Time to Give Up

1811 Words
Sari semakin mendekat ke arah ranjang, didapatinya sesosok tubuh yang sedang terbujur dengan selimut tebalnya. Mas Ardi? Kamu gak pa-pa kan? Setelah jaraknya semakin dekat Sari dapat melihat dengan jelas Ardi yang tengah tertidur dengan sangat pulas di kasurnya. Bahkan dia juga sudah mengeluarkan suara dengkuran halus yang teratur. Nyenyak bener bang? Bed cover super tebal membungkus tubuhnya bagaikan kepompong, mungkin memberinya kenyamanan ekstra. Mungkin pria itu sedikit kedinginan dengan Air conditioner kamarnya yang terus menyala di suhu 20°C. Syukurlah kamu gak pa-pa, mas Ardi. Sari membuang napas lega mengetahui Ardi, kakak sepupunya itu baik-baik saja. Sari langsung menghambur mendekat ke arah Ardi, menempelkan punggung telapak tangannya di dahi Ardi yang masih tidur nyenyak di ranjangnya. Memang tak terlihat tanda-tanda kakak sepupunya itu sedang demam si. Tapi kenapa sampai sesiang ini dia gak bangun-bangun? Pasti ada yang tidak beres juga dengan tubuhnya. Mungkin benar kelelahan kronis. "Agak panas si tapi paling cuma sekitar tiga puluh delapan derajat," ujar Sari setelah memeriksa suhu tubuh Ardi, memperkirakan saja berapa suhunya. "Mas Ardi ... Mas ... Ooiii bangun!" Sari menarik bed cover dan mengguncang-guncang tubuh Ardi dengan kasar untuk membangunkannya. "Hhhmmmm ... Hoaaahmmm, sebentar lima menit lagi." Ardi menggerutu sambil sambil tetap merem kedua matanya. "Mas, bangun donk!" Sari kembali menepuk pundak Ardi, tak ingin pria itu kembali terlelap ke alam mimpi. Ardi perlahan membuka matanya dan menguap lebar. Dia menggeliatkan tubuhnya dan menggosok-gosokkan kedua telapak tangan ke matanya. Berusaha untuk sedikit mengembalikan kesadarannya yang masih berserakan. Ardi bangkit perlahan dari posisi tidurnya ke posisi duduk di atas kasur. Dia terlihat sangat kaget dan bingung begitu seluruh kesadarannya pulih sepenuhnya. Bagaimana tidak, entah apa yang terjadi begitu bangun tidur dia sudah mendapati tiga orang wanita cantik berdiri di hadapannya. Di dalam kamar tidurnya, di kediaman pribadinya. Ngapain mereka? "Sedang apa kalian disini?" tanya Ardi dengan nada kebingungan. "Huuuuuh dasar! Mas Ardi itu ngilang dari kemarin gak ada kabar. Budhe Kartika yang memintaku kesini untuk mengecek keadaanmu saking khawatirnya." Sari menjawab dengan omelan khas emak-emak. "Mas Ardi kenapa? Kok tahu-tahu gak bisa dihubungi? Kamu sakit ya?" lanjut Sari bertanya. "Haaah? Aku kenapa? Aku cuma balas dendam tidur setelah beberapa hari ini aku bahkan tidak tidur." Ardi semakin kebingungan melihat reaksi heboh Sari. Tu kan bener? Dia keenakan molor. Balas dendam karena kurang tidur. Dasar si maniak kerja, workaholic parah. Sari mengerutu kesal dalam hati. "Saya kesini untuk mengembalikan mobil, pakaian dan semua perlengkapan menginap anda, Pak. Setelah tender fix selesai anda tak perlu lagi nginap di kantor." Cindy menjawab, menjelaskan alasan kehadirannya di sana. "Ini ada beberapa dokumen yang harus Bapak tanda tangani berkaitan dengan tender kemarin." Cindy menyodorkan setumpuk dokumen kepada Ardi. "Taruh saja di meja, Cin. Nanti saja aku periksa," jawab Ardi beranjak bangkit berdiri dari ranjangnya. "Kalau sudah gak ada keperluan lagi, Cindy dan Sari pulang saja sana." Ardi dengan santainya melambaikan sebelah tangannya untuk mengusir Cindy dan Sari sekaligus. Dia merasa tidak nyaman dengan kehadiaran tiga orang wanita di kamar pribadinya, cantik-cantik lagi. Kalau ada setan lewat gimana coba? Gawat banget! Apaan sih Mas Ardi ini? Main usir seenak udelnya banget? Terus kenapa Ella gak ikut diusir juga? Jangan-jangan mas Ardi malah sengaja ingin berduaan dengan gadis itu saja? Batin Sari semakin kesal. "Mobilku kamu bawa saja dulu, Cin. Aku lagi males masukin ke garasi." Perintah Ardi pada Cindy. "Baik pak. Saya permisi kalau begitu." Cindy langsung menurut dan pamit undur diri tanpa sedikitpun membantah perintah atasannya. Benar-benar sekretaris yang baik dan berdedikasi tinggi dia sepertinya. "Bilang sama mama aku gak pa-pa. Pulang sana Sar, biar Ella disini dulu sama aku. Nanti aku yang anterin dia pulang." Ardi juga mengusir Sari dengan semena-mena. "Huuuuh, bilang aja kamu lagi pengen berduaan sama Ella," Sari terang-terangan menggerutu sebal menerima perlakuan Ardi kepadanya. Berarti sudah jelas sekarang siapa yang ada di hatimu, Mas Ardi? Hanya ada Ella saja sekarang yang sanggup mengalihkan duniamu saat ini. "Hehe, udah tahu gitu." Jawab Ardi dengan nada tanpa dosa. Jleb! Ucapan Ardi bagaikan sembilu yang langsung menghujam ke jantung Sari. Memang benar Sari lah yang menjadi Mak comblang diantara hubungan Ardi dan Ella. Dengan harapan dirinya dapat segera move on setelah tahu Ardi sudah memiliki gadis lain sebagai kekasihnya. Gadis yang baik pilihannya sendiri. Tetapi tetap saja tak semudah itu untuk dapat melihat dengan mata sendiri kenyataan ini. Rasanya ada rasa tidak rela serta sakit yang nyata menghampiri d**a Sari, kecewa. "Ini ada obat dan bubur ayam buat mas Ardi. Aku pulang dulu kalau gitu." Sari menyerahkan tas plastik bawaannya kepada Ardi sebelum pamit meninggalkan Ardi berduaan dengan Ella. "Ok, makasih ya," jawab Ardi menerima pemberian Sari. "Salam buat mama papamu di rumah." Ardi mengakhiri pembicaraan dengan Sari. Kemudian Sari melihat pria itu menghampiri Ella dengan raut wajah yang jauh berbeda dari ekspresi datar dan dinginnya sehari-hari. Saat memandang wajah, Ella jelas terlihat senyuman di bibir serta binar-binar kebahagiaan di mata Ardi. Jadi pria dingin ini pun bisa begitu di hadapan wanita yang disukainya? Sari berbalik arah meninggalkan sepasang kekasih itu dengan perasaan di d**a yang campur aduk. Ternyata aku memang tidak pernah ada di hati dan pikiranmu sejak awal ya mas Ardi? Aku menyerah ... Sari berjalan cepat-cepat menuruni tangga, pergi dari rumah Ardi menuju mobilnya. Langsung saja dia melajukan mobilnya itu ke arah rumahnya sendiri. Pulang, Sari cuma ingin cepat-cepat pulang dan merebahkan diri diatas kasur empuknya. Tempat paling nyaman untuk bersandar dan menumpahkan segala rasa galau yang berkecamuk di dalam d**a. Beberapa jam pun berlalu, Sari melewati sore harinya dengan hanya rebahan dan gulung-gulung di atas kasur saja. Dia berharap untuk dapat sedikit meredakan kegalauan dan kegundahan hatinya. Tapi ternyata kali ini bahkan kasur super empuk andalannya pun terasa tidak ampuh lagi. Benda mati itu tak dapat membantunya mengalihkan perhatian dari rasa kecewa dan pedih di hatinya. Akhirnya Sari mengambil ponselnya yang sejak tadi terlupakan. Ingin sekedar mencari hiburan disana. Tadi siang Sari sudah mengabari budhe Kartika tentang keadaan Ardi, putranya. Sari juga menceritakan keadaan Ardi yang baik-baik saja. Sari meletakkan ponsel di bed site table dan sama sekali tak menyentuhnya lagi sampai sekarang. Aku gak bisa begini terus, aku harus bisa melupakan semuanya. Merelakan dan mengikhlaskan mas Ardi untuk berbahagia bersama Ella ... Aku harus mencari kesibukan lain, harus mengalihkan perhatian... Jun. Entah mengapa nama itu yang terbesit pertama di otak Sari. Pria yang selalu saja bisa menghibur dan menenangkan dirinya disaat kacau begini. Menghibur dengan kata-kata manis yang selalu ingin didengar oleh Sari. Kata-kata yang menenangkan hatinya. Sari tiba-tiba ingat Jun pernah mengajaknya untuk pergi melihat pasar malam. Pasar malam, festival rakyat yang cuma digelar dalam waktu dua mingguan, dalam rangka perayaan Maulid Nabi. Sari memang menyanggupi pada Jun untuk kesana. Tapi Sampai sekarang Sari belum bisa menentukan kapan bisa pergi. Apa sekarang aja ya? Jun juga kayaknya lagi off duty kan hari ini? Akhirnya Sari mengambil ponselnya dan menghubungi Jun. Mayangsari [Sore Jun, lagi sibuk gak? Jalan-jalan ke pasar malam yuk. Mau gak?] Sementara di lain pihak, Jun sedikit kaget juga dengan pesan tak terduga dari Sari untuknya, surprise. Wah ada apa ini dengan Sari? Tumben Sari yang ngajakin keluar duluan? Tapi kesempatan langkah si, wajib diambil. Pasti seru dengan suasana mendukung, pasar malam yang ramai, plus bisa deket-deket Sari. By the way jalan berduaan di pasar malam begini bisa dihitung kencan kan? Akhirnya bisa kencan, Yes! Junaedi [Boleh, aku jemput ke rumahmu sebentar lagi]. Jun membalas pesan Sari dengan kegirangan. Senyam-senyum sendiri gak jelas demi membayangkan kencan mereka nanti di pasar malam. Mayangsari [Ok. Nanti gak usah masuk rumah, tungguin di depan pagar aja. Biar gak usah ijin mama, ruwet ntar]. Junaedi [Siap, laksanakan]. Sari tersenyum lega melihat jawaban Jun. Sudah dia duga, Jun pasti akan menyanggupi tanpa banyak bertanya. Jun yang selalu ada untuk dirinya. Sari kemudian mandi dan bersiap-siap, berdandan dengan dadanan simple paduan t-shirt dan kardigan serta celana jeans panjang. Tak ketinggalan Sling bag untuk membawa ponsel dan dompetnya. Untuk wajah, Sari juga tak mau repot-repot dengan make up tebal. Cukup bedak tabur dan nude pink lip stik saja sudah cukup baginya. Make up effortless tapi tetap dapat menonjolkan kecantikan khas wajahnya. Tak lama kemudian Jun mengabari kalau dia sudah sampai di depan kediaman Hartanto. Sari pun segera beranjak dari kamarnya, pergi diam-diam tanpa pamit pada orang tuanya. Hanya menitipkan pesan pada Andi, butler keluarga mereka bahwa dirinya akan keluar bersama teman. Biar gak dicariin sama mama papanya nanti kalau tidak hadir saat makan malam. "Selamat malam, Jun." Sari menyapa dengan senyuman lebar saat menghampiri Jun yang sudah menantinya. Jun duduk diatas motor Honda Megapro warna hitam yang parkir di depan rumah, tanpa masuk ke halaman Hartanto Mansion. "Malam, Sari. Ayo naik." Jun menyambut Sari dengan sumringah. Menyodorkan helm pada gadis itu. Sari menerima helm pemberian Jun, tapi sedikit bingung harus gimana caranya naik motor ini. Memang sebagai tuan putri dari keluarga Hartanto, Sari tak pernah sekalipun naik motor, apalagi untuk dibonceng dengan motor tipe cowok begini. "Kenapa?" Jun bertanya melihat keraguan Sari. "Kok tumben gak bawa mobil?" tanya Sari. Biasanya kan si Jun ini bawa mobil Honda Brio Satya berwarna biru, kok tahu-tahu sekarang bawa motor begini? "Ribet bawa mobil. Aku tukerin sama ini aja kemarin waktu pulang ke Jembar. Lagian kalau pakai mobil nanti gak bisa parkir di pasar malam." "Eh masa si?" Sari kaget mendengarnya. Sekali lagi, Sari tak pernah sekalipun datang ke pasar malam. Festival rakyat yang biasa diadakan di lapangan atau alun-alun. Jadinya Sari tak bisa membayangkan bagaimana suasana yang dinamakan pasar malam. "Ayo pakai helm-nya," Jun membantu memakaikan helm ke kepala Sari. Menautkan kaitan pengamannya. "Makasih," Sari tersenyum menerima bantuan di Jun. 'Deg, duh manis banget, bisa diabetes ini.' Jun auto kesemsem melihat senyuman bak bidadari dari Sari. "Ayo, naik pelan-pelan. Kakinya taruh di pijakan dan tangannya pegangan biar gak jatuh." Jun memberikan istruksi kepada Sari. Dengan sangat canggung Sari naik ke boncengan belakang motor Jun. Melakukan apa yang diinstruksikan oleh pria itu. Tapi sekali lagi Sari kebingungan tangannya harus pegangan kemana? "Ayo pegangan, terus kita berangkat." "Pegangan kemana?" tanya Sari mengakui kebingungannya. "Kesini..." Jun meraih sebelah tangan Sari dan meletakkan di pinggangnya sendiri. Untuk sesaat rasanya seakan ada sengatan listrik yang menggelitik Jun saat jemari Sari menyentuhnya. "Oh, disini ya ..." Sari memegang pinggang Jun dengan ragu-ragu, malu rasanya duduk sedekat ini apalagi memegang bagian pinggang seorang pria. "Iya, kita jalan ya ..." Jun kemudian melajukan motornya perlahan sebelum akhirnya menambah kecepatan standart. Melaju ke arah pasar malam tujuan mereka. "Kyaaaa ..." Sari berteriak sedikit ketakutan saat Jun mulai menaikkan kecepatan motornya. Takut jatuh, bingung juga dengan angin kencang yang menerpa wajah dan tubuhnya. Angin malam yang dingin. "Pegangan yang erat biar gak jatuh." Jun menyarankan, gemes juga dengan tingkah Sari, sangat manis. "Be, begini?" Sari semakin mempererat pegangannya ke pinggang Jun. Bahkan sudah hampir merangkul dengan sebelah tangannya. "Iya begitu, pegang erat. Jangan dilepas lagi." Jun cekikikan kegirangan dan sudah salto jingkrak-jingkrak dalam hati. Seneng banget Sari mau setengah memeluk erat tubuhnya. Yes! untung banyak malam ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD