Festival Pasar Malam

1838 Words
Jun memarkirkan motornya di parkiran pasar malam yang sudah penuh sesak dengan motor-motor para pengunjung lain. Dia mengajak Sari untuk keluar dari parkiran, menuju ke pusat keramaian pasar. Mereka berdua berjalan beriringan menyusuri jalanan berumput. Sepertinya pasar dadakan ini memakai tempat di sebuah lapangan desa. "Kamu benar, kalau bawa mobil pasti kita gak bakalan bisa dapat parkiran." Celetuk Sari sambil mengamati tempat parkir. "Bisa si, parkir agak jauh." "Tapi kan jadi perlu jalan lumayan lama untuk bisa sampai kesini. Mungkin inilah kelebihan pakai motor ya?" Sari akhirnya mengerti alasan Jun lebih suka untuk memakai motor daripada mobilnya. "Iya. Lebih fleksibel." Jun membenarkan. Banyak sekali orang yang datang dan hadir di pasar malam ini, mungkin dari segala pelosok kota Genting dan sekitarnya. Mereka sibuk berlalu lalang, berbelanja, membeli makanan, atau menikmati wahana permainan yang dijajakan di pasar malam ini. Jun mengulurkan tangannya untuk meraih dan menggenggam sebelah tangan Sari, tak ingin terpisah atau lebih parahnya gadis itu akan tersesat di tengah keramaian manusia ini. Apalagi dengan Sari yang belum terbiasa dengan suasana keramaian khas rakyat begini, sungguh mengkhawatirkan. Sari celingukan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Rame banget asli, ratusan orang berjalan mondar-mandir memenuhi lapangan yang telah disulap menjadi pasar. Deretan-deretan stan-stan pedagang menjajakan berbagai macam barang dagangan mereka. Tak ketinggalan berbagai cemilan dan makanan beraneka ragam juga digelar di bagian sentra kuliner. Mau tak mau Sari menjadi takjub, tapi juga bingung sekaligus melihat suasana asing disekitarnya. Betapa kagetnya Sari saat Jun tiba-tiba meraih sebelah tangannya, mengenggam dengan erat tapi juga lembut. Seakan pria itu ingin menjaga dirinya ditengah keramaian yang luar biasa ini. Melindungi dirinya dari apapun kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Sari tersenyum menyambut genggaman tangan hangat itu. Tak keberatan dan tak ingin menolak perlakuan protektif Jun kepadanya. Dia merasa senang sekali malah, dengan sifat Jun yang sangat melindungi dan menjaga dirinya begitu. "Kamu mau kemana dulu?" tanya Jun pada Sari. "Aku belum pernah ke tempat seperti ini. Enaknya ngapain dulu ya? Permainan?" Sari sangat bersemangat untuk memulai petualangan barunya. "Mainan itu yuk," Sari menunjuk sebuah wahana permainan 'ombak banyu'. "Yakin kamu berani naik itu?" Jun sedikit kaget dan ngeri dengan pilihan wahana permainan pertama Sari. "Kenapa memangnya?" "Coba liat deh, kalau nanti kamu naik itu, terus diputar-putar dan naik turun begitu. Gak mual? Gak takut jatuh?" Ujar Jun terlihat cemas memikirkan Sari akan menaiki wahana berbahaya begitu. "Enggak, malah kayaknya seru, ayo cobain!" Diluar dugaan Jun, Sari malah semakin bersemangat untuk mencoba. Gadis itu mendahului langkah Jun ke arah permainan yang diinginkannya. Membeli tiket untuk dua orang dan menunggu giliran naik dengan bersemangat. Jun hanya bisa mendengus pasrah dan mengikuti saja kemauan Sari kali ini. "Pegangan yang erat lho ya, jangan dilepas tangannya dari sandaran." Jun membantu Sari naik ke wahana 'Ombak Banyu'. Memberikan instruksi agar Sari melingkarkan lengan dan berpegangan erat pada sandaran kayu. Kemudian Jun juga mengambil duduk tepat di sebelah untuk Sari. Asli masih ketar ketir rasanya membiarkan Sari naik wahana berbahaya begini. "Ok, boz tenang aja." Sari semakin senyam-senyum kegirangan. 'Dasar kamu ini, gak tahu apa yang disini udah khawatir.' Jun menghela napas panjang. Beberapa waktu kemudian wahana pun mulai dijalankan. Naik turun dan berputar-putar tanpa henti, mempontang-pantingkan semua penumpang yang ada di atasnya. Ditengah keadaanya yang penuh guncangan, Jun masih berusaha untuk melihat keadaan Sari yang duduk di sebelahnya. Jun takut gadis itu kenapa-napa. Takut mabuk atau pegangannya terlepas hingga jatuh. Namun betapa kagetnya Jun, ternyata Sari malah terlihat sangat bahagia, tersenyum dan tertawa lepas. "Hahahaha seruuu ... Aaaaaaaaa." Sari berteriak-teriak kegirangan sepanjang permainan berlangsung. Sama sekali tidak terlihat takut, ngeri atau mual. Malahan sangat menikmati dan menjiwai suasana permainan sampai akhir. "Kamu gak pa-pa Jun?" Sari bertanya setelah akhirnya mereka turun dari wahana. Kembali menjejak tanah yang datar dan stabil. Sar sedikit khawatir melihat Jun yang terlihat pucat dan banyak berkeringat. Bahkan pria itu sudah membungkukkan badan seperti mau muntah. "Gak pa-pa. Cuma agak pusing dan mual." Jun menarik napas dalam-dalam untuk meredakan rasa tidak nyaman di dalam tubuhnya. "Wah kamu gak tahan dengan wahana diputer-puter begitu ya ternyata?" Sari cekikikan mengetahui kelemahan Jun. "Kita cari permainan yang aman saja abis ini." Jun memohon kali ini. "Hahahha ok deh...Hemmm kemana ya? Eh itu aja permainan menangkap ikan!" "Iya, ayo." Jun membuang napas lega mendengar pilihan permainan Sari selanjutnya, sepertinya aman. Wahana yang dipilih Sari kali ini adalah wahana yang banyak diminati oleh anak-anak. Jelas aja menangkap ikan dengan saringan kecil dari kertas begitu memang hal yang disukai anak-anak kan kecil? Anak-anak usia sekolah dasar. Tapi Sari sama sekali tidak malu untuk ikut bergabung dan bermain bersama mereka. Sari ikut berlomba menangkap ikan ke mangkok. Kegiatan yang ternyata tidak mudah karena jaring kertas yang basah mudah sekali jebol. "Ma, kakak itu curang. Sudah gede mainnya lawan anak kecil." Seorang anak kecil merengek kepada ibunya demi melihat Sari yang bermain dengan sangat antusias. Jun sudah cekikikan mendengarnya, tapi Sari tidak perduli. Gadis itu tak mau berhenti bermain sampai akhirnya dia berhasil mendapatkan satu ikan mas. Setelah entah berapa kali permainan, beberapa kali beli karcis dia. Harga karcis yang tentunya jauh lebih mahal dari harga ikan itu sendiri. "Yeeeey, akhirnya berhasil!" Sari kegirangan memamerkan ikan yang didapatnya pada Jun. "Iya kamu hebat." Jun memuji Sari sambil menepuk ringan puncak kepalanya. Gemesin banget sih ini cewek? Dalam hati Jun mengakui bahwa Sari mang hebat, dia dengan segala kegigihannya. Semangat pantang menyerah sebelum akhirnya dia bisa mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Baik dalam permainan ataupun dalam kehidupan nyata, Sari adalah seorang fighter - pejuang. "Giliran kamu sekarang, kamu mau main apa?" Sari menantang Jun, ingin melihat keahlian pria itu. "Main itu aja deh," Jun memilih arena permainan melempar gelang ke botol. "Haaa? Lempar gelang? Emang kamu bisa?" "Bisa, lihat aja." Jawab Jun percaya diri. Dia langsung membeli tiket untuk sepuluh kali lempar. Jun mengambil posisi dan kuda-kuda sebelum melemparkan gelang pertama, meleset. Gelang kedua meleset lagi, tapi sudah lebih mendekati sasaran. Gelang ketiga akhirnya berhasil masuk mengenai target dengan tepat. Dan lemparan-lemparan selanjutnya banyak yang tepat mengenai sasaran. "Horeee berhasil!" Pekik Sari kegirangan melihat keberhasilan Jun. "Dapat apa?" "Dapat kupon," "Terus kuponnya buat apa?" "Dikumpulin buat tuker hadiah." "Waduh masih lama donk mainnya?" Sari mengerutkan dahinya, mengedarkan pandangan ke deretan etalase hadiah yang dipajang. Memang sih hadiahnya banyak yang mewah seperti kamera digital, memory card, tongsis, bluetooth headset dan lainnya. Tapi jumlah kupon yang dibutuhkan untuk penukaran juga tak sedikit jumlahnya. Mau main berapa kali untuk bisa dapetin salah satu hadiah itu? "Tungguin sebentar ya," Jun meminta waktu untuk terus bermain. Akhirnya Sari hanya mengamati permainan Jun yang lumayan bagus. dua banding tiga lemparannya tepat sasaran lah paling tidak. Dia mengincar apaan si? Apa ada hadiah yang dia inginkan? Serius bener mainnya? Sambil menunggui Jun bermain, Sari mengedarkan pandangan ke bagian kuliner. Berbagai jajanan menarik ditawarkan disana, telur gulung, sosis bakar, cilok, siomay sampai jagung bakar pun ada disana. Duh jadi ngiler, kepengen semuanya. Pandangan mata Sari lalu teralihkan pada sesuatu yang berwarna pink terang menyenangkan. Gula-gula kapas, makanan yang terbuat dari gula yang diputar dalam sebuah alat sentrifugal sehingga menghasilkan benang-benang lembut yang nantinya akan bergabung menjadi satu seperti kapas yang lembut. Gimana rasanya ya? Enak kayaknya? "Kamu lagi liatin apa?" tanya Jun tiba-tiba sudah menghampiri Sari setelah menyelesaikan permainan lempar gelangnya. Penasaran dengan apa yang dilihat gadis itu sampai sebegitu seriusnya. "Eh kamu sudah mainnya? Dapet apa?" tanya Sari penasaran dengan hadiah incaran Jun. "Sudah," Jun menjawab singkat. "Tuker hadiah apa?" Sari mendesak, penasaran. "Rahasia," Jun berlalu mendahului Sari berjalan. Tak ingin menjawab pertanyaan Sari. "Iiih curaaaang!" Sari mengikuti langkah Jun yang ternyata berhenti di seorang pedagang gula kapas. Jun membeli setusuk makanan manis itu. "Ni, buat kamu." Jun menyodorkan pada Sari. "Haaaah? Makasih ya." Sari kaget juga menerima pemberian Jun. Kok bisa tahu Jun kalau dirinya kepengen gula kapas? Makanan yang menggoda dengan warna pink, terlihat menggemaskan. So sweet banget! Sari langsung membuka kemasannya dan memakan gula kapas itu dengan kegirangan, enak banget rasanya manis dan lembut meleleh di mulutnya. "Suka ya?" tanya Jun ikutan senang melihat wajah bahagia Sari saat memakan gula kapas itu. "Ini cobain," Sari mengangguk kegirangan dan menawari Jun, dan pria itu ikut mengambil secuil makanan berwarna pink itu dan memakannya. "Sebenarnya baru pertama kali aku memakan makanan ini. Ternyata begini toh rasanya." Sari terus mengunyah gula kapasnya, tak bisa berhenti mengunyah. Sari berjalan ringan sambil bercerita. Jun tidak menjawab, hanya menunjukkan wajah yang menyimak pembicaraan Sari. Ikut berjalan perlahan beriringan mengiringi langkah Sari. "Waktu kecil aku pernah ikut papa ke acara grand opening pembukaan salah satu klinik kami. Aku melihat ada penjual gula kapas, aku minta dibelikan itu. Tapi papa gak mau belikan, katanya gak baik untuk kesehatan gigiku. Aku sampai nangis minta dibeliin gula kapas waktu itu. Tapi tetap saja tidak dibelikan, bahkan lebih jauh papa memarahiku karena bertingkah sangat memalukan..." "Akhirnya setelah sekian lama aku bisa makan juga gula kapas yang dulu sangat kuinginkan. Makasih banyak ya, Jun." Sari mengembangkan senyuman indahnya untuk Jun. Jun tertegun sejenak mendengar cerita Sari. Merasa sangat kasihan pada gadis itu, yang bahkan sejak kecil hidupnya penuh dengan tekanan dan aturan. Tak tega dan tak ingin Sari merasakan perasaan seperti itu bahkan sampai usia dewasanya. "Mulai sekarang kalau kamu ingin sesuatu, bilang sama aku." Jun tiba-tiba mengatakan apa Yang ada di kepalanya kepada Sari. Sari menghentikan langkahnya, berbalik untuk berhadapan dengan Jun. Didapatinya Jun yang menatap dirinya dengan wajah sangat serius. Sama sekali tidak bercanda sepertinya. "Gak usah ragu, bilang saja kamu ingin apa. Akan aku bawakan buat kamu." Jun memberikan kesanggupan. "A, apaan si maksud kamu?" Sari sedikit kebingungan dengan pernyataan tiba-tiba dari Jun. Tapi dapat dirasakan dalam hati adanya suatu sensasi yang sangat menyenangkan. Seolah setangkai bunga tiba-tiba mengembang dan bersemi disana dengan indahnya. Sari buru-buru mengalihkan wajahnya dari pandangan Jun, wajahnya yang sudah terasa sangat panas. Pasti sudah memerah, sangat memalukan. "Sar, aku kepingin ngomong sama kamu..." "Apa Jun?" "Ayo kita cari tempat dulu," Jun sekali lagi meraih tangan Sari dan menuntunnya ke arah stan-stan kuliner. Mereka berjalan beriringan dan akhirnya berhenti di sebuah stan lontong cecek dan lontong Kupang. Jun mengajak Sari mampir dan duduk lesehan di tikar yang dihamparkan sang pedagang, ngemper. Sekilas Jun dapat melihat ekspresi wajah tidak nyaman Sari untuk duduk di tanah dengan beralaskan tikar begitu. Mungkin lagi-lagi ini adalah pengalaman pertama bagi Sari untuk acara kuliner secara lesehan beralaskan tikar begini. "Kita mau makan apa?" tanya Sari kebingungan. "Lontong Kupang dan lontong cecek, mau yang mana?" Jun menawarkan, ingin menunjukkan makanan lainnya yang sekiranya tidak pernah dirasakan sebelumnya oleh Sari. "Enak yang mana?" Sari kebingungan, sama sekali tak ada bayangan juga bagaimana rasa keduanya. Sebagai sultanwati jelas Sari tak pernah makan yang begituan. Enak gak si? "Yaudah mix aja, dicampur biar tahu semua rasanya." Jun memutuskan dan langsung memesan kepada sang penjual. Dua porsi lontong mix buat mereka berdua. "Tadi kamu mau ngomong apa?" Sari bertanya setelah mereka menyelesaikan dan menghabiskan sajian makan malam. "Sar...Heemm, aku ... aku sebenarnya ... " Jun kebingungan harus mengatakan yang ada di pikirannya. Sudah saatnya, tak bisa ditunda lagi. Jun berusaha menghalau segala perasaan grogi untuk dapat mengungkapkan segala rasa yang lama terpendam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD