Saat pulang sekolah, Evnand tak langsung menuju rumahnya, ia membelokkan motornya ke arah jalan menuju rumah Alffi.
Ia ingin mengeluarkan semua yang bercokol difikirannya selama satu bulan ini setelah ia sukses membuat Yurra menjadi miliknya.
"Terus Ngapain kau disini?" Tanya Alffi bingung.
"Menurutmu, aku terlalu memaksa kah?" Bukan jawaban yang Evnand berikan.
"Kita tau betul sifat Yurra, dia mungkin nggak nyaman kalau kehidupan pribadinya disaksikan banyak orang. Menurutku ini masih wajar, Nand, jadi apa sebenarnya yang bikin kau nggak bisa terima?"
"Dulu mantannya yang sok kegantengan itu aja bisa dengan bebasnya." sahut Evnand memberengut.
"Mantannya emang ganteng Nand, lagian sejak kapan kau hoby membandingkan dirimu dengan orang lain?" Jawab Alffi dibarengi kekehan pelan.
"Yurra cuma minta kau nggak bersikap berlebihan, Nand, bukan minta kalian jadi orang asing, bahkan sekarang dia nggak sekaku dulu." sambung Alffi saat melihat keterdiaman sahabatnya itu.
"Dia bahkan nggak terganggu saat yang lain dekatin aku, Fi," ucap Evnand dengan suara memelan.
"Yurra sukses menyulapmu menjadi dirimu yang sebenarnya,- oh bukan, perasaanmu untuk Yurra yang sukses membuatmu berubah, Nand." ucap Alffi dengan nada geli.
"Bukannya ngebantu malah ngejekin, teman macam apa kau?" Jawab Evnand dengan wajah sebal yang justru semakin mengundang tawa sahabatnya.
"Nand, aku bukan Yurra, percuma kau ngomong ke aku, karna memang harus Yurra sendiri yang jelasin alasannya. Percaya deh, Yurra bukannya malu, buktinya didepan kita-kita dia nggak mempermasalahkan sifat manjamu itu kan." jelas Alffi panjang lebar.
"Lagian apa sih tujuanmu sebenarnya? Bukannya kau mau Yurra nyaman dengan hubungan kalian?" Aku tau kau khawatir karna Bima. Nand, bahkan kau yang terang-terangan nunjukkin perasaanmu sejak setahun lebih ini, nggak bisa bikin Yurra peka semudah itu, dia bahkan baru terima kau sebulan yang lalu, jadi apa yang di khawatirin dari Bima yang memang nggak berani sama sekali nunjukkin perasaannya ke Yurra?" Sambung Alffi lagi karna diamnya Evnand barusan.
**
Setelah obrolan panjang yang didominasi oleh Alffi seminggu yang lalu, Evnand semakin faham sikap Yurra.
"Kamu nggak makan, ngapain ikut ke kantin?" Tanya Yurra pada Evnand yang dengan santai ikut duduk disampingnya, berhadapan dengan Richard dan Dwinda.
"Biarin, kenapa sih Ra, Nggak ngerugiin orang juga kan." jawab Dwinda.
"Kau kenapa nggak ikut makan?" Tanya Richard pada pacar sahabatnya tersebut.
Tanpa menjawab, Evnand bangkit dari duduknya dan kembali ke meja dengan seporsi nasi kuning ditangannya.
"Makanan disini bersih kok, jangan panik gitu mukanya." ucap Yurra sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Evnand.
"Aku tau Ra, aku cuma-"
"Nand, kau makan nasi itu?" Tunjuk Alffi pada piring nasi yang setengahnya sukses masuk dalam perut sahabatnya.
"Jangan lebay, Fi," delik Evnand.
"Evnand, kau- haah, sudahlah. sini biar aku yang habiskan." jawab Alffi sambil merebut piring nasi kuning dengan campuran udang itu dari hadapan sang sahabat dan itu sukses membuat kerut bingung dikening Yurra dan dua sahabatnya.
"Ra, lain kali jangan disuruh makan sembarangan ni anak, mukanya aja yang sok cool tapi aslinya lembek." sambung Alffi saat nasi dipiringnya tandas dan ia nyelonong pergi setelah berucap.
"Alffi emang gitu, rada lebay, cuekin aja." ucap Evnand pada tiga manusia dihadapannya yang tampak semakin bingung.
"Ayok balik kelas, bentar lagi bel masuk." sambung Richard.
Sepanjang pelajaran terakhir, Yurra sesekali menoleh pada Evnand. Entah hanya perasaannya atau bagaimana, Evnand terlihat gelisah. hingga bel tanda pelajaran berakhir tak biasanya Evnand memberi kode ia langsung menunggu di parkiran padahal biasanya ia akan ke ruang musik dan Yurra ke ruang osis dulu sebelum mereka pulang.
"Kenapa?" Tanya Yurra saat ia melihat wajah Evnand memerah.
Ia baru melihat jelas saat tiba diparkiran saat Evnand memberi helm padanya.
"Cuman efek Gerah, hari ini lumayan panas." jawab Evnand menenangkan saat menyadari wajah pacarnya mulai terlihat panik.
"Kamu nggak boleh makan apa?"
"Kok nanya gitu?" Evnand berusaha setenang mungkin.
"Nand, jawab" perintah Yurra tak ingin dibantah.
"Seafood." jawab Evnand sendu. Ia tak bisa mengelak lagi.
"Ayok pulang!" ajak Yurra terdengar kecewa.
"Ra, aku nggak kenapa-kenapa."
Evnand menghembuskan nafasnya sembari memakai helm dan setelah itu suasana hening menemani perjalanan mereka menuju rumah Yurra.
"Nand, kamu apain kalo udah merah-merah gini?" Tanya Yurra sambil menyentuh wajah sang pacar.
"Udah lama nggak, tapi mama pasti punya stok obatnya dirumah." lagi, ia berusaha menenangkan pacar mungilnya itu sambil ikut memegang tangan yang menyentuh wajahnya sedari tadi.
"Maaf, aku nggak tau-"
"Ra, ini nggak separah itu. Aku langsung pulang yaa, kamu masuk dulu sana."
"Kabari kalo udah dirumah."
"Iya sayang." jawab Evnand membuat Yurra mengembungkan pipinya sebal.
Saat tiba dirumah, Evnand langsung disambut wajah panik mamanya karna melihat wajahnya yang semakin memerah dan beberapa bagian mulai membengkak.
"Abang jajan di kantin tadi?" Tanya sang mama setelah memberi makan dan obat pada anak sulungnya itu.
"Maaf ma," jawab Evnand.
"Sana mandi, abis itu istirahat ya," perintah sang mama yang di angguki Evnand.
Hingga menjelang malam, Delisha yang hendak memanggil abang sulungnya untuk makan dikagetkan dengan suhu tubuh sang abang yang sangat tinggi dan seluruh wajahnya sudah membengkak.
Ia menuruni tangga dengan panik sembari memanggil mama dan papanya yang sigap berdiri saat ia menyampaikan keadaan abangnya.
Saat anggota keluarga yang lain sibuk mempersiapkan keperluan Evnand menuju rumah sakit, Fokus Vian teralih pada ponsel sang abang yang tak henti berdering, ia melihat nama Cherry yang sudah berapa kali menelpon.
"Hallo, kak Cherry," ucap Vian polos.
"Hallo Nand- eh, maaf ini siapa?" Tanya Yurra canggung.
Dasar Evnand, pasti namanya diponsel Evnand masih menggunakan nama menggelikan itu monolog Yurra.
"Aku Vian kak, adiknya bang Evnand."
"Oh, aku Yurra- ah, Evnand dimana, kenapa kamu yang nelpon?" Tanya Yurra bingung.
"Abang dibawa ke rumah sakit, demamnya tinggi mungkin alerginya kambuh karna muka abang membengkak." jelas Vian.
"Rumah sakit mana?" Sambung Yurra dengan suara paniknya.
"Tadi papa bilang dibawa ke RS Harum Sisma Medika."
"Tolong bawa hp Evnand ya, aku hubungi lagi kalo udah nyampe RS." pesan Yurra sebelum menutup panggilan itu.
Setelah itu ia menelpon Richard memintanya untuk ikut menemani ia ke Rs, tak lupa ia mengabari Alffi.
"Jangan panik Yu, dia pasti udah ditangani." Richard gusar melihat wajah memerah sahabatnya yang berusaha menahan tangis.
"Aku nggak tau alasannya nggak pernah mau makan dikantin ternyata bisa sefatal ini, Ri,"
"Nggak ada yang salah, jadi berhenti menyalahkaaan dirimu, setelah ini ngomong baik-baik, nggak salah kamu sedikit menunjukkan sikap perdulimu Yu, dia pacarmu sekarang, kurangi cuekmu sedikit aja." cercah Richard.
Setelah itu, Yurra diam dengan segala pemikirannya hingga mereka tiba di RS bertepatan dengan Alffi yang juga hendak masuk ke ruang IGD untuk menanyakan pasien atas nama Evnand Ananda Septama.
Mereka tiba di ruang rawat saat Evnand baru selesai ditangani, jarum infus sudah terpasang rapi ditangannya.
"Alffi, siapa yang ngabari kamu?" Tanya papa Evnand yang berdiri disamping sang istri yang setia memandangi wajah anak sulung mereka.
"Pacarnya Evnand, om, namanya Yurra." tunjuk Alffi membuat seisi ruangan itu menoleh pada Yurra.
"Mas vian, pacarnya abang kenapa merah gitu mukanya?" Tanya Delisha berbisik walau masih terdengar oleh semuanya.
"Tadi kak Cherry nelp abang, pa, Sekalian aja Mas kabari abang masuk Rs." jawab Vian.
"Maaf tante, om, aku nggak tau kalo Evnand alergi seafood," ucap Yurra canggung dengan nada menyesal.
"Nggak papa nak, namanya musibah nggak bisa dielak. sesekali biar anak sok kuat ini belajar terbuka dengan kelemahannya." jawab sang mama yang masih setia menggenggam tangan anak sulungnya itu.
"Maa," keluh Evnand dengan suara seraknya.
"Lihat, sudah begini aja masih mau berusaha menutupi- kamu nggak lihat tu muka pacar mungilmu udah merah nahan tangisnya." sambung sang mama membuat Evnand sekali lagi refleks menoleh pada pacarnya.
"Sini duduk, tante dan om keluar cari makanan dulu, titip Evnand dulu ya." ucap mama Evnand sembari bangkit dari duduknya.
"Adek sama mas Vian mau ikut atau dibungkusi makanan?" Tawar sang papa karna memang mereka nggak sempat makan malam dirumah tadi.
"Mas bawa adek pulang aja pa, abang juga udah mendingan kan," jawab Vian pada ayahnya.
"Sini duduk." panggil Evnand pada Yurra yang msih mematung ditempatnya.
"Adek, kenalan dulu sama kak Yurra." perintah Evnand pada adik bungsunya sebelum mereka beranjak pulang.
Tinggallah mereka berdua saling diam setelah Alffi dan Richard pamit keluar, Yurra yang bingung harus mulai dari mana, Evnand yang merasa bersalah karna lupa mengabari pacarnya setelah ia tiba dirumah sore tadi.
"Maaf," ucap Yurra akhirnya.
"Ra, nggak ada yang salah."
"Kenapa mukanya merah gini, Mau nangis?" Sambung Evnand sambil tangannya berpindah mengacak puncak kepala pacar mungilnya.
"Aku nggak tau kalo efeknya bisa separah ini." ucap Yurra, tangan nya menyentuh wajah bengkak sang pacar dengan perlahan.
"Aku jadi jelek ya?" Goda Evnand yang dihadiahi pukulan pelan Yura pada lengannya.
"Aku nggak papa Ra, besok juga boleh pulang. Berhenti nyalahin dirimu, setelah ini aku akan jujur semua ke kamu, kamu juga yaa." bujuk Evnand yang di angguki Yurra.