Nggak apa-apa sayang, lagian juga kamu kan harus diet biar kebayanya muat pas nikahan." Nenek mengelus punggung Kessy. Nenek tidak hanya menganggap Kessy sebagai tunangan aku, tapi juga nenek dan kakek sudah menganggap Kessy seperti cucu mereka sendiri. Nenek dan kakek sepertinya tahu, bahwa disaat-saat terpuruk hal yang bisa bikin aku bahagia adalah Kessy. Kami pulang terpisah, Kessy diantar oleh sopir dan aku pergi bersama nenek dan kakek. Didalam mobil kakek menggoda nenek. "Nanti pas kamu nikah, kasih nenek kebaya yang nyala. Biar terlihat muda". kakek menggoda nenek  "Nenek sudah tua kek." Nenek menolak sambil manyun. "Meskipun onderdil nenek sudah tua, tapi mesin nenek masih bagus. Dikira nenek mobil apa." Kake masih terus menggoda Nenek.  "Coba kasih tahu nenekmu ini Chen, mobil makin tua makin mahal." Aku mencoba menengahi dan menyudahi jailnha kakek "Iya kek, mobil makin tua makin mahal, tapi kalau mobil eropa. Nah kalau mobil China, 5 tahun juga harganya sudah anjlok." "Nenek mu ini mobil eropa." Kakek tertawa terbahak-bahak. "Kakek sama Nenek gak mau gitu tinggal di Jakarta nemenin cucunya?" "Kakek sudah nyaman tinggal di Lembang, adem dan jauh dari keramaian kota. Udaranya bagus, makanannya enak. Lain kali kamu berada di Lembang lebih lama agar kamu bisa merasakan nyamannya hidup di desa. Kakek terlihat sangat bahagia dan menemukan ketenangan." Beberapa tahun setelah Papa dan Ibu meninggal, nenek dan kakek memilih untuk tinggal di Lembang-Bandung. Mereka memulai bisnis bercocok tanam, menyediakan bunga untuk dijual. Mereka sangat bahagia dengan kegiatan mereka sekarang. Sementara aku, aku harus tinggal sendirian di apartement. Salah satu apartement mewah di kota Jakarta. Itu kenapa aku ingin segara menikah, setidaknnya sepulang kerja ada istri yang menemani. Meski aku yakin Kessy tidak akan bisa menjadi istri yang selayaknya, tapi namanya cinta, aku terima semua kekurangan Kessy. Tidak masalah bagiku dia tidak bisa masak, tidak bisa ngurus rumah, tidak bisa setrika, cuci, pel dan lainnya. Satu keahlian dia yang bisa bikin aku tertawa, itu sudah cukup.  Kessy tumbuh jadi sosialita ibu kota, kerjaannya arisan sana sini, shopping hampir setiap hari. Nyalon hampir setiap waktu. Kessy tidak pernah tahan dengan kemiskinan. Kessy juga mudah bosan, meski menjalin hubungan denganku tidak jarang Kessy pergi dengan pria lain. Bagiku tidak masalah, aku juga terlalu sibuk untuk cemburu.  Paling penting aku percaya dan yakin bahwa kemanapun Kessy pergi, baliknya pasti ke aku lagi. Aku satu-satunya pria yang cocok untuk Kessy. Tampan, kaya, pintar, apapun bisnis yang aku kerjakan tidak akan pernah gagal. Iya, orang-orang memanggilku THE MIDAS, orang yang bisa mengubah apapun menjadi emas. Orang yang akan selalu beruntung, orang yang akan selalu dikagumi oleh banyak orang. Aku bisa beri apa yang Kessy mau, dia minta uang jajan seminggu 5M, aku sanggup. Tapi ada satu hal yang aku yakini, manusia tidak selamanya beruntung, tidak selamanya kaya. Akan ada waktunya semua diambil begitu saja. Aku bekerja keras agar semua yang aku dapat tidak akan hilang, aku tidak ingin mengulang kemalanganku untuk yang kesekian kalinya.  Tuhan harus memberiku keberuntungan yang banyak, kenapa? Karena tuhan memberiku kemalangan seumur hidup. Bagaimana tidak, tuhan mengambil kedua orang tuaku. Bukankah kehilangan kedua orang tua merupakan kemalangan seumur hidup? Jadi tuhan tidak boleh dan tidak berhak memberi kemalangan yang lain, cukup ambil kedua orang tuaku yang lain jangan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD