part 2

1002 Words
"Kata siapa dunia sesempit daun kelor? Buktinya tiap hari gue pingen ketemu malaikat Izrail gak pernah ketemu-ketemu. Bukan malaikat Izrail yang dateng tapi malah malaikat pencabut nyawa. SiChan." Devan dengan segala ketampanan ***** "Mama, besok Fani sama bang Devan berangkat pagi ya," ucap Fani saat seisi keluarga berkumpul diruang keluarga menikmati waktu malam bersama. "Tumben," sahut Devon yang masih fokus dengan buku ditangannya. Sedikit curiga sebenarnya saat mendengar sang adik yang akan berangkat pagi. "Apa sih lo, Bang. Berangkat pagi salah, siang salah, mau lo apa?!" sentak Fani memukul punggung Devon dengan sendok ditangannya. "Gak biasanya." Dengan cuek Devon merespon Fani, pasti ada udang dibalik bakwan. "Udah-udah jangan akur, bertengkar aja," ucap sang mama melihat pertengkaran anak-anaknya. Mama Rachel hanya tersenyum saat sang suami sudah menatap tajam dirinya. "Maaf, maksud mama kalian tuh yang akur jangan bertengkar terus," ucap Mama Rachel meralat ucapannya. "Papa besok jadi keluar kota?" tanya Devan menatap Papa Zion yang masih santai dengan bukunya. Anak sama bapak gak ada bedanya, suka banget pacaran sama kertas. "Iya, cuma sehari, ntar malam juga udah pulang," jawab Papa Zion menutup bukunya dan meletakkan diatas meja. Zion menatap 4 orang yang duduk dibawah sofa sedangkan dirinya dan sang istri duduk diatas sofa. "Barga udah selesai belajarnya, Nak?" tanya Papa Zion mengusap rambut anak bungsu laki-laki nya yang baru saja menginjak SMP. "Belum, Pa. Bentar lagi kok, ini tinggal nyalin translate nya," jawabnya menatap Papa Zion sejenak lalu kembali pada aktifitas belajarnya. "Fani dan Devan gak belajar?" tanya Papa Zion menatap putra-putrinya yang asik dengan layar televisi. "Gada tugas, Pa, lagian kita mah santai aja," jawab Devan. "Iya gak usah belajar, dulu mama juga gak belajar udah pinter," sambung Mama Rachel yang lagi-lagi mendapat hadiah tatapan tajam dari sang suami. "Lo kolot banget sih, Bar. Tinggal translate pake google kok malah repot-repot pake kamus segala," cibir Fani yang diangguki semangat oleh Devan. "Kalo dari google, itu namanya yang belajar google bukan Barga, tapi kalo Barga liat dari kamus bisa diingat verb nya, jadi kan mudah diinget kosa katanya," jawab Barga dengan dewasa. Zion dan Rachel tersenyum mendengar jawaban dari anak bungsunya. "Malu sama Barga," sindir Devon membuat Fani dan Devan mendengus kesal. Apa-apaan mereka membandingkan. "Ayo, Bang! Kita siap-siap," ajak Fani menarik Devan agar berdiri. Devan hanya mengangguk dan mengikuti sang adik menuju kamar mereka. ****** Jam 6:02 pagi hari, Adit, Eza, Risky, Bagas, Devan, dan sang ketua Fani sudah berkumpul di samping sekolah dengan alat mereka untuk membalas dendam. "Ayo! Gue bagian nyadap CCTV," ucap Fani sambil mengeluarkan laptopnya siap menjalankan rencana. Jangan dikira ia nakal dan goblokk tentang IT, nyatanya, dibalik sikapnya itu ia mahir menggunakan IT. Jika sang Mama pintar dengan rencana-rencana b****k, papa yang pintar akan segalanya, Devon yang tau segala hal, Devan yang mahir dengan teknik, Barga yang pintar dengan bahasa maka Fani pintar dengan IT. Ia bahkan sudah berencana akan menjadi kepala devisi IT di perusahaan milik sang Papa. "Menit ke 7 CCTV mati dan gue nyalain dimenit ke 10, kalian punya waktu 3 menit. You know film Happy New Year? As that," ucap Fani dengan jari yang masih setia memasukan beberapa kode-kode. "Oke, Ayo!" komando Eza mengajak Bagas dan Risky untuk menyingkirkan satpam sedangkan Adit mengunci gerbang dan menyembunyikan motor milik satpam. Devan mengawasi Fani yang sedang bekutat dengan kode-kode, ia segera mengambil ponsel milik adiknya untuk melihat hasil CCTV yang disadap. "Selesai," ucap Fani saat menit ke 10 dan Eza, Bagas, Risky, dan Adit sudah kembali dengan senyum kemenangan. "Mari kita akting," seru Devan lalu mereka masuk kedalam mobil masing-masing. Mereka memarkirkan mobil mereka tepat didepan pintu gerbang lalu membentang karpet kecil untuk mereka duduk. Bagas mengeluarkan cemilan dan Eza mengeluarkan minuman. Camping sederhana yang dilakukan didepan gerbang sekolah. ******* Devon menatap aneh depan sekolah yang ramai siswa siswi serta guru dan kendaraan mereka yang memenuhi jalan. "Kenapa?" tanya Devon pada salah satu siswa yang melewatinya. "Itu, Kak. Satpam gada dan gerbang masih dikunci, terus anak-anak SLC bentang karpet dan bersantai didepan gerbang." Devon mengurut keningnya saat lagi-lagi anak SLC berulah. Dengan langkah tegap Devon membelah kerumunan dan langsung duduk di samping Fani yang sedang menikmati snack kentang. "Buka!" perintah Devon tajam. Fani terjengit kaget saat melihat sang kakak sudah stay in here disampingnya. "Apa sih? Gue gak tau apa-apa ya." Dengan cepat Fani mengelak juga menyanggah sebagai balasan dari perintah Devon, padahal Devon hanya memerintah membuka bukan menuduh. "Lalu ini apa?" "Jadi gini, Bang," sahut Devan ikut menjelaskan. "Tadi pas pas kita sampai sini, gerbangnya gak bisa dibuka, udah teriak-teriak sampe emak warung sebelah marah-marah. Dari pada mati bosan dan kalo kita pergi ntar gak tau masuknya, jadi kita leyeh-leyeh disini," jelas Devan membuat Devon mengernyit kesal. Sudah ketahuan tetap saja ngeyel, sebenarnya mereka semua juga tau biang keroknya itu siapa. Devon lalu berdiri menghampiri gerbang dan melihat 3 gembok yang masih terkunci, ia menatap Devan dingin. "Devan buka!" perintah Devon dengan lantang. Devan gelagapan sendiri. "Gue gada kuncinya, Bang," balas Devan menatap Devon malas. "Lo anak pinter teknik dan pasti tau ginian, jangan dikira gue b**o," sahut Devon menatap tajam adiknya. "Ta-" "STNK mobil lo masih ditangan gue," ucap Devon membuat Devan dan Fani terdiam. Rencana gagal? Dengan kesal Devan mengambil sesuatu di dashboard mobilnya. Disana sudah ada kunci L, Y, T, dan kunci-kunci lainnya. "Beneran nih?" tanya Devan menatap anak-anak SLC yang dibalas dengan anggukkan. Devon menatap gembok itu dengan nanar dan memasukkan 1 kunci kecil kedalam lubang di samping tempat kunci gembok. "YEY!" teriak semua orang saat 3 gembok sudah dilepas Devan. Devon menarik anak-anak SLC menuju lapangan. Ia sudah tau. Semalam, sebelum ia memasuki kamarnya, ia mendengar rencana Fani dan Devan. So? Ia tau. "SETELAH ISTIRAHAT KALIAN SAYA TUNGGU DI LAPANGAN!" Devon menatap anak SLC dengan tajam. "Bagi yang membawa kendaraan silahkan kunci kalian dikasihkan ke anak SLC, biar mereka yang memarkirkan kendaraan kalian." Devon berseru sambil melemparkan kunci mobilnya kearah Devan lalu masuk kedalam area sekolah. "Mampos kita," gumam Fani meratapi nasibnya yang selalu tertimpa kesialan. Semua ini gara-gara Devon! Titik pake K gak pake koma pake A! ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD