Penggemar Rahasia

1769 Words
Sudah satu bulan setengah program Internship telah berlangsung, Sari pun sudah berpindah stase sekarang. Tidak lagi bertugas di poli bedah dengan segala keruwetannya. Sari sekarang bertugas di poli penyakit dalam yang lebih damai dan tentram. Memang jumlah pasien setiap harinya lebih banyak, tapi disana tanpa tindakan medis. Hanya murni medikasi, bermain dengan resep saja sebagai terapi, enteng. Sementara Jun, pria itu masih sering mampir ke poli untuk sekedar menemui Sari. Hampir setiap hari kalau dirinya sedang mendapat sift jaga pagi atau siang di UGD. Jun selalu menyempatkan diri mampir untuk sekedar makan siang bareng, atau bawain berbagai makanan kuliner pinggir jalan yang diluar dugaan enak juga rasanya. Mungkin karena kebanyakan micin kali ya. Sari tak mengira Jun yang luar biasa pendiam bisa semanis itu dalam memperlakukan dirinya. Dan entah mengapa Sari juga merasa tak ingin menolak atau mengelak perlakuan Jun kepadanya, tak keberatan setiap Jun datang mendekat padanya. Malah yang ada rasa penasaran dan menggelitik dirinya untuk lebih jauh lagi bisa mengenal pria misterius itu. Ada rasa nyaman dan hangat di hati setiap kali Jun berada dekat dengannya. Jun yang meski tidak banyak omong, tapi terasa selalu ada dan bermakna bagi Sari. Jun yang seolah sangat mengerti dan memahami apa yang Sari rasakan dan pendam dalam hati. Jun yang disaat dirinya lemah atau butuh penyemangat selalu berusaha untuk menghibur dirinya dengan kata-kata indah, kata-kata yang selalu ingin didengarnya. Kata-kata yang terangkai dengan panjang dan syarat akan makna. Kalimat panjang yang jarang sekali terucap dari bibirnya dalam keseharian. Membuat perkataan itu menjadi eksklusif rasanya, khusus hanya untuk menghibur dan menyemangati Sari seorang saja. Hari ini mungkin Jun sedang mendapat giliran jaga shift malam UGD, sehingga pria itu tidak muncul menghampiri Sari di poli rawat jalan. Alhasil tak ada yang menemani Sari untuk makan siang. Yang sedikit janggal, seharian juga sama sekali tak ada kabar dari pria itu. Bahkan kirim pesan juga nggak. Mau tak mau Sari jadi merasa sepi juga kalau gak ada Jun, seperti ada sesuatu yang hilang ... Sari sedang menikmati makan siangnya di kantin sendirian saja saat seorang menyapanya. Seorang gadis berjas putih datang menghampiri mejanya. Gadis berkulit coklat dan berambut yang dipotong pendek seleher, Intan. "Halo, Sar. Sendirian aja nih? Boleh gabung gak?" tanya Intan meletakkan semangkuk nasi pecel dan segelas es teh di meja yang sama dengan Sari. "Boleh saja, silahkan." Sari tak keberatan sama sekali. Malah senang karena ada temen ngobrol sambil makan siang. "Gimana keadaan poli rawat jalan? Kamu lagi di poli Penyakit dalam ya sekarang? Aman?" Intan bertanya sambil mengambil duduk di salah satu kursi yang tepat berhadapan dengan Sari. "Poli penyakit dalam sih aman jaya. Gak seheboh poli bedah lah." Jawab Sari sambil menggigit baksonya. "Iya ya, si Roni sempet cerita kamu dapet pasien seleb B24 abses retrofaring. Gila kalau aku yang dapet, pasti sudah aku suruh perawat aja ngerjainnya, ngeri." "Bener banget, dan akhirnya yang ngerjain pasien juga Roni kok. Aku cuma bantu jadi asisten." Sari menanggapi. "Iya mendingan gitu. Kalau Roni atau Jun si mantap banget di tindakan medisnya. Di UGD juga mereka berdua sudah terkenal suka ngerjain pasien dengan kedua tangan mereka sendiri. Mungkin emang naluri cowok kali ya yang suka tantangan." Intan nyerocos bercerita. "Wah keren donk? Mungkin mereka sekalian cari pengalaman kali ya?Mumpung dapat pasien-pasien seru?" "Kayaknya si begitu. Tapi kalau aku asli males, apalagi untuk pasien yang beresiko tinggi kayak begitu. Kita sebagai wanita main aman aja deh. Selama perawat masih bisa ngerjain biar mereka saja hehe." "Dasar kamu suka magabu (makan gaji buta) ya Tan?" Sari menyindir Intan sambil tertawa ringan. Tapi dalam hati juga membenarkan ucapan intan si. Memang kebanyakan dokter wanita lebih suka main aman daripada melakukan tindakan medis yang beresiko. "Eh tapi kalau tindakan yang harus dikerjakan oleh dokter tetep aku kerjain sendiri kok." Intan membela diri untuk sedikit memperbaiki imagenya. "Iyalah, mau jadi dokter macam apa kamu kalau gak mau melakukan tindakan medis?" "Jadi tuan putri cantik jelita yang kerjanya cuma duduk manis saja hahaha ... " Intan menghentikan tawanya demi melihat Sari. Intan sebenarnya hanya bermaksud bercanda saja, tapi dirinya malah tak sengaja menyinggung soal status Sari sebagai seorang 'tuan putri'. Sekilas namun pasti, Intan dapat melihat perubahan mimik wajah Sari menjadi sedikit lebih suram. "Eh bukan tuan putri Sari Hartanto lho ya, kalau kamu sih sudah pasti bahkan lebih rajin daripada aku, Sar." Intan buru-buru menambahkan ucapannya. Tak ingin Sari salah paham dengan perkataannya. "Hahaha tuan putri Sari Hartanto ya?" sari tertawa miris. "Emang kamu tahu soal keluargaku?" Kembali rasa tidak nyaman menyerang Sari demi mengingat nama Hartanto yang disebut dibelakang namanya. "Heeem, cuma denger-denger aja si dari omongan perawat dan dokter-dokter disini. Katanya keluargamu sudah sekelas sultan. Bahkan kalian adalah penguasa di bidang medis untuk wilayah bagian Timur ini." "Aduh lebai banget sih mereka," Sari mencoba merendah. "Tapi tenang aja, Sar. Aku gak perduli kok mau kamu sultanwati atau orang biasa, yang penting kan kita semua temenan. Sultan juga manusia kan? Sama-sama makan nasi dan bakso hahahaha." "Yaiyalah emangnya sultan makan kembang dan menyan apa?" Sari menimpali candaan Intan. "Iya kali aja kayak lelembut kalian hahaha." "Dasar kamu ada-ada aja, Tan." Sari cekikikan menanggapi guyonan garing intan. Entah kenapa Intan ini bisa seakrab itu dengannya padahal baru saja kenal. Apa karena pembawaannya yang supel dan easy going serta ceplas-ceplos ya? Tapi over all Sari malah suka yang tipe begitu, tipe orang apa adanya yang tanpa kepura-puraan. "Kami berempat tim UGD isinya orang selow semua, Sar. Aku, Jun, Roni dan Ella, gak pernah mikirin yang aneh-aneh kalau temenan. Bodoh amat dengan status kamu, duit kamu atau kekuasaan keluarga kamu. Tapi kalau sesekali di traktir makan boleh lah hehehe" Sari tertegun sejenak mendengar celetukan Intan. Senang rasanya ada teman yang sama sekali tidak mempersoalkan masalah status dan kedudukan keluarganya. Teman yang murni ingin menjalin persahabatan dengan dirinya sebagai seorang pribadi. Memang jelas terlihat keempat tim UGD itu isinya orang-orang cuek dan asik semua, iri juga si gak bisa masuk dan menjadi bagian dari tim itu. "Kamu masuk sift pagi, Tan?" Tanya Sari berbasa-basi mengalihkan pembicaraan yang sedikit canggung. "Iya, abis ini masih harus nerus sift sore." Intan menjawab sambil menyantap menu makan siangnya. "Kok ambil nerus?" Sari bertanya kepo. "Si Jun ambil libur soalnya, jadi gantian aku yang jaga dobel buat dia." "Oh, Jun kenapa?" Sari bertanya kepo. Pantesan hari ini Jun gak menghampiri dirinya di poli tadi. Sedikit khawatir juga kenapa Jun sampai mengambil libur. Sakit kah? Atau ada urusan? "Ada urusan keluarga katanya, tapi gak tahu juga si detailnya apa. Jadi dia pulang ke Jembar tadi pagi." Intan menjelaskan. "Dia ambil libur berapa hari?" "Sehari doank kayaknya, besok udah jaga lagi kok." Intan mengingat jadwal putaran jaga UGD. Harusnya jadwal jaga hari ini dirinya pagi, Jun siang, dan Roni untuk sift malam. Besok pagi baru Ella yang jaga. Nah setelah jadwal Ella balik ke Jun lagi jadwal jaganya. "Kamu kok kayaknya kepo banget sama Jun, hayooo?" Intan sedikit menggoda Sari yang terlihat khawatir dengan keadaan Jun. Jangan-jangan ada apa-apa ini diantara Sari dan Jun? Intan semakin penasaran. "Ah nggak kok, dia kan teman lamaku dari jaman kuliah." Sari mencoba beralasan. "Masa si cuma begitu?" "Iya beneran." Sari meyakinkan Intan. "Iya-iya percaya," Intan yang mendengarnya hanya bisa terkikik ringan. "Tapi kamu juga kayaknya dekat banget sama Jun?" Sari mencoba membalikkan pertanyaan. "Jelas, kan kami seputraan. Lagian dia itu tag team sama aku, sementara Ella sama Roni." Intan menjelaskan pembagian tim dalam tim kecil mereka. "Masa cuma begitu?" Sari ganti menggoda Intan. Sedikit tidak nyaman juga mengetahui hubungan Jun dan Intan yang sepertinya sangat akrab. "Sar, begini-begini aku udah punya tunangan lho," Intan memamerkan cincin emas di jari manis kirinya. "Beneran aku sama Jun gak ada apa-apa. Aku sudah punya Ivan tercinta hehehe." "Eh? Sorry lho, Tan. Aku gak tahu kalau kamu sudah ada yang punya." Sari merasa bersalah pada Intan yang ternyata sudah bertunangan. Merasa bersalah karena mengira Intan ada maksud pada Jun. "Justru aku itu penasaran sama kamu, kamu gimana? Udah punya pacar apa belum?" Intan balik menginterogasi Sari. "Belum..." Sari menjawab dengan muka memerah. Mengakui status jomblonya. Intan malah tersenyum lebar mendengar jawaban Sari. "Sudah kuduga, kamu masih available," celetuk gadis itu kelihatan kegirangan. "Asem, mentang-mentang yang sudah laku. Ngejek ya?" Sari pura-pura merengut marah pada intan. "Nggak kok. Dilihat dari segi manapun juga kamu mah jauuuh Sar, kalau dibandingkan ama aku. Kamu cantik, pintar, ramah, dan tajir melintir hehe. Gue mah apa atuuuh." Sari memang bagaikan wanita yang sempura tanpa cela. Apalagi dengan statusnya sebagai putri keluarga Hartanto. Namun justru karena alasan itulah, Sari terlalu menyilaukan dan tidak terjangkau. Mana ada pria yang berani deketin dia? Sudah keburu minder duluan sebelum melancarkan pendekatan kayaknya. "Tapi kamu lebih beruntung karena sudah ada yang mencintaimu. Kamu bahkan sudah memiliki tunangan." "Lho bukannya kamu juga ada? Masa kamu gak sadar?" Intan menyunggingkan senyuman nakalnya. "Haaaaah? Aku? Siapa?" tanya Sari semakin Kebingungan. Intan cekikikan. Ternyata benar Sari ini memang sangat tidak peka anaknya. Masa belum sadar juga? "Kamu kan punya penggemar rahasia. Big fans malah. Dia bahkan ngumpulin banyak sekali foto-foto kamu di ponselnya. Dia nyari tahu dan mempelajari segala hal tentang kamu. Bisa dibilang obsesi atau maniak kayaknya hahaha." Intan tak bisa menahan tawanya. Mengingat hal-hal bodoh yang dilakukan Jun untuk Sari. Manis banget asli. Intan yang satu tim dengan Jun, terlalu sering bersama dan berhubungan dengan pria itu. Intan bahkan pernah memergoki isi ponsel Jun yang banyak tentang Sari dan Sari saja. Intan dengan kepekaan tinggi soal masalah begini langsung tahu bahwa Jun menyimpan rasa pada Sari. Bahkan mungkin rasa itu sudah lama sejak mereka berdua kuliah bareng beberapa tahu lamanya. "Kamu ngaco ah," Sari kaget juga mendengar ada seorang pria yang menyukai dirinya sampai begitu. "Aku gak bercanda, Sar. Beneran ada lho penggemar rahasiamu. Jadi kamu belum sadar juga siapa dia?" "Siapa?" "Si Jun lah. Siapa lagi?" Intan sudah frustasi untuk memberikan clue kepada Sari. What a blind... "Jun? Gak mungkin!" Sari benar-benar kaget mendengarnya. Tapi entah mengapa ada desiran menyenangkan juga dihatinya demi mengetahui kenyataan ini. Bahwa Jun menyukai dirinya, bahkan sampai sebegitunya. "Jadi gimana? Kamu sendiri gimana ke Jun?" Intan balik bertanya tentang perasaan Sari. "Ehmm...Aku, aku masih bingung." Sari bingung harus menjawab bagaimana. Masih terlalu surprise demi mengetahui kenyataan ini. "Aku pikir kalian berdua cocok banget. Dan Jun juga pria yang baik, Sar. Mungkin kamu bisa coba mempertimbangkan untuk menerima dia." Intan memberikan sarannya sebagai teman. "Enak aja main terima-terima. Jun aja belum bilang apa-apa." Sari tak ingin terlalu ke-pede-an. Belum tentu juga kan kalau Jun beneran suka padanya? "Haahahaha iya juga si. Tungguin aja lah sampai dia beraksi." Intan tertawa menanggapi, ikutan gemes dengan kedua temannya ini. Yang satu tidak peka banget, yang satunya gak mau cepetan maju. Kapan ketemunya coba?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD