i don't know anything

1056 Words
Drystan duduk sembari mengerjabkan matanya. Ia sudah merasa lebih baik dari terakhir kali saat Edward mengusap kepalanya. Perutnya sudah tidak bergemuruh, dan kepalanya yang pusing juga sudah reda. Satu-satunya yang masih mengganggunya hanya tubuhnya yang terasa lemas. Drystan turun dari ranjang dan menuju ke toilet untuk membasuh muka. Ia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin kamar mandi dan mengernyit. “Uwah, benar-benar mengerikan.” Gumamnya. Kulitnya yang sudah pucat tampak sangat pucat, termasuk kedua belah bibirnya. Seolah, tidak ada lagi darah yang mengalir di tubuhnya. Usai membasuh muka, segera ia mengganti pakaiannya yang basah oleh keringat dan keluar untuk bertemu Edward. Ia masih ingat dengan pembicaraan sebelumnya. Kakaknya; Darren Levin dituduh secara sepihak oleh seorang bidak kriminal yang bahkan sama sekali tidak tahu siapa bosnya sendiri. Drystan harus memperjelas segalanya. Jika perlu, ia harus menyelidiki semuanya sendiri agar dirinya tidak termakan oleh keterangan palsu. Jujur saja, pikirannya menjadi tidak tenang karena hal itu. Ѡ Sejak pertama kali Edward menawarkan tumpangan kepada Drystan, pria itu hanya tahu bahwa Drystan adalah kriminal yang secara khusus bisa berkeliaran bebas karena kakaknya. Drystan diketahui hanya merupakan seorang eksekutor, di mana seluruh rencana kriminalitas yang ia lakukan sudah diatur oleh kakaknya. Intinya, Drystan hanyalah alat. Setelah beberapa kali bertemu di bar kecil yang dekat dengan bar Red Hand milik kakaknya, Edward cukup tertarik dengan pemuda itu. Meski posisinya hanya sebagai alat, dia memiliki pemikiran yang cukup baik. Diam-diam, Edward mengakui bahwa Drystan sebenarnya hanya seorang anak polos yang penurut. Hubungan persaudaraan dengan kakaknya tak begitu baik, atau setidaknya memang seperti itulah kenyataannya. Lalu, pemikiran untuk menampung Drystan di rumahnya tercetus begitu saja saat mengetahui status Drystan yang tengah melarikan diri. Mungkin, secara tidak sadar Edward berpikiran sama dengan Darren. Drystan yang penurut dipergunakan sebagai bantuan. Lagipula, pada dasarnya Edward bukanlah orang baik-baik. Ia adalah detektif licik, yang melakukan segala hal untuk mendapatkan buruannya. Mendapatkan Drystan di sisinya juga bagian dari kelicikannya. Ia hanya memanfaatkan kemampuan yang ada, yang kebetulan sedang tidak memiliki tempat untuk pulang dan butuh tumpangan. Edward mengusap wajahnya. “Jika benar Darren adalah dalang dari semua ini, apakah aku akan tetap bersikap biasa saja di hadapan Drystan?” gumamnya pada diri sendiri. Tidak ada alasan khusus mengapa Edward secara sukarela dan spontan saja mengajak Drystan untuk tinggal bersamanya. Bukankah sangat lucu, mereka berdua yang merupakan anomali satu sama lain malah hidup bersama-sama. “Dan aku bahkan menciumnya.” Keluh Edward pelan. “Mencium siapa?” Edward berjengit kaget. Ketika ia menolehkan kepalanya, Drystan berdiri dengan kedua tangan disilangkan di depan d**a. Terakhir kali ia meninggalkan Drystan ketika pemuda itu tampak larut dalam pikirannya usai mereka berdua sedikit berdebat mengenai keterangan dari Pedro soal siapa dalang sebenarnya dari penculikan anak-anak di New York. “Bukankah kau sedang sakit? Kembali tidur sana!” Drystan mendecih. “Aku sudah sembuh, bodoh.” Edward menghela napas. Ia bangkit berdiri dan mendekat ke arah Drystan, tepat di hadapannya. Telapak tangannya terulur dan menyentuh dahi Drystan, terus bertahan seperti itu hingga beberapa detik. “Kau masih terasa panas.” “Setidaknya aku sudah tidak pusing.” Edward terkekeh. “Kembalilah istirahat. Apa kau lapar? Mau kubuatkan sesuatu?” Drystan mengendik kecil. “Seingatku kau tidak bisa memasak.” Edward tertawa sembari menggaruk tengkuknya. “Yeah, makanya istirahatlah, supaya kau cepat sembuh dan bisa memasak untukku lagi.” “Mencium siapa?” “Huh?” Drystan melirik kesana-kemari. “Kau bebricara sendiri sambil mengatakan soal mencium. Seingatku akhir-akhir ini kau tidak keluar.” “Memang.” “Lalu?” “Kenapa ingin tahu?” “Tidak.” Edward tersenyum geli. Sungguh, ia sangat peka mengapa Drystan menanyakan hal itu. Dia pasti kepikirian perihal ciuman yang mereka lakukan di gang dekat bar saat mereka bertemu malam itu. Maksudnya, memang Edward yang mencium Drystan, tetapi waktu itu ia hanya reflek. Ia tidak tahu mengapa tubuhnya secara impulsif mendorong tubuh Drystan dan menabrakkan bibirnya dengan bibir Drystan. Seingatnya, ia tidak pernah memiliki ketertarikan dengan sesama laki-laki. Ciuman bukanlah perkara yang besar untuk Edward, dan ia rasa hal itu juga berlaku untuk semua orang. Budaya mereka memang seperti itu. Dan Edward, sama sekali tidak memikirkan perihal ciuman itu sama sekali. Ia hanya tiba-tiba teringat soal ciuman itu usai kepikiran bagaimana jika benar Darren adalah dalang dari semuanya. Edward melirik Drystan dan mengacak surai pirang pemuda itu. “Kenapa? Kau menikmati ciuman dariku?” Wajah Drystan memanas, segera ia memalingkan wajah dengan ekpresi kesal. “Tidak. Kau kira aku gampang tergoda huh?” “Oya? Wanita-wanita biasanya langsung mabuk kepayang saat kucium.” Drystan memutar bola matanya. “Ya, ya, aku tidak mengerti kehidupan playboy sepertimu.” Dan ia segera berbalik untuk meninggalkan Edward. “Drystan, mencium seseorang tidak membuatmu menjadi payboy begitu saja. Maksudku, orang-orang juga melakukannya, kau pasti juga tahu.” Drystan mengangkat bahu. “Mungkin aku yang tidak tahu.” Drystan kembali masuk ke dalam kamar, segera setelah ia menutup daun pintu tubuhnya merosot jatuh dan ia menutupi mulutnya untuk meredam suara teriakannya. Drystan benar-benar merasa sangat malu, dan sungguh jika bisa ia ingin sekali menanam dirinya sendiri saja. Jika ada serum untuk menghapus ingatan manusia, maka Drystan akan meminumkannya dengan paksa kepada Edward agar pria itu melupakan apa yang ia katakan tadi. Drystan bahkan sempat memikirkan cara ekstrim semacam membenturkan kepala Edward ke dinding hingga ia pingsan dan melupakan apa yang ia katakan tadi, namun ia sadar bahwa cara itu berbahaya dan kemungkinan keberhasilannya sangat kecil. Apalagi, kalau sampai Edward marah dan mengusirnya. Lagipula ia sudah merasa nyaman tinggal bersama Edward, apalagi pria itu tidak menuntutnya macam-macam termasuk menyusun sekenario untuk menjebloskannya ke penjara. Soal menjebloskannya ke penjara mungkin saja ada di pikiran Edward, karena biar bagaimana pun dia itu penegak hukum dan Drystan adalah kriminal. Drystan menghela napas. “Rasanya aku benar-benar seperti manusia yang baru keluar dari gua dan melihat peradaban.” Keluhnya. Iya, Drystan tidak mengerti apa yang umu dilakukan oleh orang-orang seusianya, ia juga tidak tahu bahwa ciuman tidak begitu bermakna jika dilakukan kepada sembarang orang. Hal-hal mendasar di kebudayaannya ia sama sekali tidak tahu. Yang Drystan tahu hanya sekadar bagaimana menyelesaikan tugas dari kakaknya dengan baik tanpa meninggalkan jejak apapun, bagaimana menarik atensi orang-orang yang menjadi targetnya, termasuk bagaimana menjaga diri agar tidak terlihat ke sembarang orang karena posisinya sebagai kriminal. Hal-hal yang umum dalam masyarakat sama sekali tidak ia ketahui, karena sejak awal dia tidak pernah mendapatkan hal itu. Ѡ
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD