"Kediaman ratu diserang dan prajurit malah banyak terbunuh." Arthur mengulangi laporan dari salah seorang kasim.
Arthur yang sedang berada di sisi meja kerjanya melangkah melingkar, lalu berdiri di hadapan Kasim yang telah menyampaikan berita semalam. Wajah datar mengintimidasi, menebarkan aura tekanan yang membuat d**a si lawan bicara sesak. Arthur mendekatkan wajahnya pada sang Kasim.
"Dan kabar apa yang kau sampaikan tadi? Sekarang Ratu menghilang? Ckck ... sangat lucu. Bukankah kepala ini terlalu berharga?"
Bulu kuduk sang Kasim langsung berdiri tegak mendengar bisikan Kaisar. Itu bukan kalimat biasa, tetapi sebuah gertakan dengan nada halus untuk penggal kepala. Sang Kasim langsung bersujud pada kaki Arthur.
"Ampun, Yang Mulia!"
Namun, Arthur tidak mau mendengarkan. Pria yang sedang dalam kuasa amarah itu langsung memanggil beberapa prajurit untuk mengeksekusi sang Kasim. Tak dihiraukannya teriakan minta ampun sang Kasim yang diseret menuju tempat eksekusi. Seharusnya Arthur sendiri yang menangani masalah ini dengan kedua tangannya. Hanya saja, kepergian Athea adalah masalah yang lebih serius. Bukan masalah cinta atau politik.
Tapi Arthur tidak suka barang miliknya diganggu.
Charlos, salah satu dari enam jenderal besar sekaligus orang kepercayaannya tampak menunggu di luar. Setelah memberi hormat sekilas, Charlos langsung berbisik pada Arthur.
"Sepertinya, ada orang yang memang sengaja menyerang istana ratu dan menggiring ratu untuk keluar."
Kening Arthur mengerut seketika. "Maksudmu, Arthur melarikan diri keluar dari istana?"
"Yang Mulia jangan marah dahulu, dari kesaksian prajurit yang masih hidup, dia bilang jika orang berpakaian serba hitam hanya menyerang prajurit. Sedangkan meskipun mereka mengetahui ratu pergi, mereka tidak melakukan apa-apa."
Mendengar itu Arthur langsung mengangguk paham. "Oh, ternyata ada yang ingin mengadu domba antara aku dan Raja Axton."
"Tapi, bagaimana Anda bisa langsung menyimpulkan demikian, Yang Mulia? Justru saya menduga Raja Axton 'lah yang mengirim prajurit itu untuk mengambil Ratu kembali ke Ackerley."
Alih-alih setuju, Arthur malah tersenyum mengejek. "Bukankah aku selalu mengingatkanmu untuk mempelajari karakter musuh? Tindakan tidak jantan seperti ini bukan lah gaya Raja Axton. Meskipun dia termasuk lemah dalam peperangan, tetapi dia sangat menjaga wibawa Ackerley. Masalah utama Ackerley sebenarnya akan lebih terselesaikan jika mereka bersekutu dengan kita. Untuk waktu dekat, Raja Axton tidak akan berani berulah karena sibuk mengurus tata kerajaannya yang banyak rugi karena perang. Menurutmu, apakah analisisku salah?"
Mendengar penjelasan Arthur, seketika Charlos langsung menunduk. "Hamba salah, hamba sangat merasa malu."
"Tak masalah. Jangan mengerahkan prajurit untuk mencari Ratu."
Perintah Arthur itu semakin membuat Charlos bertanya-tanya. Mengapa keputusan yang diambil Arthur cenderung nyeleneh dan selalu bertentangan dengan ekspektasi orang-orang. Hal ini lah yang membuat rajanya itu sulit dipahami. Akibat keputusannya yang sering beradu ekspektasi dengan orang-orang itu lah yang membuatnya sering kali dianggap mengerikan, kejam dan tirani. Padahal, Charlos tahu betul jika setiap keputusan yang diambil Arthur memang selalu berdasarkan analisis kritis dan mempertimbangkan banyak hal.
"Tapi, Yang Mulia—"
"Jangan biarkan orang selain kediaman ratu mengetahui bahwa Ratu menghilang. Sekarang, kau cari Namoel untuk mencari Ratu secara diam-diam."
Namoel adalah nama salah satu enam jenderal terbesar kerajaan Adney Land. Namoel sendiri menjadi kandidat terakhir yang dimasukkan sebagai jenderal besar di usianya yang masih tujuh belas tahun setelah berhasil memimpin pasukan untuk menaklukkan kerajaan seberang timur dengan kerugian yang sangat kecil. Dari prestasinya itu 'lah Arthur tidak ragu untuk mengambil Namoel menjadi salah satu senjata Adney Land.
"Baik, Yang Mulia." Charlos memilih untuk segera melakukan perintah Arthur dan segera berjalan pergi. Beberapa prajurit telah disuruh untuk membersihkan kediaman ratu.
Sekilas tentang enam jenderal muda terbesar di Adney Land, terdiri dari Charlos, Victor Jackson, Caden Dalton, Jared Gadreal, Mellyana Adarus dan Namoel Brown. Dari enam jenderal itu, ada Caden yang terkenal sebagai ahli strategi. Charlos orang kepercayaan sang raja. Victor sebagai bayangan raja, maksudnya setiap ada sesuatu menyangkut raja, dia selalu ada tetapi tanpa terlihat. Jared sebagai pemimpin pasukan terkuat. Mellyana Adarus sendiri satu-satunya jenderal wanita yang dipilih untuk memimpin pasukan berperang secara langsung, tetapi dia hanya memimpin pasukan wanita yang sudah dilatih ketat di mana kekuatannya tidak kalah dengan pria. Sedangkan, Namoel sendiri adalah yang termuda di antara mereka, Namoel sendiri kini baru berusia sembilan belas tahun dan telah memimpin belasan pasukan untuk menaklukkan beberapa kerajaan kecil di luar pulau Adney Land.
***
"Kau sudah gila, Caden! Bagaimana bisa kau memanggil orang untuk menculik Ratu?" Seorang pria mendesah kasar seraya menyunggar rambutnya dengan sela jari. "Bagaimana jika Raja mengetahuinya, bisa tamat riwayatmu!"
"Mengapa kau menjadi sangat khawatir untuk hal kecil ini, Jared? Aku hanya sedang ingin bermain-main dengan wanita menggemaskan itu. Ah, aku jadi menyesal telah mengembalikannya pada Raja." Caden menggelengkan kepalanya sekilas.
Kini kedua pria itu sedang berada di puncak atap perumahan. Caden segera berjalan sambil terus menjatuhkan tatapannya ke bawah. Bukan tanpa objek, tetapi pada seorang wanita yang tampak berjalan kebingungan dengan gaun satin tipisnya. Caden tersenyum, ia benar-benar tertarik pada Athea, bukan pada wajah cantiknya, tetapi pada sikapnya yang sangat unik.
Melihat temannya mulai bertingkah gila, Jared segera berjalan cepat mendekat lalu menepuk pundak Caden. Meski oleh Caden tak dihiraukan, tetapi ia tetap menasihati sahabat karibnya itu.
"Caden, kali ini kau bermain-main dengan orang yang salah. Bagaimana jika karena sikap gegabahmu ini membuat Raja curiga pada kita."
Dengan entengnya, Caden menjawab, "Raja tidak akan curiga pada kita sebelum kita membalikkan pedang."
Kedua mata Jared terbelalak mendengar Caden berkata kalimat terlarang dengan sangat enteng. Pasalnya, kata-kata Caden itu mengandung arti pemberontakan. Gerakan itu sebenarnya sudah lama direncanakan sebagai protes setiap keputusan Arthur yang sering kali dinilai tidak cocok.
"Mulutmu memang harus disekolahkan, Caden."
Caden hanya mengendikkan bahu acuh lalu tiba-tiba meloncat ke bawah. Jade hendak mencegah, tetapi terlambat karena si wanita yang berada di bawah sudah melirik ke arahnya yang mengharuskannya bersembunyi. Meski masih kesal, pada akhirnya Jade harus segera pergi untuk mengurusi kekacauan yang disebabkan Caden.
"Hai, Nona cerewet?"
Sapaan Caden itu membuat Alexa yang sedang kebingungan dan kedinginan menoleh. Kedua mata wanita itu tampak membelalak kaget. Benar-benar tak menduga bisa bertemu di tempat yang tak terduga dengan sosok yang pernah ia temui dengan nama Asher.
"Asher? Bagaimana kau bisa di sini?"
Caden mengendikkan bahu acuh. "Hanya berkelana mencari gudang berisi banyak uang agar aku bisa cepat kaya."
Alexa menyipitkan mata lalu memukul tangan pria itu sangat keras hingga membuat si pria nyaris memekik keras. Pukulan Alexa boleh juga, sangat bertenaga. Memang lumayan sakit, tapi pertanyaannya apakah wanita itu tak merasakan sakit?
"Asher sialan! Kau yang menyerahkanku ke Raja, kan?"
Mendengar itu, Caden berlagak bodoh. "Menyerahkanmu pada Raja? Apa kau bercanda, Raja mana yang mau memungut wanita menyebalkan sepertimu?"
"Asher!"
"Omong-omong, ala yang dilakukan wanita cerewet di pergudangan ini?"
Alexa mendengkus kesal, tetapi memilih untuk menyembunyikan identitasnya. "Aku sedang kelaparan."
Pada akhirnya kalimat itu lah yang menjadi tameng. Angin berembus, sesekali membuat Alexa harus menggosok lengannya yang tak dilapisi kain. Gerakannya itu membuat Caden menelisik sekilas penampilan Alexa. Mendapat tatapan dari seorang pria di kala Alexa hanya memakai gaun satin tipis tak berlengan seketika membuat wanita itu langsung menutup dadanya dengan kedua lengan.
"Apa yang kau lihat, Asher?!"
"Aku? Aku hanya berpikir pakaianmu itu harganya berapa karena terlihat lumayan berkelas. Ah, omong-omong kau berasal dari keluarga bangsawan, ya?"
Alexa mendengkus kesal. "Mengapa yang ada di kepalamu hanya ada uang?"
"Karena uang mampu membeli apa yang dibutuhkan. Oh, ya sepertinya aku harus segera pergi, sangat sayang tidak mengambil barang di gudang sebesar ini."
Begitu Caden hampir pergi, Alexa langsung mencegahnya. "Tunggu!"
Caden menatap Alexa dengan wajah bingung padahal dalam batinnya sangat merasa senang.
"Kau mau pergi ke mana? Bisakah aku ikut?"
Batin Caden bersorak gembira. Tentu saja boleh, tetapi Caden tidak mau jual murah. Dia harus memancing ikan besar dengan pelet yang besar pula.
"Makhluk menyusahkan sepertimu? Ayolah, jangan bercanda!"
"Aku bantu kau mencuri."
Tawaran yang diberikan Alexa sungguh di luar batas pemikiran Caden. Namun, ini lah hiburan yang ia cari. Pria itu menarik salah satu sudut bibirnya.
"Baiklah, sepakat!"