Bab 4

1365 Words
Beberapa hari setelah pertemuan antara Fiona dan Dave di kantor, Dave mengantar para penumpang dari Bangkok ke Jakarta mengirimkan pesan kepada Fiona untuk menjemputnya saat ia sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta. Dave yakin sekali jika Lifia pasti akan menunggunya di bandara untuk mendekatinya dengan berbagai cara. Dave tidak ingin rasa lelahnya menjadi lebih parah karena keberadaan wanita itu, makanya Dave segera meminta Fiona untuk memulai perannya, sesuai kesepakatan mereka.. Sementara itu, Fiona yang sedang menamani sang mama makan siang terganggu oleh suara pesan yang tak kunjung berhenti. Ia lekas merogoh tas bermerek yang ia beli, dengan hasil uangnya sendiri itu untuk mengambil ponselnya dari sana. Padahal Fiona tidak ingin makan siang berduanya dengan sang Mama terdistraksi dengan hal lain. Fiona berdecak kesal saat melihat nama yang tertera di notifikasi pesannya dan kekesalannya semakin bertambah ketika ia membaca isi pesan dari Dave tersebut. “Enak saja ini orang! Kenapa pake acara maksa segala, sih? Emang dia nggak tau apa kalau aku sedang sibuk-sibuknya nyiapin pesta pernikahan adiknya? Dia nggak lupa kalau aku bukan pengangguran yang punya banyak waktu, kan?” gerutu Fiona kesal setelah usai membaca pesan dari Dave. “Fiona? Kamu kenapa, Na? Kok ngomong sendiri?” tanya Mama Fiona yang keheranan dengan sikap dan raut wajah Fiona . Fiona tersentak dan sadar jika dirinya tidak seorang diri. “Oh, Mama! Sorry, Ma. Nana lagi meeting nih sama otak, makanya ngomong sendiri,” dusta Fiona ditambah dengan kekehan tidak bersalah. “Meeting sama otak? Emang bisa?” Bella mengerutkan keningnya. Merasa ada yang aneh dengan putri semata wayangnya itu. “Bisa sih, Ma Kata lainnya itu monolog, hehe.” jawab Fiona lagi. “Kadang otak ini bandel, nggak mau ngikutin apa yang aku mau.” Fiona bercanda di ujung kalimatnya sambil nyengir menatap Bella. ‘Gimana aku bisa lupa kalau sekarang ini aku sedang makan siang sama mama. Sialan banget tuh cowok.’ batin Fiona. Menyesali perbuatannya tadi. “Terserah kamu saja Na. makin kesini makin aneh saja kamu, suka ngomong sendiri juga,” pungkas Bella yang tidak mau mengambil pusing akan perubahan dadakan putrinya itu. “Ma, setelah ini aku ke Bandara, ya?” tanya Fiona tiba-tiba. “Bandara? Buat apa kamu ke sana?” Bella menatap serius wajah putrinya. “Ada urusan, Ma. Temanku ada yang datang dan minta bertemu. Emm, Mama bisa pulangnya sendiri, kan? Kalau nggak bisa, aku bisa minta Kimchi buat jemput Mama.” Fiona menawarkan untuk menelepon Kimchi untuk menjemput mamanya. “Terserah kamu, Na, kalau emang pertemuan itu penting,” ucap Bella. “Asal kamu bisa jaga dirimu sendiri.” Begitulah caranya Bella mendidik putrinya. Ia selalu ingin menjadi sahabat buat Fiona, bukan seorang mama yang selalu melarang putrinya melakukan ini dan itu. Akan tetapi, meski begitu Bella tidak akan mentolerir jika Fiona melakukan sesuatu yang bisa merusak diri dan nama baik keluarganya. Setelah usai menelepon Kimchi, Fiona pamit pada Bella dan meminta maaf karena tidak bisa menemani mamanya hingga pulang. Namun, bukannya melesat menuju Bandara Soekarno-Hatta, Fiona justru membawa mobilnya melaju menuju sebuah gedung tinggi yang bertuliskan ‘Two Seasons Hotel’. Mumpung masih ada waktu sebelum kedatangan pesawat Dave di bandara. Fiona menyempatkan dirinya untuk melihat sendiri bagaimana ballroom hotel yang bakal menjadi aula resepsi pernikahan Allin, adik David McLaren. Setelah memarkirkan mobilnya dengan benar di tempat parkiran, Fiona bergegas menuju aula penyambutan tamu. Namun nasibnya buruk sekali karena harus bertemu dengan wanita yang menjadi biang kerok semua permasalahan Fiona kali ini. “Ngapain kamu disini?” tanya Lifia yang mencoba menghalangi Fiona dari melangkah masuk ke aula. Fiona menghela napas panjang dan berusaha untuk tidak terpancing emosinya. “Tenang saja, saya kemari karena punya urusan, bukan untuk mencari Anda. Saya juga tidak tahu kalau Anda ada di sini,” jawab Fiona mencoba untuk menahan sabar. “Apa pun itu urusan kamu. Sekarang kamu pergi saja deh. Karena saya nggak bakal izinkan kamu buat masuk!” Lifia menabrak kasar bahu Fiona membuat tubuh wanita cantik itu sedikit oleng dan hampir saja jatuh. “Apa-apaan ini? Memangnya Anda siapa? Kok mendadak memusuhi saya?” Fiona melontarkan pertanyaan, mencoba menahan stok sabarnya yang sepertinya sudah menipis. “Hah! Kurang update sekali sih kamu! Emang kamu dari planet mana sih. Bisa-bisanya kamu itu nggak tau kalau pemilik hotel ini adalah Wahyu Prayoga, putra tunggalnya Bapak Budi Prayoga,” balik Lifia melemparkan pertanyaan tanpa menjawab pertanyaan dari Fiona barusan. “Saya tahu itu, tapi memangnya apa urusannya dengan Anda?!” emosi Fiona sudah mulai tersulut dan kesabarannya juga sudah mulai menipis. “Bisakah Anda pergi saja? Anda menghalangi pekerjaan saya!” “Seenaknya saja kamu, ya! Kamu tuh yang harus keluar! Masa kamu nggak tahu kalau saya ini putrinya Pak Wahyu! Sebagai waris hotel ini. Saya berhak buat ngusir siapa saja yang saya tidak suka, termasuk kamu.” Telunjuk Lifia mengacung lurus tepat di depan wajahnya Fiona. “Sial!” geram Fiona kesal. Dia tidak pernah tahu jika Lifia adalah anak dari pemilik hotel ini. Ia mengangkat tinggi kedua tangannya di udara, sangking kesal nya. Wajah putih bersih itu sudah mulai memerah menahan amarah yang sudah di ubun-ubun. Fiona tidak mau terus-terusan menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang di sana. Tanpa berniat menimpali ucapan Lifia barusan, ia lantas pergi meninggalkan tempat itu, menyisakan Lifia dengan senyum kemenangan tercetak di wajahnya. *** Setelah tiba di bandara, Fiona memilih untuk menunggu di dalam mobil sementara pesawat yang dikemudikan Dave belum juga menyentuh landasan pacu Bandara Soekarno Hatta. Sambil menunggu, otak licik Fiona memikirkan cara agar bisa membuat Dave merasa ilfill dengannya. Dengan begitu dia bisa bebas dari kerja sama ‘gila’ itu. Seketika bibirnya mengembangkan senyum misteri. Matanya lalu melirik pada arloji yang melingkar cantik pada pergelangan tangannya, kemudian Fiona melangkah keluar dari mobil. Kaki jenjangnya berjalan cepat menuju terminal kedatangan internasional untuk melancarkan misinya. “Awas saja kamu, Dave,” bisik Fiona pada dirinya sendiri saat melihat orang yang menjadi incarannya itu sedang menyeret koper kecilnya menuju pintu keluar. “I LOVE YOU, KAPTEN DAVID MCLAREN!” Teriakan itu terdengar di area penjemputan, menggema di sekitar terminal kedatangan internasional. Semua mata terpaku pada sosok gadis mungil yang cantik dalam balutan dress selutut warna putih bermotif bunga sakura. Ia tampak anggun dan menawan dengan penampilannya, berbanding terbalik dengan teriakan lantang nya yang kasar. Seorang pria dengan balutan seragam khas seorang pilot mengayun langkah mantap dengan menyeret kopernya. Senyum kemenangan yang awalnya terpatri di wajah tampannya itu segera menghilang. Aura cuek dan dingin kini kembali menghiasi wajah pria nan jangkung itu. “Caramu menyatakan cinta itu sungguh bar-bar sekali, Nona Fiona,” ucap David sambil melemparkan senyum jahatnya saat ia berhenti di hadapan Fiona. Fiona diam-diam memutar bola matanya dengan malas, tetapi ia dengan cepat memasang senyum termanis yang ia miliki. ‘Dasar kapten pilot kurang ajar! Awas saja dia! Kenapa juga dia harus menerorku untuk menghancurkan ‘Ana’s Wedding Dream?’ Gara-gara dia aku jadi harus malu-maluin diri sendiri kayak gini!’ Fiona membatin dengan kesal sambil diam-diam menatap nyalang pada pria tampan yang tengah menatapnya itu. Tidak ada yang akan tahu isi hatinya, termasuk David. “Maksud kamu apa?” tanya Dave. “Sedang mendalami peranlah. Emang salah?” balik Fiona melemparkan pertanyaan. Dave melemparkan smirk sambil melirik sekilas wajah Fiona. ‘Kamu kira aku tidak tahu apa yang bermain di otak licikmu itu?’ batin Dave. “Teruskan saja, aku suka caramu mendalami peran calon istri,” bisik Dave di kuping Fiona membuat bulu kuduk Fiona seketika meremang. Di tengah-tengah itu, ponsel yang ada di kantong FIona berbunyi dan lantas membuat Fiona dengan cepat merogoh tasnya. Ternyata mamanya yang sedang menelepon. Ia dengan cepat mengangkatnya. “Halo, Ma,” ucap Fiona setelah menggeser badan David menjauh. “Na! Pulang cepat, Na!” jerit sang mama di hujung sana dengan suara cemas dan sedikit terisak. *** Seorang pria berdiri di luar sebuah gedung dari ‘Ana’s Dream Wedding’. Ia menatap puas pada anak buahnya yang baru saja keluar dari gedung itu. “Lapor, Tuan! Saya, sudah mengerjakan semua yang Anda perintahkan!” ucap anak buahnya itu yang hanya dibalas dengan anggukan saja oleh tuannya. Rencana jahatnya sudah mulai ia lancarkan. Sebelum pergi, ia menoleh sekilas ke arah kaca bening itu dengan wajah yang menyeringai licik. Ia tidak akan membiarkan wanita itu hidup dengan penuh kesenangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD