Ungkapan Perasaan

1707 Words
Jun dan Sari sedang duduk berduaan di sentra kuliner lesehan panganan rakyat dengan beralaskan selembar tikar pandan. Tikar yang dihamparkan di atas tanah lapangan yang berumput. Suasana malam terasa syahdu dengan pencahayaan remang-remang yang hanya dari sebuah Lampu minyak di atas meja kayu. Sementara lampu-lampu keramaian pasar malam di bagian lain hanya sanggup memberikan pencahayaan yang seadanya. Cahaya yang terkalahkan oleh gelapnya malam di sudut bagian kuliner ini. Langit cerah tanpa awan dengan bulan yang nyaris bulat penuh serta ribuan bintang bersinar terang juga semakin mempesona terlihat. Suasana yang cukup syahdu, romantis dan hangat untuk dapat memulai pembicaraan. Apalagi jika ditemani dengan sajian lontong cecek plus kupang hangat. Masih ditambahi pula dengan segelas jeruk hangat yang ikut tersaji di atas meja di depan Sari dan Jun. "Ini makanan apa?" Sari bertanya kebingungan sambil menghadap kedua piring di meja. Makanan yang sama sekali tidak pernah dia lihat dan makan. "Ya itu tadi namanya lontong cecek mix kupang," Jawab Jun. "Aku tahu si Kupang itu sejenis kerang yang ukurannya kecil-kecil. Tapi cecek ini apa?" "Kulit sapi, kemarin kan kamu pernah makan gudeg. Nah yang empuk-empuk dioseng pakai kacang merah itu kemarin juga cecek." Jun berusaha menjelaskan apa yang dimaksud dengan cecek. Entah mengapa kalau ngomong dengan Sari harus sedetail mungkin dan sedikit panjang. Kalau nggak bakalan ditanya dan ditanya lagi. Sari ini terlalu cerdas dan kritis anaknya. "Hiiiii kulit sapi?" Sari sedikit bergidik ngeri membayangkan dirinya akan memakan kulit sapi. "Rasanya kayak gimana tu?" Sari masih ragu untuk mulai menyuap makanannya. "Enak kok. Ayo cobain dulu! Hati-hati masih panas." Jun meniup beberapa kali sesendok makanannya yang masih mengepulkan uap panas. Kemudian pria itu menyodorkan kepada Sari, bermaksud untuk menyuapinya. "Eh? Aku, aku bisa makan sendiri." Sari menjawab dengan salah tingkah. Terlalu malu untuk menerima suapan dari Jun. Apalagi ini di tempat umum, kalau dilihat orang lain bagaimana? "Ayo mangap saja dulu," Jun pura-pura tak mendengar protes dari Sari. Udah kepalang tanggung rasanya. Akhirnya Sari mengalah juga untuk membuka mulutnya dan menerima suapan dari Jun. Dikunyah pelan-pelan dan dirasakannya sensasi serta cita rasa makanan yang ada di mulutnya. Enak kok, empuk dan gurih. Lupakan saja soal salaknya yang katanya dari kulit sapi. "Gimana? Enak kan?" tanya Jun. "Iya, tasted good. Empuk, terus gurih." Sari menyetujui pendapat Jun. Sari senang juga rasanya jadi tahu banyak makanan yang sama sekali tidak pernah dirasakan olehnya. Kemudian keduanya menyantap dan menikmati sajian makan malam mereka dengan lahapnya. Mungkin karena suasana yang terasa nyaman, rasa hidangan yang cukup enak atau memang karena keduanya sedang lapar. "Tadi kamu mau ngomong apa, Jun?" Sari bertanya pada Jun setelah mereka menghabiskan hidangan. Penasaran dengan apa yang kira-kira ingin dikatakan Jun tadi. Seketika suasana hangat seolah langsung berubah seratus delapan puluh derajat bagi Jun. Yang dia rasakan adalah hawa dingin dari hembusan angin yang bertiup di tengkuknya. Suasana yang membuat Jun sedikit meremang bulu kuduknya. Keringat dingin tak mau kalah ikut mengalir deras di tengkuk Jun, bukan karena mabuk paska naik ombak banyu tadi tentu saja. Tapi lebih-lebih karena sepertinya sudah saatnya bagi Jun untuk mengatakan perasaanya kepada Sari. Mengatakan isi hatinya yang sejujurnya pada gadis itu. Perasaan yang sudah dipendam olehnya selama bertahun-tahun lamanya. Grogi dan nervous banget asli. Bahkan sensasi rasanya lebih parah dari waktu naik ombak banyu tadi. "Sar ... Heemm, aku sebenarnya ..." Jun kebingungan harus bagaimana untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. "Ya Jun?" Sari bersiap untuk mendengarkan ucapan Jun yang sepertinya akan sangat serius. "Aku ... Aku ..." Jun gagal merangkai kata. Malah menggaruk kepalanya yang tidak gatal, keki abis. "Kenapa sih?" Sari semakin penasaran. Mau tak mau Sari jadi teringat dengan ucapan Intan di kantin waktu itu. Bahwa Jun menyukainya dan ingin mengatakan perasaan kepadanya. Tapi masa iya sih? "Aku ... Aku ke toilet sebentar ya ..." "Haaaah?" Sari sudah nyaris tertawa terbahak-bahak demi mendengar jawaban Jun yang sama sekali tak terduga. Apaan coba si Jun ini? Bikin galau aja dia pakai acara mau ngomong dengan nada serius begini. Ternyata cuma minta ijin ke toilet doank? Tapi entah mengapa Sari juga merasakan sedikit kecewa di hatinya. Kenapa ini? Apa aku kecewa karena dia gak jadi nembak? Aaarrgh bisa gila! "Yaudah sana cepetan, awas nanti ngompol di sini lho ya." Sari terkikik ringan mengiringi Jun yang bangkit dari duduknya dengan buru-buru. Jun beranjak pergi meninggalkan Sari. Mencari-cari dimana tempat toilet umum. Dia berjalan pergi menjauh sambil mengutuki kebodohannya sendiri. Aduuuuuh, kok malah ngomongin toilet? Yah memang sih karena saking semangatnya kencan dan saking groginya mau katakan cinta sama Sari, dirinya jadi kebelet pipis juga. Mungkin alam bawah sadarnya yang mengarahkan otaknya untuk spontan mengatakan hasrat terpendamnya akan toilet. Hasrat yang bahkan mengalahkan keinginan untuk menyatakan perasaan cintanya pada Sari. Setelah menyelesaikan ritual toiletnya, Jun mengambil beberapa waktu sebentar untuk berdiam diri di depan kaca wastafel toilet. Bermaksud untuk mensugesti dirinya sendiri agar lebih berani. Untuk bisa menyatakan perasaanya kepada Sari. "Ayo Jun. Kamu pasti bisa ... Kamu bisa, harus bisa!" Jun menepuk pipinya dengan kedua telapak tangannya. Memberikan semangat pada diri sendiri. "Ujian profesi dan ujian kompetensi secara tulis dan lisan aja bisa, masa ujian katakan cinta gak bisa?" "Lebih susah bikin Jurnal Medis." "Lebih susah lagi study kasus." "Jadi pasti bisa! Semangat!" Jun juga jadi teringat kata-kata Roni, bahwa Sari adalah seorang gadis yang istimewa. Gadis yang cantik, baik, manis, tipe yang disukai oleh banyak pria. Bahkan lebih jauh Roni saja dengan terang-terangan mengaku menyukai Sari. Kalau gak cepet-cepet ditembak beneran bisa diduluin yang lain ini kayaknya. "Yosh! Let's go! Apapun hasilnya, pokoknya harus semangat!" Jun melangkahkan kakinya dengan mantap. Dengan semangat empat lima berkobar di d**a, ke arah Sari menunggunya. "Udah lega?" Sari menggoda Jun sambil cekikikan ringan, saat pria itu sudah kembali duduk di sebelahnya. Diluar dugaan Sari, Jun diam saja tidak membalas gurauannya. Malahan pria itu menatapnya dengan sangat tajam dan meraih kedua jemari tangan Sari. "Sar, aku suka sama kamu. Dan aku juga sayang sama kamu." Tanpa bisa dicegah kata-kata itu seakan meluncur begitu saja dari mulut Jun. Kata-kata yang sudah dilatihnya sejak tadi selama perjalanan dari toilet kesini. Perasaan jujur yang sudah lama terpendam di lubuk hatinya dan tak pernah sanggup terucap oleh mulutnya di hadapan Sari. Lega, rasanya sangat melegakan untuk dapat mengungkapkan kalimat sakral itu. Meskipun belum tentu Sari akan membalas perasaannya, tapi paling tidak Jun sudah dapat mengatakannya. Kelegaannya bagaikan penyakit bisul yang akhirnya meletus. Sari ternganga dan terbelalak kaget demi mendengar perkataan Jun. Perkataan yang tegas, serta mampu menggaung dan berdengung berkali-kali di kepalanya. Jadi benar kata Intan bahwa Jun menyukai aku? Bahwa Jun adalah penggemar rahasiaku? Cukup lama Sari hanya terdiam tak menjawab. Terlihat sangat bimbang dan menimbang-nimbang segala sesuatu dalam otaknya. Membuat Jun semakin gregetan dan tak sabaran menanti jawaban. Semakin dag dig dug dan menggila saja detak jantungnya karena tingginya lonjakan hormon adrenalin. Tik...tik...tik... Beberapa detik pun berlalu begitu saja. Detik-detik panjang yang kemudian berubah menjadi menit-menit yang terasa sangat lama ... Lama sekali waktu bergulir rasanya demi menanti jawaban Sari. Sari mencoba mengingat-ingat dan memikirkan kembali apa arti Jun baginya. Sari tahu benar bahwa Jun sudah memiliki tempat tersendiri di hatinya. Jun terasa spesial baginya. Bukan seperti perasaan pada mas Ardi yang hanya sekedar kagum atau obsesi. Perasaanya Sari kepada Jun terasa jauh lebih murni. Terasa seperti kebutuhan baginya untuk bisa bersama dan dekat dengan pria pendiam itu. Perasaan nyaman. "I'm happiest when I'm being myself and I'm myself when I'm with you - Aku merasa paling bahagia jika aku menjadi diriku sendiri. Dan aku bisa menjadi diriku sendiri jika aku berada bersamamu." Akhirnya jawaban itu datang juga dari mulut Sari. Lirih saja kata-kata itu terdengar. Jawaban dari mulut Sari yang sudah lama dinantikan oleh Jun. Tunggu-tunggu, artinya apa coba? Diterima apa enggak ni? Kok kayaknya masih ambigu begini jawaban dari Sari? Sari merasa bahagia saat bersama denganku? Apa itu artinya dia juga suka padaku? "So what it's mean?" Jun bertanya dengan perasaan campur aduk. Ah bodoh amat dikira gak bisa bahasa Inggris atau apa, yang penting pastikan dulu maksud dari jawaban Sari ini. Biar jelas dan gak ambigu lagi. "Maaf ... Aku belum tahu perasaanku sama kamu ini apa, tapi yang pasti aku merasa nyaman saat bersama kamu." Sari mencoba menjelaskan arti dari perkaranya. Masih merasa sangat kaget, syok dan bingung dengan pernyataan tiba-tiba Jun padanya. Jun dapat melihat raut muka tidak nyaman di wajah Sari. Tak tega juga rasanya membuat gadis itu sampai kebingungan dan serba salah begitu. "Tenang saja, Sar. Aku juga tak ingin memaksakan suatu status hubungan tertentu sama kamu. Cukup kamu tahu saja ungkapan perasaanku kepadamu." Sari kembali terdiam, terharu dengan cara Jun mengungkapkan perasaanya. Cara Jun memperlakukan dirinya dengan sangat lembut. Ternyata benar kata Intan pria ini menyukai dirinya sampai sebegitunya. "Sudahlah, kamu jangan mikir macam-macam lagi. Selanjutnya cukup kita jalani saja semua seperti biasa. Biarkan waktu yang akan menuntun jalan takdir kita berdua ke arah mana." Jun mencoba meyakinkan Sari. Bahwa dirinya akan bersabar menunggu. Sari hanya bisa mengangguk menyetujui sebagai jawaban. Jun merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan sebuah gelang mainan dengan liontin kupu-kupu berwarna biru. Jun memberikan gelang itu di telapak tangan Sari, rupanya gelang itu yang diincar Jun sebagai hadiah pertukaran kuponnya tadi. "Apa ini Jun?" Sari mengamati sebuah gelang mainan yang diletakkan Jun di telapak tangannya dengan takjub. Cantik sekali. "Buat kamu. Pasti cocok sekali kamu pakai," Sari tersenyum menerimanya, mencoba memasang gelang itu di lengan kirinya. Tetapi ternyata sedikit kesulitan dengan hanya menggunakan satu tangan. "Sini aku bantuin," Jun menawarkan bantuan, dan Sari hanya mengangguk sambil menyodorkan lengannya. "Cantik," Jun memuji sambil tersenyum memandangi gelang di lengan Sari. "Makasih ya Jun." Sari terharu menerima gelang dari Jun. Bukan masalah harganya, tapi nilainya. Gelang mainan ini bagi Sari bahkan harganya lebih mahal dari segala perhiasan mewah miliknya. "Kamu harus jadi kupu-kupu yang cantik. Terbanglah bebas dan hinggaplah di bunga-bunga yang indah. Nikmatilah hidupmu, jangan lagi bersedih atau tertekan dengan segala sesuatu. Kamu harus berbahagia." "I Will," Sari semakin terharu rasanya mendengar ucapan Jun tentang kupu-kupu yang dianalogikan sebagai dirinya. "Kamu bisa mencariku setiap saat membutuhkanku, aku akan selalu ada untukmu." Jun menambahkan sebagai bentuk kesungguhan bahwa dirinya benar-benar menyayangi Sari. Bahwa dirinya akan selalu berusaha membahagiakan gadis itu. Sekali lagi Sari hanya bisa mengangguk dan memberikan senyuman indahnya kepada Jun. Bahagia sekali rasanya mendapatkan pernyataan kesanggupan Jun padanya. Sari pasti akan mencari Jun pertama saat membutuhkan pertolongan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD