Mak Comblang Profesional

1941 Words
Siang hari yang terik, Roni terbangun karena perutnya yang sudah berbunyi keroncongan. Cacing-cacing di dalam perutnya seakan mengadakan protes, pemberontakan dan berdemo menuntut adanya makanan untuk mereka giling. Kelaparan kronis, butuh asupan makanan sesegera mungkin. Dengan nyawa yang masih berserakan, belum terkumpul sempurna Roni bangkit dari kasurnya. Berjalan dengan langkah terseok-seok keluar kamar. Efek habis jaga malam UGD memang selalu begini, ngantuk terus bawaannya seharian. Sudah seperti orang mabok saja rasanya. Apalagi nanti malam Roni bakal dapat giliran jaga malam lagi, jadi manusia kelelawar season dua. Betapa kagetnya Roni saat mendapati Jun, teman satu kontrakannya sedang duduk di kursi makan sambil menghadap laptopnya. Pria itu terlihat sangat serius dan mengetikkan sesuatu disana. Penampilan Jun juga sudah rapi dengan kemeja resmi, siap tempur sepertinya. Memang Jun hari ini yang kebagian jaga sift siang di UGD RSUD Genting. "Lho kapan kamu pulang, Jun?" tanya Roni menyapa temannya itu. "Barusan," jawab Jun singkat. "Sudah beres urusan di sana?" Roni ikut mengambil duduk di salah satu kursi meja makan. "Lagi ngapain serius amat?" lanjut Roni bertanya penasaran. "Beres urusannya. Laporan kasus." Jawab Jun tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya. "Keren banget deh Abang Jun kita ini, sampai mau ngurusin adik yang mau masuk kuliah segala. Bahkan rela untuk nganterin ujian ke Malang jauh-jauh. Beneran kakak yang baik." Roni dibuat kagum dengan sifat Jun yang sangat perhatian pada keluarganya, mengayomi. Mungkin karena Jun adalah seorang anak pertama dengan dua orang adik, serta ayahnya sering bekerja di luar kota. Otomatis Jun yang harus memegang tanggung jawab sebagai kepala keluarga di rumah mereka. Pengganti sosok ayah, yang dapat mengayomi dan melakukan tugas sebagai sosok pemimpin. Keadaan yang sangat berbeda sekali dengan Roni yang notabene anak terakhir. Roni tak pernah sekalipun direpotkan dengan urusan keluarganya. Malahan Roni lah yang menjadi putra kesayangan kalau sedang di rumah. Tanpa ngurusin keluarga aja idup udah ruwet, gimana kalau harus jadi kayak Jun ya? Roni tak dapat membayangkan jika dirinya berada di posisi Jun. "Kasian anak cewek kalau dibiarkan." "Eh adikmu cewek?" tanya Roni menyidik. "Iya dua, cewek semua." "Boleh ni dikenalin sama aku. Siapa tahu nanti aku bisa jadi adik iparmu hahaha," Roni menggoda Jun. "Ogah!" Jun menolak mentah-mentah. Jun merasa belum waktunya bagi kedua adiknya buat mikirin pacaran, biar kuliah dan sekolah dulu aja yang bener. Adik kedua Jun, Laili memang baru mau masuk kuliah tahun ini. Masih coba-coba ikut ujian mahasiswa program beasiswa di Unibrew. Sementara Rizki adik terakhirnya malah masih duduk di bangku SMA. "Dih, pelit bener Lu!" Gerutu Roni sambil beranjak ke kulkas, mencari-cari sesuatu yang bisa dimakan. Asli kelaparan. Tapi yang namanya kulkas di kontrakan dua cowok singel, sudah pasti gak ada isinya apa-apa. Palingan cuma air mineral botolan dan minuman ringan kalengan. Jadilah Roni hanya mengambil sebotol air mineral dan meneguknya. "Ada gudeg tu, mau?" Jun menawarkan makanan bungkusan di atas meja. Tahu pasti kalau Roni sedang lapar saat celingukan melihat isi kulkas. "Mau banget. Tahu aja kamu kalau aku lagi kelaparan." Roni langsung menghambur ke meja makan dan mengambil sebungkus nasi gudeg. Membukanya serta langsung bersiap menyantapnya. 'See? Sebaik itu si Jun ini. Asli perhatian dan royal banget sama temen.' "Kok banyak banget kamu belinya?" tanya Roni melihat masih ada empat bungkus nasi gudeg lainnya di kantong plastik tadi. "Buat anak-anak." "Hmmmm anak-anak ya?" Roni menjawab, manggut-manggut sambil mulai memakan nasi gudeg-nya. Sudah jelas sekali bagi Roni untuk siapa Jun membeli makanan-makanan itu. Pakai alibi buat anak-anak segala? Padahal sudah jelas alasan Jun yang sering bawa-bawa makanan. Buat dimakan bareng dokter Sari dan crew poli bedah lainnya kan? Tentu saja sebagai usaha pendekatan kepada gadis manis itu. "Enak banget nasi gudeg-nya, beli dimana ini?" tanya Roni menikmati makanan gratisannya. "Jembar," jawab Jun singkat. "Duh jauhnya," Roni kontan merasa kecewa, melanjutkan prosesi makan siangnya. "Oiya Jun, si itu Sari keren juga ya anaknya?" Lanjut Roni ingin sedikit menggoda Jun. Penasaran sudah sejauh mana perkembangan hubungan diantar kedua temannya itu. 'Sudah menjadi rahasia umum bagi sebagian besar staff RSUD Genting kalau dokter Jun sedang PDKT ke dokter Sari.' "Haaaah?"Jun menghentikan gerakannya mengetik di laptopnya. Sedikit terusik juga dengan ucapan Roni. Ngapain coba Roni memuji-muji Sari di depannya? "Kamu serius gak sih sama dia? Tembak donk! Kalau kelamaan ntar aku duluin buat maju lho. Sayang bener cewek secantik dan semanis dokter Sari dianggurin." Roni semakin jahil mengompori Jun untuk lebih agresif bertindak. 'Mau sampai kapan kamu cuma ngajakin makan siang bareng aja, Jun? Tembak donk biar jelas endingnya bakal gimana. Ya kali aja diterima kan?' "Tembak-tembak, gundulmu!" hardik Jun sewot. 'Enak bener yang tinggal ngomong ya?' Memang sudah berkali-kali Jun ingin menembak Sari, menyatakan perasaannya yang sesungguhnya pada gadis itu. Tapi selalu saja dirinya tak bisa menemukan momen yang tepat. Bingung tepatnya harus bagaimana cara untuk mengatakan perasaannya. Nembak seorang Mayangsari Hartanto, yang bagaikan tuan putri yang tak terjangkau. Masa sama saja seperti proses nembak cewek biasa kebanyakan? Bukannya harus dengan segala persiapan yang matang ya? Candle light dinner di restoran mewah misalnya? Jun merasa lebih galau lagi kalau memikirkan bagaimana kira-kira jawaban Sari nantinya, diterima atau enggak ya? Kalau gak diterima kira-kira mereka masih bisa berteman gak? "Takut ditolak ya?" Roni bertanya to the point begitu melihat keraguan di wajah Jun. "Iya," Jun mengakui jujur. "Yaampun, hahahaha. Kamu itu kayak ABG aja takut ditolak sama cewek." Roni sudah ngakak tak tertahankan. "Bro, kamu ini seorang pria dewasa, dokter lagi! Percaya diri donk!" Jun diam saja tidak menjawab. Tetapi mau tak mau jadi kepikiran juga dengan perkataan Roni. "Sepertinya kamu butuh bantuan mak comblang. Buat mastiin perasaanya si Sari dulu sama kamu. Kalau sudah jelas lampu hijau nanti kamu tinggal maju aja. Cara aman." Roni berlagak memberi saran sok bijak kepada Jun. Sudah seperti seseorang dengan banyak pengalaman cinta saja lagaknya. Padahal ya sama saja, dia juga masih jomblo ting-ting. "Mak comblang?" Tanya Jun penasaran. "Iya. Biasanya kan cewek suka tuh curhat-curhatan masalah beginian. Jadi mendingan kamu minta bantuan sama salah satu temen cewek aja. Hemmm dokter Intan tu kayaknya cocok, Jun. Minta tolong dia aja buat nanyain bagaimana perasaan dokter Sari ke kamu." Roni menyatakan idenya. Jun kembali terdiam sejenak untuk memikirkan perkataan Roni. Bener juga si, Jun butuh kepastian. Biar gak malu-maluin amat kalau nanti ditolak. Dan sesuai saran Roni, dokter Intan dengan omongannya yang ceplas-ceplos kayaknya memang paling cocok buat peran ini. "Cepetan ditembak Bro, sebelum didahuluin sama orang lain. Aku juga mau lho sama Sari kalau kamu kelamaan." Roni menyunggingkan senyuman penuh misteri kepada Jun. "Kamu suka Sari?" Jun balik bertanya. Kaget sekali mendengar ucapan tak terduga dari teman satu kontrakannya itu. 'Ini si Roni beneran suka sama Sari, apa cuma bermaksud mengomporin ya?' "Aku ini juga pria normal lho Jun. Kalau kamu nanya aku suka sama Sari atau nggak, ya jelas suka lah. Lhawong cantik gitu anaknya. Siapa yang mau bisa menolak pesonanya?" Roni mengatakan terang-terangan apa yang ada di otaknya. Apa yang pastinya ada di pikiran setiap pria yang melihat dokter Sari. Roni tersenyum simpul melihat raut muka Jun yang langsung berubah menjadi suram. "Tapi berhubung kamu sudah duluan yang mengincar dia, aku memilih untuk mundur aja deh." Tambah Roni gak tega juga lama-lama godain si Jun. "Aku pindah haluan aja, si Ella itu kayaknya asik juga ya anaknya? Cantik banget, pinter dan kalem lagi." Roni tiba-tiba membelokkan target incaran cintanya kepada Ella. "Ella? Memangnya dia mau sama kamu?" Jun jadi ikut membayangkan wajah Ella teman setim mereka yang sangat cantik dan kalem. Tipe cewek perfect, kayaknya lebih tinggi lagi standart cowok yang bisa mendapatkan hatinya. "Walah asyem! Bukannya dukung malah jatuhin mental." Roni memprotes dan Jun hanya membalas dengan tertawa ringan. --==^•^==-- Siang itu sepulang jaga dari poli penyakit dalam Sari mampir ke sebuah cafe kekinian yang lokasinya tidak jauh dari RSUD Genting. Mau ngapain? Kencan? Boro-boro kencan, malah tujuannya mau ketemuan sama Intan. Entah kenapa Intan tiba-tiba bilang pengen ketemu, minta traktir katanya. Dasar aneh. Berhubung Sari tak ada acara, tak ada janjian juga jadinya ya ayo aja. Jun juga lagi jaga malam hari ini, gak ada acara makan siang bareng dengan pria itu deh jadinya. Padahal Sari penasaran makanan apa lagi yang kira-kira akan dibawain Jun untuknya. "Ada apa, Tan?" Sari bertanya pada Intan setelah menu makanan pesanan mereka diantarkan ke meja. "Minta traktir. Kan kapan hari aku bilang pengen minta traktir sang tuan putri?" Intan mencari-cari alasan. Asli bingung harus memulai dari mana ngomongnya. Kemarin Intan kebetulan ketemu sama Jun untuk mengerjakan tugas laporan kasus mereka berdua. Disela-sela mengerjakan tugas itu Intan iseng lah godain Jun tentang Sari. Bahkan Intan juga dengan semena-mena menawarkan jasa Mak comblang untuk Jun. Niatnya si cuma menggoda dan bercanda. Ternyata gak ada angin gak ada hujan si Jun malah tidak menolak usulannya. Aneh banget asli, tumben itu cowok mau-maunya dicomblangi. Biasanya dia kan malu-malu dan gak mau mengakui kalau suka Sari. Mungkin ini menandakan bahwa Jun akhirnya mau bergerak untuk mendapatkan hati Sari. "Gaya bener minta traktirnya di cafe, bukan di kantin." Sari terkikik mendengar alasan Intan. Dan keduanya pun tertawa sambil menyantap menu makan siang mereka yang lebih mewah dari masakan kantin RSUD. "Sar, tentang omonganku kapan hari..." Intan akhirnya mencoba membuka percakapan. "Yang mana?" Sari menanggapi. "Soal penggemar rahasia. Soal si Jun." Glek, Sari menelan sisa makanan di mulutnya. Ternyata si Intan mau ngomongin masalah ini toh? "Menurutmu Jun itu bagaimana?" Intan bertanya. "Jun..." Sari berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Jun baginya. "Dia pintar, tegas, baik banget, hangat, bisa bikin nyaman rasanya kalau sama dia." Intan tersenyum mendengar jawaban Sari. 'Berarti kamu itu juga udah suka sama dia, Sar.' "Yaudah aman berarti." Intan mengomentari. "Haaah? Aman gimana?" Sari kebingungan. "Kamu kayaknya juga mulai suka sama dia. Kalau nanti si Jun nembak kamu, tinggal diterima saja hehe." "Suka?...Aku masih bingung untuk mendefinisikan perasaanku padanya ini apa." Ujar Sari mengambang. "Emang kenapa?" Intan ikutan bingung dengan jawaban Sari. Apa Sari ini pernah patah hati ya? Jadi susah buat membuka hati dan mengakui rasa sukanya kepada pria yang lain? "Aku, aku pernah menyukai pria lain. kakak sepupuku sendiri. Sejak kecil rasanya seneng banget kalau ketemu sama dia. Bagaikan sepupu kesayangan." Sari mencoba menjelaskan tentang perasaanya pada Ardi. "Sepupu? Dari kecil? Hemmm...Kayaknya kamu cuma kagum atau terobsesi deh sama dia. Hampir kayak cinta monyet kali ya?" Intan mencoba menanggapi. "Iya juga si, tapi sedih juga waktu tahu dia tidak menganggap aku sebagai seorang wanita. Dia cuma menganggap aku sebagai adik. Malahan dia minta cariin cewek ke aku. Jahat banget kan?" "Cariin aja lah, siapa tahu kamu bisa ikhlas melepas dia dan bisa menerima Jun." Celetuk Intan enteng. "Bisa begitu ya?" Sari mau tak mau memikirkan ucapan Intan juga. Mungkin benar, kalau mas Ardi mempunyai kekasih mungkin Sari bisa ikhlas melepasnya dan memulai hubungan dengan pria lain. "Bisa donk. Emang dia nyari cewek yang kayak gimana?" Intan semakin bersemangat. "Dia itu high quality jomblo, keturunan Sultan, sudah mapan dan dewasa. Tampang juga diatas rata-rata. Yang ngantri buat jadi istrinya sudah banyak banget." Sari menjelaskan tentang Ardi. "Pastinya dia mencari cewek yang high quality juga." Sari menerka-nerka selera cewek Ardi. "Hemmm ada satu kandidat." Intan tersenyum lebar pada Sari. "Ella itu kan high quality jomblo." "Haaah? Ella belum punya pacar?" Sari tak menyangka Ella juga masih jomblo. Tapi kalau Ella yang jadi kandidat, bahkan mas Ardi pun gak bakal nolak kayaknya. Paling tidak dia pasti akan mencoba untuk berkenalan dulu. "Iya Ella available. Coba kamu kenalin aja mereka. Tukeran nomer kontak, selanjutnya biar mereka sendiri yang menentukan mau lanjut atau nggaknya." Intan kegirangan mencomblangi dua temannya sekaligus. "Boleh saja." Sari sama sekali tak keberatan dengan usulan Intan. Dan dari sinilah dimulailah awal perkenalan Ella dan Ardi yang cukup fenomenal. Dengan bantuan Sari yang menjadi Mak comblang mereka, akhirnya Ella dan Ardi mulai bertukar kontak, berkenalan dan berhubungan satu sama lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD