Prolog
Mata hitam pria itu menatap Alisa seolah bisa menelanjangi jiwanya, melihat isi hati terdalamnya yang penuh luka. Pria asing itu... terlalu mirip suaminya. Tapi tatapannya, sentuhannya, senyum sinis di bibirnya. Semuanya membuat Alisa merasa seperti tenggelam dalam dunia yang berbeda.
"Nyonya, seseorang yang terhormat seperti anda menyamar dan datang ke tempat hina ini, apa anda yakin ingin melanjutkannya?"
Alisa tak menjawab. Alkohol dan rasa hancur membuatnya diam. Jemari pria itu menyentuh pipinya pelan, seolah membaca luka batin yang belum kering.
Meski samar, Alisa seperti mengenali suara gigolo yang sedang ia pandang, yang sekarang mengunci matanya begitu dalam. Jemari besar dan panjang gigolo itu turun ke bawah dengan gerakan lambat namun penuh keyakinan, melepas satu persatu kancing baju Alisa. Kepala wanita itu pusing setelah menghabiskan tiga gelas alkohol, ia mabuk berat dan tidak bisa mengingat suara familiar pria di depannya ini. Meski begitu, alkohol jugalah yang menjadi bahan bakar untuk nyalinya melangkahkan kaki ke tempat menjijikkan ini.
"Kau... ahh..."
Laki laki yang bekerja sebagai gigolo itu menyeringai setelah menekan salah satu titik sensitifnya. Ia terampil.
"Anda suka dimainkan di sebelah sini ya, nyonya. Kebetulan ini tempat favorit saya."
Wajah Alisa memerah. Tanpa ia sadari kemeja seksinya telah ditanggalkan. Tinggal menyisakan pakaian dalam berwarna putih berenda yang menutupi bagian d*danya.
"Anda bahkan sengaja sekali memakai hiasan seperti ini. Anda ingin menyenangkan saya, nyonya?" perlahan tali pengait ditarik.
"Jangan... ukh... jangan panggil aku nyonya..." Alisa menutup mulutnya yang tidak bisa menahan r*ngsangan, ia juga tidak memprotes jemari yang bermain di bagian sensitifnya.
Senyuman misterius itu menghanyutkan. Meraba bagian lehernya dan mendekat ke telinga.
"Nyonya Alisa... Mari kita pergi ke neraka bersama. Neraka yang sangat panas."
Alisa memejamkan mata. Hanya untuk benih... hanya untuk anak... untuk menghentikan seluruh tuduhan padanya, bahwa ia tidak mandul. Alisa membiarkan gigolo itu membopongnya, menuju ke tempat tidur yang nyaman.
Laki laki itu melepas pakaiannya sendiri dalam satu tarikan, menunjukkan bagian tubuhnya yang besar kekar. Alisa menelan ludah, bagian atasnya saja sudah terlihat begitu menawan. Mata wanita itu turun ke bawah, bagaimana dengan yang di bawah? Ah... seperti ular besar... Alisa yakin ukurannya mungkin akan terasa menyakitkan karena terlihat lebih besar daripada milik suaminya.
"Apa anda mau membukanya sendiri?" tanyanya sembari menunjukkan senyuman jahil penuh arti pada Alisa yang memandang takut pentungan saktinya.
Alisa menggeleng kikuk, menutup wajahnya dengan punggung tangan.
"Baiklah, mari kita lakukan foreplay terlebih dahulu supaya anda tidak merasa sakit. Akan saya buka jalannya."
Laki laki itu mendekat, memeluknya dengan lembut, meraih dagunya dan menciumnya. Awalnya hanya ciuman yang nyaman, tapi semakin lama semakin dalam hingga seperti sedang menghisap nafasnya.
Tak cukup dengan itu, tangan gigolo itu membuka pengait belakang Alisa, bagian atas tubuhnya kini terekspos sempurna tanpa tertutupi sehelai kainpun. Bukitnya mulai diraba, diremas dengan kekuatan yang pas hingga Alisa tidak tahu ia sedang merasa sakit atau nikmat. Lalu saat mencapai bagian ujung, tubuh Alisa berontak gemetaran tak karuan. Itu benar benar titik sensitifnya. Yang selama ini tak pernah tersentuh. Merah merekah dan menegang. Seakan darahnya terkumpul di sana.
Gigolo itu tersenyum puas. Lantas terus bermain di ujung bukitnya. Ia pijat, putar, dan pilin. Permainannya sangat terampil seolah ia memang terlahir untuk bekerja di bidang ini. Alisa melengkungkan punggungnya ke atas. Seluruh tubuhnya geli seakan tersetrum listrik.
Alex suaminya tak pernah peduli pada kenyamanan Alisa di atas ranjang. Ia hanya peduli pada dirinya sendiri dan mencampakkan Alisa setelah selesai. Bahkan dengan kejam, selama ini saat Alisa berjuang diantara rasa hina dan sakit, Alex tidak pernah menanam benihnya di dalam. Ia selalu mengeluarkan nya di luar. Meskipun Alisa memohon, Alex tidak peduli. Ia seperti mengejeknya, senang saat Alisa mendapat olokan dari seluruh kerabat dan orang tuanya sendiri karena tidak hamil setelah 5 tahun usia pernikahan.
"Apa saya boleh meninggalkan bekas?" gigolo itu bertanya. Alisa adalah istri muda seorang CEO paling terkenal, wajahnya terpampang dimanapun. Bisa gawat jika wanita sepertinya ketahuan memiliki simpanan dan skandal dalam pernikahan.
"Ngh... lakukan saja... uh. sesukamu." Alisa menahan erangannya, pasalnya laki laki ini sama sekali tidak berhenti menggoda titik sensitifnya.
"Suamiku... pergi ke luar kota." lanjutnya kemudian.
Laki laki itu dengan tangan halusnya menghapus air mata Alisa. Gadis itu kehabisan napas dan merasakan getaran aneh saat tubuhnya terus dipermainkan. Ini adalah pengalaman pertamanya merasakan gairah di atas ranjang.
"Baiklah. Saya akan menikmati tubuh anda dengan senang hati."
Alisa memejamkan mata, membuka tubuhnya dengan leluasa dalam dekapan panas gigolo ini. Membiarkan pikirannya hilang dalam beberapa jam ke depan, terjebak dalam dosa kenikmatan yang kejam merajam.