Aleah Atmaja

738 Words
HIDDEN Rafa berfikir keras, sejuknya udara malam yang Rafa kira akan ikut andil dalam menyejukan fikirannya tak membantu apapun. Otaknya tetap saja buntu, tak dapat memikirkan jalan keluar. Masalah Alia yang berpindah agama tanpa persetujuan orang tuanya, membuat Alia kehilangan hak atas nama keluarganya. Rafa tak habis fikir Alia seberani itu. Perempuan itu tampak seperti perempuan rapuh yang harus Rafa lindungi, namun nyatanya Rafa salah. Alia adalah perempuan dengan sejuta keberanian. Mengingat obrolannya dengan Thomas, kakak Alia. Saat itu Fatma mengajak Alia pergi ke butik, berbincang tentang masalah perempuan yang tak Rafa mengerti sama sekali. Meninggalkan Thomas dan Rafa di kafe. Kebingungan. Sebelum rasa tertarik soal Alia menghantui Rafa. "Boleh saya Tanya beberapa hal?" Thomas menoleh, meletakan cangkir kopinya. Menatap Rafa yang tak bisa menyembunyikan rasa penasaran di matanya. Thomas tau, sejak penjelasannya beberapa menit lalu, membuat Rafa tertarik. Memunculkan rasa ingin tau tentang Alia dibenak Rafa. "Iya, tanya saja. Silahkan." Thomas tersenyum tipis. Rafa bukanlah orang kaku, atau orang yang terlalu serius. Seperti yang Alia ceritakan. Jauh dari itu Rafa adalah pria yang sangat dewasa. Yang mau tak mau membuat Thomas-pun merasa segan padanya. Rafa berdehem "Apa alasan Alia berpindah agama?" Thomas diam sejenak, berfikir apa harus ia ceritakan semuanya atau tidak. Tentang Alia yang dengan bodoh berpindah agama hanya karena ingin sebanding dengan Rafa. Hanya agar ia bisa bersama Rafa. Fikiran Alia sangat pendek dan kekanakan dulu. Perjuangan Alia untuk bisa bertahan sejauh ini dalam memeluk Islam bukanlah hal mudah, bukanlah hal sederhana seperti kelihatannya. Ada seseorang dibelakang Alia. Apa Thomas harus mengingatkan Rafa soal gadis berambut pendek yang sangat tomboy, yang dulu suka bermain basket dibawah terik matahari, gadis slengekan yang suka marah-marah seketika berubah drastis ketika bertemu Rafa. Apakah harus Thomas jelaskan? Rasanya tidak pantas, Alia belum tentu menyukai ide Thomas yang satu itu. Biarlah Rafa tau dari Alia sendiri. "Saya tidak bisa menceritakan detailnya, tapi alasannya bisa dibilang konyol. Dia, Alia. Jatuh cinta setengah mati pada pria yang beragama Islam ketika duduk dibangku SMA." Thomas tertawa, dulu Alia lucu sekali saat jatuh cinta dengan Rafa. Thomas merindukan Alia pemberontaknya. Meski Alia dewasa yang lemah lembut juga tak apa. Rafa kembali dihantui pertanyaan, siapa pria itu. Siapa namanya, apakah baik orangnya, apakah tampan, apakah menarik. Hingga Alia bisa dengan mudah dibuat berpindah agama. "Oh." Rafa putuskan untuk menghentikan pertanyaan seputar kisah cinta pertama Alia. Ada sesuatu yang menyusup dalam rongga hatinya, perasaan yang membuat Rafa tak nyaman. Entah apa. "Lalu, bagaimana dengan orang tua kalian setelah tau Alia berpindah agama?" "Orang tua kami marah, mengusir Alia dari rumah. Papa bilang Alia bukan bagian dari keluarga Atmaja lagi. Oleh karena itu Alia mengganti namanya. Nama yang diberikan oleh orang tua Rara." "Setelah itu Alia dapat beasiswa di Oxford sebagai dokter bedah. Lalu dia mulai hidup mandiri disana." "Orang tua Rara?" "Ada seorang Ustad, namanya kalau tidak salah. Ustad Hanan, dia membantu Alia bersama istrinya, Maryam. Alia datang ke rumah mereka. Atas bantuan Rara. Teman masa SMA Alia, sekaligus anak dari Ustad Hanan dan Ibu Maryam. Alia menceritakan alasannya berpindah agama." Thomas menghembuskan nafas pelan "Sulit sih sebenarnya, karena sudah saya katakan kan. Dulu Alia cukup pemberontak dan keras kepala." "Ustad Hanan bilang, Alasan Alia berpindah agama sangat sederhana. Namun jauh dari itu, sebenarnya Rara tau, Alia sejak lama punya ketertarikan terhadap Islam. Hanya saja keinginanya makin kuat ketika Alia yakin dia akan berjodoh dengan lelaki cinta pertamanya." Thomas ingat, dulu ketika Alia sering menginap di rumah Rara, adiknya itu sering membawa pulang buku-buku tentang Islam yang dipinjamkan dari Rara. Alia juga suka sekali mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an lewat YouTube. "Ternyata tidak." Rafa membeo, Thomas tertawa. Jawaban Rafa seolah menegaskan bahwa Alia adalah jodohnya, kondisi saat ini sangat lucu menurut Thomas, Rafa tidak tau saja laki-laki yang sejak tadi Thomas ceritakan adalah Rafa sendiri. Thomas berani bertaruh kalau dari tadi Rafa memikirkan siapa laki-laki yang Thomas maksud. "Anda tidak marah?" Thomas mengernyit, tidak mengerti "Ketika Alia pindah agama." Thomas tersenyum "Tidak, menurut saya semua agama itu mengajarkan kebaikan, yang beda itu kepercayaan. Sesederhana itu." Rafa tersenyum, Thomas benar. Tidak ada agama didunia in yang mengajarkan keburukan, kejahatan, kemunafikan. Semua agama mengajarkan hal yang sama yaitu kebaikan. "Saya dengar Alia baru menyelesaikan kuliahnya. Apa dia tidak ingin bekerja dulu?" "Yah, Sepertinya Alia akan istirahat sebentar. Tidak langsung bekerja, tapi sudah ada rumah sakit di Jakarta yang menawarkan kerja sama dengannya." "Kalau orang tua kalian membuang Alia setelah lulus SMA. Bukankah itu artinya Alia membiayai sendiri kuliahnya?" Thomas mengangguk "Iya, dia dapat beasiswa, sisanya saya yang akan membatunya dalam masalah keuangan dan support." Rafa mengangguk, Thomas adalah kakak yang baik, fikirannya begitu terbuka. Rafa tidak tau apakah orang tua Alia akan berfikiran sama terbukanya seperti Thomas atau tidak. Ini masih sore, Rafa rasa ini adalah waktu yang tepat untuk bertamu. Rumah Alia adalah rumah modern dengan cat putih bersih dan taman yang dirawat rapi. Ada gereja kecil disamping rumah Alia, disana ada anjing penjaga yang diikat, mengonggong pada Rafa, namun berhenti ketika Thomas keluar dan menyuruhnya diam. "Diam, Theo." Thomas menghampiri Rafa setelah anjing bernama Theo itu diam menciut atas perintah Thomas sang pemilik. Nampaknya keluarga Thonas baru saja selesai berdoa, Thomas nempak mengenakan kemeja putih bersih dan celana warna kream baru saja keluar dari gereja. Maleo dan Sarah diam memperhatikan sejenak dari ambang tangga gereja. Kemudian mendekat, menyambut Thomas dan Fatma. "Selamat sore." Sarah tersenyum, ramah sekali. Namun Maleo hanya diam. Tampak tak berekspresi. "Selamat sore." Balas Fatma tak kalah ramah, Rafa tersenyum. Thomas menepuk bahu Rafa. "Ma, ini tamu yang Thomas bilang. Sepertinya kita bicara di dalam saja yuk Ma." Sarah mengangguk, Sarah Nampak pucat. Tak berseri seperti biasanya. Maleo tau, istrinya itu tengah memikirkan Alia yang entah dimana. Thomas tak bisa memberitahu Sarah dan Maleo. Thomas sudah berjanji pada Alia. Meski ia juga tak tega melihat kondisi Sarah. Maleo cukup keras kepala, nampak masa bodoh namun sebenarnya Thomas tau. Diam-diam Maleo pasti menyewa seseorang untuk memantau keberadaan Alia, sama seperti ketika Alia berada di Inggris. Thomas tau Maleo meminta pengawal pribadinya, Austin untuk menjaga Alia dari jarak jauh. Rafa dan Fatma diterima dengan baik, disuguhkan kudapan dan minuman dengan ramah, Sarah masih senantiasa tersenyum dan Maleo masih dalam mode tanpa ekspresinya. "Ada perlu apa kalian datang kesini?" Maleo menatap lekat pada Rafa. Rafa tersenyum "Niat saya baik. Nama saya, Rafa Fauzan Kamil. Kedatangan saya kesini untuk menikahi putri anda. Alia Meira Atmaja." "Namanya Aleah Atmaja. Bukan Alia Meira." Thomas tau, nama Alia Meira Atmaja diberikan oleh orangtua Rara, Alia adalah nama panggilan dari keluarga Atmaja untuk Alia, nama Aleah terlalu asing di Indonesia, oleh sebab itu, keluarga Atmaja memanggil Aleah dengan Alia ketika di Indonesia. Dan ketika di Inggris Alia akan dipanggil Aleah. "Saya mengenalnya sebagai Alia, terlepas dari namanya Alia atau Aleah. Dia adalah orang yang sama." Rafa menarik nafas pelan "Pak, saya tau. Anda kecewa dengan keputusan Alia. Saya tau Alia salah, memilih jalannya sendiri tanpa perduli persetujuan anda." "Namun, saya yakin Alia akan bahagia. Apapun agama yang dia peluk. Maka, ijinkan saya membahagiakan Alia dalam ikatan bernama pernikahan." Rafa kembali menarik nafas dalam, menatap lekat dan serius pada Maleo "Saya mohon jadilah wali dalam pernikahan saya dan Alia." Sarah diam, tak pernah terfikir akan datangnya hari dimana ia akan menyaksikan Alia menikah, putri kecilnya. Sarah bahagia, Rafa nampak seperti pemuda baik-baik. Dia sangat sopan dan nampak bisa menepati janji. Maleo tau Sarah sedang amat bahagia sekarang, Sarah tak bisa menyembunyikan mata bahagianya. "Tidak." Kalimat penolakan itu tegas, lantang dan nampak tak bisa dibantah. Thomas diam, tau penolakan itu akan keluar. Maleo bukanlah orang yang mudah. Bukan orang yang bisa dengan mudah menerima dengan lapang. "Saya tidak akan menghadiri ataupun menjadi wali dalam pernikahan Alia. Sudah saya katakan dia bukan bagian dari keluarga Atmaja." "Maleo!" Sarah sudah lelah, dia hanya ingin bahagia dengan anak-anaknya disisa usianya "Kita sudah tua Maleo. Satu-satunya hal yang ingin aku lihat adalah pernikahan Alia dan Thomas. Tidakah kau mengerti." "Jangan membuat semuanya rumit. Aku mau Aleah ku kembali. Kembalikan dia Maleo!" Sarah menjerit. Maleo diam, menatap Sarah yang nampak begitu terluka. Maleo sudah terlalu kecewa. Dia tak terima semua tindakan Alia. "Sejak kecil aku mengajarkannya untuk patuh pada Bunda Maria, untuk taat ajarannya. Untuk mempercayai kitab kita. Tapi Alia melenceng. Dia membuatku kecewa." Rafa menatap kedua suami istri itu dengan prihatin, Alia juga salah dalam hal ini. "Alia sudah sangat menyesal telah mengecewakan kedua orang tuanya. Saya yakin." Rafa diam sejenak "Yang dibutuhkan bukan saling tidak menerima. Hanya butuh menerima, semua perbedaan ini bukan dosa kan. Saya tau anda kecewa. Namun saya yakin Alia maupun anda hanya saling menyakiti." "Terimalah maaf Alia." Rafa berdiri, bersama Fatma yang sejak tadi diam membisu. Tidak tau harus apa dan berbicara apa. "Saya permisi." Rafa mengucap salam dalam hati. Tersenyum pada Thomas. Kemudian berlalu. Thomas menghembuskan nafas lelah "Rafa benar Pa. Yang keluarga kita butuhkan hanya saling menerima. Kita akan bahagia. Alia kecil kita akan kembali. Hanya itu." Thomas menatap Sarah yang sudah duduk terisak, Maleo menghempaskan pantatnya di sofa, menatap Sarah yang menangis dengan rasa bersalah. "Papa dan Mama ingat. Dulu Alia suka bercerita tentang laki-laki yang sangat baik dan kata Alia laki-laki itu adalah cinta pertamanya. Papa dan Mama tau, alasan Alia berpindah agama adalah laki-laki itu, Alia mencintainya selama hampir delapan tahun lamanya." "Dan kalian tau siapa laki-laki itu. Dia adalah Rafa. Laki-laki yang baru saja berniat menikahi Alia. Selangkah lagi cinta Alia setelah hampir delapan tahun akan digapai. Kalian tega menyakiti Alia lebih dalam lagi." "Thomas juga tau, Papa mengirim Austin kan untuk memata-matai Alia ketika di Inggris." "Thomas juga yakin Papa tau, apa yang menimpa Alia beberapa bulan lalu. Hingga Alia memutuskan untuk bercadar."Thomas menghembuskan nafas lelah, berdiri dengan rasa sedih "Thomas cuma mau rumah ini sehangat dulu." Rafa nampak tak terlalu focus, memikirkan sebuah nama yang tak asing namun tetap tak bisa Rafa ingat kenapa rasanya nama Aleah Atmaja taka sing dikepalanya. "Aleah?".
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD