Alexa menelan salivanya dengan susah payah. Dari dalam kereta kuda, dia bisa mendengar jelas keramaian di luar sana, sebelum sedetik kemudian berubah menjadi senyap setelah satu kalimat lantang diucapkan secara sahut menyahut.
"Yang Mulia telah tiba!"
Begitu seterusnya hingga keadaan benar-benar menjadi hening. Justru ketika keadaan seperti ini lah yang membuat dadanya merasa semakin berdebar tak karuan, perasaannya campur aduk. Pikirannya juga mulai panik, sibuk menerka kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya. Sayangnya, ketika Alexa berusaha mengingat pernikahan tokoh Athea dengan Arthur, yang dia ingat bukan seperti ini. Mereka menikah ketika Kerajaan Ackerley hampir menyerah, lalu Athea menyerahkan diri sebagai jaminan kedamaian dua kerajaan di mana Ackerley tunduk dan menjadi bagian dari negara bagian Adney Land. Bukan dengan adegan kesepakatan menikah lalu pulang seperti ini.
"Tidak turun?"
Pertanyaan bernada dingin itu mengusik gendang telinga Alexa, menyadarkannya dari lamunan tak bertepi sesaat. Matanya langsung merayap ke berbagai arah dengan wajah bingung sebelum akhirnya ia terpusat pada Arthur.
"Ah, ya?" Alexa baru sadar jika kini Arthur sudah keluar dari kereta kuda dan berdiri di luar kereta, tepatnya di depan tirai dengan sebelah tangan menyibak. "Apakah kita sudah sampai?"
Namun, Arthur tidak menyahut. Sebaliknya, pria itu malah menutup tirai. Terasa pergerakan di alas kereta kuda disusul suara telapak sepatu mendarat di atas tanah. Alexa jelas tahu jika Arthur sudah turun lebih dulu. Maka dari itu, Alexa segera bangkit. Sialnya, dia berdiri terlalu tinggi hingga membuat kepalanya membentur atap kereta kuda yang tak terlalu tinggi itu. Perbuatannya itu menimbulkan suara dan kereta bergoyang.
"Awh!"
Suara pekikannya terdengar sampai ke luar. Hal itu lantas membuat seorang prajurit yang berada paling dekat memastikan keadaannya. "Tuan Putri, tidak apa-apa?"
"I-iya, aku baik-baik saja." Alexa meringis seraya mengusap puncak kepalanya. Ia segera keluar dari kereta dan berjalan dengan telanjang kaki menyusul Arthur yang sudah sangat jauh.
Awalnya, Alexa mengabaikan sekitarnya, hingga beberapa jauh melangkah, baru 'lah ia tersadar bahwa di sepanjang jalan ini banyak orang yang menunduk. Alexa terhenyak, menatap sekeliling dengan bingung. Terlebih lagi, ketika ia menelisik sekeliling, ia dibuat terhenyak mendapati dirinya berada di sebuah halaman yang sangat lapang dengan rumput hijau yang segar, di mana di sekelilingnya, Alexa melihat kastil-kastil indah dengan dinding putih yang dihiasi ornamen-ornamen perak keemasan dan batuan ruby yang sangat mewah. Di sisi setiap kastil terdapat menara yang sangat tinggi dengan dinding batu yang kokoh dan atap kerucut di puncaknya. Rasanya Alexa benar-benar terlahir kembali di zaman yang berbeda. Ia tak bisa menahan decakan kagum melihat semua pemandangan di luar akalnya.
Rupanya kekagumannya itu tak berbuat manis, beberapa detik berlalu dirinya hanyut dalam euphoria, tanpa sadar ia tersandung sebuah batu yang ada di bawah. Alexa terjatuh dengan tidak elitnya di depan para pelayan yang sedang membungkuk. Sialnya lagi, ujung ibu jari kakinya terluka dan itu sangat menyakitkan. Suara gedebuk membuat perhatian semua orang terpusat padanya, para pelayan jelas sangat terkejut. Alexa mendongak malu, menatap sekelilingnya berharap ada yang datang menolongnya karena ternyata pergelangan kakinya juga ikut terkilir dan itu semakin menyakitkan.
Tubuh para pelayan itu tergerak ingin menolong Alexa, tampak jelas dari ekspresi terkejut dan panik mereka, tetapi seolah dalam diri mereka terdapat larangan tak kasat mata yang membuat mereka malah diam dan menunduk semakin dalam. Kedua mata Alexa dibuat membelalak tak percaya. Dia ini calon ratu, loh ... masa benar-benar tidak ada yang mau menolongnya?
'Kalian sungguh tidak mau menolongku?'
Alexa mengeram kesakitan seraya memegangi pergelangan kakinya. Baru sedetik kemudian dirinya sadar, alasan mengapa para pelayan itu tidak ada yang menolongnya.
"Apa dilakukan seorang calon permaisuri? Bergelesotan di atas tanah?"
Suara berat itu jelas sangat dikenali Alexa. Terlebih, bayangan sosok bertubuh tegap tercetak jelas di atas tanah di depannya dari cahaya matahari yang dibelakanginya. Alexa hanya bisa menghela napas panjang, ia mendongak, tersenyum simpul pada pria bertubuh tegap yang hanya menontonnya dan mengeluarkan kalimat tidak berguna.
"Saya terjatuh, Yang Mulia." Alexa menekan kata-katanya dengan seulas senyuman.
"Kau hanya harus berdiri."
Lihatlah, betapa menyebalkannya Arthur dan mulutnya. Alexa berdecak, ia juga tak ingin dibilang manja. Wanita itu berusaha bangkit dengan bantuan kedua tangannya sendiri. Namun, baru saja tubuhnya hendak menegak, ruas tulangnya kembali bergemerutuk.
Krek!
Alexa meringis, tubuhnya hampir limbung. Namun, sebuah lengan kekar lebih dulu menahan tubuhnya. Aroma mint yang maskulin merasuk ke dalam hidungnya ketika jarak terkikis habis di antara dirinya dan Arthur. Sejenak, jantung Alexa terasa nyaris meloncat keluar saking terkejutnya. Hanya saja, begitu ia sedikit menoleh, Arthur sudah menghujatnya dengan tatapan tajam.
"Dasar manja!"
Kedua mata Alexa terbelalak dengan ejekan itu. Namun, belum sempat mengeluarkan protes, tiba-tiba Arthur sudah mengangkat tubuhnya lalu memanggulnya di pundak seperti menggendong karung beras. Alexa yang diperlakukan demikian jelas memprotes keras.
"Hei, apa yang kau lakukan?!" pekik Alexa refleks. "Turunkan aku, sialan!"
Dan kelantangan kalimatnya itu membuat nyaris semua pelayan terbelalak dengan keberanian Alexa. Tangan Alexa bergerak berusaha melepaskan diri dari gendongan Arthur. Namun, salah satu tangan pria itu malah menekan pergelangan kakinya yang terkilir sehingga membuat Alexa kembali memekik kesakitan.
"Aaa ... kakiku bisa putus, b******k!"
Mendengar pekikan Alexa kali ini, beberapa pelayan nyaris mengeluarkan suara tawa mereka. Berani sekali, pikir mereka. Namun, tak sedikit pula yang malah menatap iba pada Alexa. Pasalnya, kata orang putri dari Kerajaan Ackerley adalah wanita tercantik di dunia. Kini kerajaannya telah tunduk pada Adney Land, dan sang putri dijadikan barang penebusan. Ada pula yang mulai tampak kurang suka dengan sikap sang putri yang terlalu frontal. Ada banyak ekspresi para pelayan, tetapi satu hal yang pasti; kedatangan sang kaisar dan sang putri menghebohkan seluruh pelayan dan rumor pun dimulai.
Kini Alexa dibawa ke sebuah ruangan megah. Wanita itu sudah pasrah, ia tak lagi meronta, hanya memasang wajah malas sambil melihat lantai kerajaan hingga ia berakhir di sebuah kursi yang sangat mewah, besar dan nyaman. Ketika menengadahkan wajah untuk menatap Arthur dan memprotes ulang perbuatan sepihaknya itu, seketika ia dibuat hilang ingatan ketika menatap ruangan megah yang ia tempati. Alexa terpana, matanya berbinar ketika menatap ornamen dinding dan berbagai benda-benda antik yang sangat berkilauan.
"Wah ... ini benar-benar definisi sultan," gumamnya tanpa sadar.
Tepat di sebelah Alexa terdapat meja nakas, di mana di atasnya terdapat sebuah keramik kecil bergambar naga. Tangan Alexa terjulur hendak menyentuhnya, tetapi sebuah sentilan keras mendarat di kulitnya hingga membuatnya memerah. Wanita itu memekik kesakitan, lalu serta merta menatap ke arah si empunya tangan laknat yang membuatnya kesakitan. Di depannya, Arthur sudah berdiri dengan wajah datar.
"Jangan menyentuh barang-barangku!"
Alexa berdecih, "Dasar pelit!"
Namun, ucapannya itu tak dihiraukan Arthur. Pria itu malah melempar sebuah kotak obat pada Alexa dan langsung membalikkan badan menuju meja kerja yang tak jauh dari jajaran sofa mewah yang Alexa duduki. Alexa menatap sinis kepergian Arthur hingga pria itu duduk di balik meja kerjanya. Pria itu mendongak, membalas tatapan Alexa.
"Cepat obati lukamu atau kupatahkan sekalian kakimu."
Kedua mata Alexa membelalak. "Kau! Kau tidak berhak berkata seperti itu!"
"Kau tidak berhak menatap seorang kaisar atau aku congkel matamu."
Mengeram tertahan, Alexa memilih bungkam. Jelas, dirinya dibuat kesal bukan main, Alexa segera menaruh kotak obat itu di atas meja lalu mengeluarkan beberapa botol berisi cairan dan obat serbuk. Alexa mengambil kain kasa. Karena bingung harus memakai obat yang mana, Alexa membuka satu per satu tutup obat-obatan itu. Namun, karena ulahnya, seketika bau tidak enak dari setiap obat tercampur sehingga membuat polusi udara di seluruh ruangan.
"Apa yang kau lakukan?" sungut Arthur kesal hingga bangkit dari tempat kerjanya dan mendatangi Alexa.
Alisnya mencuram galak, menatap tatanan botol-botol obat yang tutupnya terbuka. Arthur mendesah keras, menatap lelah pada Alexa.
"Kenapa kau membuka semua tutup obat ini?"
"Aku hanya mencari obat mana yang sekiranya harus kupakai." Alexa berusaha menjawab acuh, meski pada kenyataannya perasaannya sudah ketar-ketir melihat ekspresi kesal Arthur tadi. Oh, jangan lupakan ancaman patah kaki dan congkel mata tadi. Arthur tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.
Pada akhirnya, Arthur kembali menghela napas panjang. "Tutup semua obat-obat ini! Baunya sangat mengganggu!"
"Lalu aku pakai yang mana?" protes Alexa, mendongak dengan kening mengerut.
Belum sempat mendapat jawaban, tiba-tiba sebuah teriakan dari luar mengalihkan perhatian dua orang itu.
"Selir Calista datang berkunjung!"
Mendengar nama Calista, seketika wajah Alexa menjadi pucat pasi. Si tokoh utama datang. Gawat, Alexa akan segera tersingkirkan!