Rafa Faauzan Kamil

1609 Words
___HIDDEN__ Rafa menatap sekilas wanita dengan cadar didepannya, diakah yang bernama Alia? Jujur Rafa tak mengira dia adalah perempuan dengan cadar sebelumnya. Rafa malah sempat marah karena Fatma bilang kalau Alia adalah perempuan non muslim, tentu saja itu tambah memperkeruh fikiran Rafa, dia bertanya-tanya akan serumit apa kasus pernikahan amanat ini. Lalu sekarang? Alia bahkan adalah perempuan dengan cadar yang tentu pastinya sudah beragama Islam. Rafa penasaran apa yang membuat Alia mau meninggalkan agamanya kemudian dengan berani masuk Islam. "Saya Rafa Fauzan Kamil" Rafa hanya tersenyum tipis, tak berusaha menjulurkan tangan atau bahkan melirik Alia. Saya tau itu kamu Kak, kamu masih sama menghormati perempuan- Alia tersenyum dibalik cadarnya "Saya Alia Meira Atmaja, saya turut berduka atas kepergian Kak Amira dan juga calon bayi kalian" Rafa tak tau sejauh apa Fatma sudah menceritakan masalah hidupnya. Rafa tersenyum tipis. Fatma berdehem"Jadi Al, karena Rafa sudah datang tante ingin kita membahas amanat dari Amira untuk kamu" Terkejut tentu saja, Amira menitip amanat untuk Alia? Kenapa? "Sebelum kepergian Amira, dia meminta kamu untuk bersedia menikah dengan Rafa. Yakni suami dari Amira sendiri" Setelah Fatma menyelesaikan ucapannya, Alia hampir lupa bagaimana caranya menarik nafas, matanya membulat tanpa bisa ia cegah. Alia baru saja lulus dan mendapatkan gelar sebagai Dokter bedah. Dia baru saja berniat memulai karirnya. Ini bukan pertama kali ada pria mengkhitbah Alia, tapi tetap saja bukankah ini sedikit agak tidak normal. Alia tau pernikahan adalah ibadah, cara mendapat pahala berlipat, dan kebahagiaan dunia yang Allah janjikan. Tapi menikah dengan suami dari Amira, sahabat masa kecilnya yang baru saja meninggal. Ini sungguh menyentak Alia. "Tante, ma-maksudnya Alia harus menikah dengan suami Kak Amira? Tapi kenapa Alia tante?. Maaf bukan Alia menolak tapi Alia tidak mau main-main dengan pernikahaan" Alia menatap sekilas pada Rafa yang diam saja sedari tadi. "Amira punya mimpi yang terus berulang selama kehamilannya. Itu mengusiknya, di mimpinya kamu memakai gaun pengantin dan saya sebagai calon suami kamu. Saya hampir bosan mendengar mimpi yang sama. Bahkan disaat terakhirnya Amira sempat-sempatnya meminta saya untuk segera mengkhitbah kamu" Rafa menarik nafasnya "saya mengerti jika kamu menolak, itu hak kamu. Tapi itu amanah terakhir Amira untuk kamu. Jadi saya harap kamu untuk berfikir matang-matang" Alia diam membisu mencerna semua penjelasan Rafa, laki-laki itu sama bijak dan tutur katanya masih selembut dulu. Amira pasti sangat bahagia memiliki suami seperti Rafa. Aduh Al, singkirkan dulu kekaguman kamu pada Rafa. "Bagaimana dengan Kak Rafa?, apa Kak Rafa menerima?" "Jika kamu menerima begitupun saya, dan sebaliknya" Fatma menarik tangan Alia menggenggam tangan Alia "Al, tante tau ini berat, tante tidak tau apa yang membuatmu memeluk Agama Islam. Tapi tante amat bersyukur. Jika kamu ingin memikirkannya dulu fikirkanlah Al" Orang yang membuat Alia masuk Islam adalah Kak Rafa, awalnya Alia hanya ingin setara dengan Kak Rafa, Alia berulang kali ingin keluar dan menjadi orang tanpa agama. Tapi entah bagaimana Al bisa sampai sejauh ini - Alia tersenyum tipis, dari ekor matanya Alia melirik Rafa yang nampak menatap kosong kedepan, Rafa tentu masih terpukul atas kematian istri beserta calon bayinya. "Kasih Al waktu untuk berfikir dan Solat Istikharah ya tante?" Fatma tersenyum senang, setidaknya Alia tidak menolak mentah-mentah. Fatma tau bagaimana watak Alia, dia gadis yang berpendirian kuat dan cerdas. "Tentu Al, silahkan. Kamu bisa kabari tante nanti ya?" Alia mengangguk. Suara dering ponsel milik Fatma menginterupsi suasana"angkat disini saja Bunda" Rafa tidak mau duduk hanya berdua dengan Alia, akan sangat canggung dan tentu karena mereka belum muhrim. Setelah berbincang beberapa menit, Fatma ternyata mendapat telpon dari karyawannya di butik, katanya ada sedikit masalah dengan customer. "Tante ijin ke butik ya Al, ada sedikit masalah. Rafa kamu bisa antar Alia kan?" Rafa hendak menolak sebelum pelototan Fatma membuatnya diam seribu bahasa. Dengan langkah seribu Fatma meninggalkan Rafa dan Alia dalam kecanggungan yang luar biasa. "Mari saya antar" Alia hanya mengangguk, tanganya baru saja akan mengangkat koper miliknya sebelum suara Rafa menginterupsi"biar saya" Keduanya berjalan menuju parkiran, Alia benar-benar menjaga jarak dia bahka berjalan jauh dibelakang Rafa. Sementara Rafa sudah memasukan koper Alia kedalam bagasi. "Kak Rafa" suara lembut itu membuat Rafa ingin marah, hanya mengingatkannya pada Amira. Rafa berbalik, menatap Alia yang berada dalam radius sekitar lima meter dari jarak Rafa berdiri. "Kak Rafa enggak ingat Alia?" Rafa mengernyit, apa maksud Alia?bukankah ini pertemuan pertama mereka. "Tentu tidak, kita hanya orang asing. Mungkin kamu salah orang" Alia tersenyum tipis. Sedikit kecewa karena Rafa tak mengenalinya. Yah Alia akui sudah delapan tahun berlalu, dan itu bukan waktu yang singkat. Seperti kata Alia dia hanya orang mampir di hidup Rafa. Atau lebih parah, tokoh tak kasat mata di hidup Rafa. Rafa membukakan pintu belakang untuk Alia. Ini bukan masalah Rafa adalah supir atau apa. Rafa hanya menjaga jarak. "Kamu tidak keberatan kan?" "Tidak masalah kok" Alia masuk kedalam mobil Rafa, mobil itu bersih dengan aroma kopi. Khas Rafa sekali, perfeksionis. Ketahuilah selama diperjalanan mereka hanya diam seribu bahasa. Rafa bahkan tak perlu repot untuk menyetel musik atau sekedar radio. Alia bahkan berfikir keras untuk bernafas. Takut suara nafasnya terdengar ___HIDDEN__ Ternyata rumahnya masih sama, hanya saja Alia yang merasa berbeda. Dia merasa bersalah. Dulu Alia masih labil dan keras kepala. Orang tua Alia adalah orang yang paling menentang keputusan Alia untuk pindah agama. Sementara kakaknya Thomas, dia tidak keberatan. Thomas berfikiran terbuka tidak seperti orang tua Alia yang sangat memandang kesempurnaan keluarga. Sarah dan Maleo Atmaja. Orang tua Alia. Bahkan mungkin sudah tidak menganggap Alia sebagai bagian dari keluarga Atmaja. Biaya kuliah Alia selama ini adalah Beasiswa, sisanya untuk kehidupan tambahan Alia ketika di Inggris adalah bantuan Thomas kakaknya. "Hey, my litle sister!" Alia tersentak dari lamunannya. Ia menatap Thomas yang sedikit berlari ke arahnya. "Thom!" Thomas tertawa keras ketika Alia berlari kepelukannya. Alia tetaplah Alia kecil bagi Thomas. Alia mungkin terlihat dewasa bagi beberapa orang. Mereka hanya tidak tau Alia yang sesungguhnya. Alia yang manja, polos dan menggemaskan. Itulah gambaran Alia bagi Thomas. "I though you was kidding on me. Kamu serius mau makai ini Al? Apa namanya?" Alia memutar bola matanya malas"ya iyalah, ini cadar Thomas. Dasar pikun"Alia sudah menjelaskan pada Thomas puluhan kali soal cadarnya. Dasarnya saja Thomas memang agak pikun. "Well terserah. Sini kopermu"Thomas mengambil alih koper Alia, sebenarnya Alia takut masuk kedalam. Ia tau didalam sedang ada acara keluarga. Pastinya ada Maria yang bermulut pedas, ada Bibi Leah dan Paman Josh yang selalu memandang Alia sejak kejadian hari itu. "Thom. Al takut" Thomas menghentikan gerakannya yang hendak membuka pintu, ia menatap mata Alia yang memancarkan rasa takut. Mungkin Alia trauma atas perlakuan keluarganya sendiri. "Sejak kapan Al ku ini jadi penakut. Come on kamu punya aku Al" Thomas menarik tangan Alia, dan Alia berusaha menarik nafas sebanyak-banyaknya sebelum masuk kedalam rumah. Tepat seperti dugaan Alia, awalnya Alia fikir mungkin semua berubah. Mungkin semua bisa menerima Alia, tapi melihat tatapan itu lagi Alia pesimis. "Siapa itu Thom?" Itu suara paman Josh. Mungkin mereka belum mengenali Alia, karena Alia memutuskan bercadar sejak empat bulan lalu. Saat awal masuk Islam pun Alia tak mengenakan hijab atau jilbab. "Ini Alia Paman" Bibi Leah berdiri"Bibi kira teroris" Belum sempat Alia menenangkan diri, Maria datang dan mendekati Alia"your so funny Al. Aku bahkan mengira kau ninja hahaha.." "Tutup mulutmu atau ku tendang kau dari sini Maria" Maria menatap remeh pada Thomas"yah terserah kau saja Thom" "Katakan pada anak itu Thomas!" Itu suara Maleo, dia tetap bugar dan sehat, setidaknya Alia bisa tenang. "Bahwa sejak dia berpindah Agama. Dia bukan bagian keluarga ini lagi!"Maleo menatap tajam pada Alia. "Kau fikir kami akan menerimamu. Setelah kau bertindak semaumu. Urus dirimu sendiri. Sekarang pergi dari sini" Maleo masih menatap tajam pada Alia. Mata Alia tertuju pada Maleo, hati Alia sakit. Maleo adalah Papa yang lemah lembut dan penyayang ini bukan Maleo yang sesungguhnya. Alia tau Alia salah, tapi tidak bisakah mereka hidup damai dengan menerima perbedaan Alia. "Mama"cicit Alia ketika Sarah memandanginya dengan sendu dari atas tangga. "Pa, apa tidak bisa Papa terima Alia dengan agamanya. Semua Agama mengajarkan kebaikan Pa, yang beda itu kepercayaan kita. Alia memilih percaya pada agama Islam itu pasti ada alasannya. Tho-" "Diam Thomas. Papa tau kenapa kamu begitu membela Alia" "Kamu jatuh cinta pada perempuan muslim juga!" Thomas diam membisu. Sementara Alia tidak tau sama sekali akan hal itu. Alia menatap Maleo dengan ragu. "Maafin Alia Pa. Tapi Alia mohon jangan putuskan hubungan keluarga kita. Kalau Papa ingin Alia pergi. Alia akan pergi Pa" "Alia sayang Papa Mama" Alia melepaskan tangan Thomas dan tersenyum dibalik cadarnya. Alia mengambil alih kopernya, menatap Maleo dan Sarah sekali lagi. Kemudian mengucap salam dalam hati. Alia hanya berdoa nanti pasti akan datang waktu dimana semua keluarganya menerima Alia. __HIDDEN__ Rafa menatap foto pernikahannya dengan Amira. Sudah dua minggu sejak kepergian Amira dan calon bayi mereka. Fatma memutuskan mengelola butik milik Amira. Rafa tak keberatan, toh Fatma sudah seperti Ibunya sendiri. "Mas tau alasannya sekarang. Dia mirip sekali sama kamu Ra. Suaranya lemah lembut seperti kamu. Kadang Mas ingin marah. Karena setiap dia bicara. Itu hanya membuat Mas membayangkan kamu" "Meski Mas tidak tau rupa wajahnya. Mas boleh kan menganggap dia seperti kamu Ra?" Rafa mungkin gila, sejujurnya ia marah saat suara Alia terdengar seperti suara Amira. Mereka seolah memiliki cara bicara yang sama. Tutur kata mereka sama lembutnya. Apa dosa kalau Rafa anggap Alia itu Amira? Rafa merasa rindu setengah mati pada Amira, dia terus berkhayal soal bayi bayi dan bayi. Padahal Rafa sudah mengosongkan semua barang Amira dan merombak kembali kamar bayi yang telah mereka buat. Kamar berwarna putih dengan kombinasi soft blue. Mainan yang begitu banyak,pakaian lucu itu sudah tidak ada. Tapi tetap saja Rafa marah karena rindu dan rasa bersalah yang menyiksa. Dalam hati Rafa berdoa semoga gadis bernama Alia itu tidak menerima pernikahan itu. Note: How about this part?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD