"Agar tidak tertipu?" ulang Alexa dengan nada meninggi. "Hei, apa yang kau ucapkan sangat berbeda dengan apa yang terjadi. Kau membohongiku!"
Sekali lagi, Arthur bersikap acuh. Seolah apa yang ia lakukan hanyalah sebatas bujukan seorang dewasa pada anak kecil. Padahal, bagi Alexa ini menyangkut hidup dan matinya, kelangsungan hidupnya di dunia antah berantah ini. Alexa sibuk meruntuki nasib sialnya dan kedunguannya yang terperdaya oleh manipulasi sang tokoh antagonis.
"Astaga ...! Aku tidak mau mati muda! Dasar b******k sialan!" umpat Alexa langsung terduduk lemas di atas lantai.
Wajah Alexa semakin frustasi, ia menutup wajah dengan telapak tangan. Ah, ingin rasanya menangis andai bisa membuatnya segera terbangun dari mimpi buruk ini. Namun, ia sadar jika menangis tidak akan membuat segalanya lebih baik.
"Baru kali ini aku mendengar umpatan dari seorang wanita bangsawan."
Alexa langsung mendongak dengan wajah garang. "Aku bukan bangsawan!"
Sebelah alis Alexa terangkat sebagai tanda tanya. "Masih membual?"
"Ceraikan aku!" ucap Alexa tegas.
Perkataan Alexa itu sontak membuat kedua mata Arthur melotot. Rahang pria itu tiba-tiba mengeras. Pria itu berjalan mendekat lalu berlutut di hadapan Alexa. Tangan pria itu terulur mencengkeram rahang Alexa dengan tatapan menghujat.
"Beraninya, kau?" desis pria itu dengan suara rendah mengintimidasi.
Namun, Alexa tak akan tinggal diam dalam posisi tertindas seperti ini. Alexa segera mencengkeram pergelangan tangan Arthur dengan keras, berusaha menariknya agar cengkeramannya terlepas. Sayang, cengkeraman Arthur terlalu kuat hingga rasanya hampir meremukkan rahangnya. Wajah Alexa memerah seketika.
"Kau pikir bisa menindasku seperti ini?!"
"Kau pikir aku tidak akan berbuat lebih?"
Alexa menelan salivanya dengan susah payah, tetapi tetap mempertahankan ketegasan di matanya.
"Orang yang mencederai kepercayaan orang lain sepertimu, apakah pantas melakukan ini? Apakah kau seorang pria?"
Kedua mata Arthur semakin menyipit tajam. "Tak ada perbedaan antara pria dan wanita di mataku. Jika aku ingin membunuhmu, sekarang pun bukan berarti aku tidak mampu."
"Bunuh aku kalau begitu! Toh, jika aku tetap bersamamu akan tetap mati. Lagipula, kau tidak bisa melindungiku. Kau hanya pria manipulatif yang akan celaka karena sikapmu."
Detik itu, cengkeraman Arthur mengendur. Pria itu masih menatap tajam. "Kau berada di bawah cengkeramanku mulai sekarang."
Setelah berkata demikian, Arthur segera memukul leher Alexa hingga membuat wanita itu limbung.
***
Alexa mendengar suara isakan di dekatnya. Hal itu membuat tidurnya terganggu sehingga kedua matanya tak tahan untuk tidak mengerjap. Begitu ia kelopak matanya membuka sempurna, Alexa segera menoleh ke arah samping. Keningnya mengernyit melihat seorang wanita berambut hitam tampak menangis sambil menutup wajah sesekali menyeka air matanya.
Tunggu dulu, rambut hitam?
Bukankah ciri fisik rambut hitam hanya dimiliki orang-orang dari Ackerley? Itu berarti wanita ini bisa jadi berasal dari sana, bukan?
Alexa segera bangkit, mendudukkan diri di sisi ranjang. Mendapati sebuah pergerakan, sang wanita sontak mendongak dengan wajah sembah. Kedua mata bermanik legam itu membulat, tampak sangat terkejut sekaligus berbinar.
"Tuan Putri!"
"Siapa kau?"
Pertanyaan sederhana itu terdengar sangat menohok bagi sang wanita. Mata berbinarnya langsung berubah sendu dalam hitungan detik.
"Tu-tuan Putri, apakah Anda melupakan hamba? Wahai Langit, sungguh kejam sekali Raja Adney Land, apa yang telah dia lakukan kepada Tuan Putri kami?"
Alexa semakin mengernyit bingung. "Kau mengenalku? Apakah kau juga berasal dari Ackerley?"
"Menjawab Tuan Putri, benar. Hamba berasal dari Ackerley sekaligus pelayan setia Anda sejak kecil. Apakah Anda melupakan hamba?"
Seketika Alexa terdiam, ia mengingat nama pelayan setia Athea dari Ackerley. Diamatinya wanita itu lebih seksama, wajah tirus dan terkesan kurus, mata kecil dengan manik legam sama sepertinya. Yang menjadi ciri khas sang pelayan adalah rambut hitam bergelombang yang selalu disanggul sebagian lalu membiarkan bagian yang lain jatuh terurai sampai ke pinggang. Monareta, nama pelayan itu.
"Monareta?"
Sepasang manik itu kembali membulat. Wajah wanita yang dipanggil Monareta itu berseri-seri.
"Tuan Putri, Anda tidak melupakan hamba?"
Entah mengapa, Alexa merasakan sebuah kelegaan dalam hatinya. Hanya saja, ada satu hal mengganjal dalam hatinya mengenai keberadaan Monareta.
"Bagaimana kau bisa di sini?"
"Tuan Putri, sehari sebelum pertempuran besar, Anda menghilang. Semua orang panik mencari Anda hingga kemarin malam terdengar kabar Anda di wilayah Adney Land."
"Kemarin malam?" ulang Alexa dengan kening mengerut. Pasalnya, yang Alexa ingat, jarak Ackerley dan Adney Land itu sangat jauh, berbatasan dengan laut dan beberapa provinsi. Aneh sekali jika Monareta bisa kemari hanya dalam waktu semalam sedangkan waktu tempuh rata-rata orang adalah satu hari satu malam.
Tiba-tiba Monareta menangis. "Tuan Putri, seandainya hamba lebih baik dalam menjaga Anda, Anda tidak mungkin berakhir di sini. Hamba pantas dihukum mati."
Monareta nyaris bersujud pada Alexa andai wanita itu tidak lekas menahan tangan Monareta. Bagi Alexa, sudah tidak ada kesedihan ketika dia tidak bisa pulang. Namun, mengingat tentang asal-usul Athea yang berasal dari Ackerley, sepertinya dia bisa bertahan hidup lebih lama di sana. Lagipula, dia bisa memikirkan cara pulang ke abad 21 lebih tenang jika dia berada di tempat aman. Terlebih lagi, Athea memiliki seorang kakak sekaligus raja Ackerley yang sangat menyayanginya.
"Monareta, bagaimana caramu kemari?"
"Menjawab Tuan Putri, hamba kemari bersama Yang Mulia Raja dan rombongan."
Alexa langsung bangkit dengan wajah serius. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan selama ada jalan keluar dari istana yang akan menjadi kuburannya kelak ini.
"Ayo antarkan aku menemui Kakak."
Alexa segera berjalan dan memasuki ruang pertemuan itu. Di koridor, para prajurit dan pelayan langsung menunduk memberi hormat. Bagaimana pun juga, Alexa juga telah sah menjadi istri Arthur. Hal itu berarti antara dua hal, diangkat sebagai selir atau permaisuri.
Benar saja, di sana tampak ketegangan ketika kedua raja kerajaan berdiri saling berhadapan satu sama lain dengan rahang mengeras dan tatapan tak bersahabat. Keduanya kini bagai bom waktu, sewaktu-waktu bisa saja meledak dan terjadi pertumpahan darah.
"Kakak!"
Atensi kedua pemimpin negara langsung tertuju pada seorang wanita bertubuh mungil yang berlari ke arah mereka. Tanpa bertanya, Alexa langsung dapat mengenali Axton karena warna rambut legamnya. Sayang, Axton tampak tidak baik-baik saja. Wajah pria itu tampak dipenuhi luka dan cara dia berdiri juga tidak terlalu sempurna. Rasanya hati Alexa bagai diremas-remas sesuatu tak kasat mata, ia merasa sangat bersedih dan refleks langsung menyentuh wajah Axton.
"Kakak ...," cicit Alexa yang refleks meneteskan air mata. Sungguh, ini nyaris di luar kendali tubuh Alexa sendiri. Alexa menegaskan bahwa ia tidak boleh terlihat lemah, tetapi air matanya seolah semakin kuat terdorong dan terus menetes.
"Athea!"
Axton sang raja negeri Ackerley langsung memeluk adiknya. Debaran jantung pria itu mampu Alexa rasakan. Pria itu adalah sosok yang menyayangi Athea dengan kesungguhan. Axton lalu memperlebar jarak di antara mereka, menelisik seluruh keadaan sang adik, memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja.
"Kau baik-baik saja? Apakah ada yang terluka?"
Alexa segera menggeleng. "Kakak, aku ingin pulang."
Baru saja mengatakan kata 'pulang', Arthur langsung menyahutnya. "Di sini rumahmu, Nyonya Leyton."
Mendengar embel-embel marga dari Arthur, Axton segera menatap tajam pada orang nomor satu Adney Land itu.
"Lancang! Kau menculik adikku yang lemah lalu memaksanya menikah denganmu. Kau sungguh tidak bermoral, Raja Adney Land."
"Menculik?" kekeh Arthur. "Justru Alexa 'lah yang datang padaku di malam hari untuk menghabiskan malam panas kami."
Setelah mengatakan hal sefrontal itu, Arthur malah tersenyum lebar penuh kemenangan. Sangat berbeda dengan ekspresi marah Axton dan Alexa.
"Kakak, dia menipuku agar aku mau menikah dengannya. Dia bilang, akan mengantarkanku pulang jika menikah dengannya. Tapi dia berbohong, Kakak. Dia menahanku di sini."
Mendengar alasan Alexa, Arthur malah tersenyum tipis. "Nyonya Leyton, apakah Anda lupa siapa yang masuk ke kamar mandiku lalu melakukan malam panas bersamaku?"
Seketika itu wajah Alexa menegang, kedua pipinya memerah. Itu adalah malam pertama pertemuan mereka. Namun, Alexa tahu betul jika itu hanya pura-pura.
"Itu tidak benar! Aku tersesat dan hanya meminta tolong. Kita tidak pernah melakukan apa-apa."
"Begitukah?" Arthur tersenyum culas. "Apakah aku harus memanggil prajurit dan pembunuh yang mengejarmu malam itu?"
Kedua mata Alexa terbelalak. "Apa yang mereka lihat dan dengar tidak benar!"
"Kebenaran adalah mutlak dari kesaksian mereka, Nyonya Leyton."
Wajah Axton yang sejak tadi menjadi pengamat langsung tampak hampa. "Apakah benar itu, Athea?"
Alexa menatap nanar sang kakak. "Kakak, dia menipuku!"
Axton meremas kedua bahu Alexa. "Siapa orang yang mengejarmu? Aku akan menghukumnya dengan berat."
"Yang Mulia tidak perlu repot-repot setelah perjalanan jauh dari Ackerley. Para penjahat itu, sudah kami tangkap dan akan diadili sesuai hukum Adney Land. Ah ... jika Anda mau lihat, saya akan membuat pertunjukan yang bagus untuk Anda agar merasa puas."
Axton segera berjalan dengan kaki terpincang menuju Arthur dan berdiri tegas di depan pria itu. Rahang pria itu mengeras marah. "Jangan pernah bermain-main denganku Leyton muda! Wanita yang kau permainkan ini adalah Tuan Putri Ackerley. Jika kau menodai kesucian harga diri Ackerley, aku tidak akan segan padamu."
Alih-alih merasa takut, Arthur malah mencibir, "Pertanyaannya, apakah kau mampu?"
Rahang Axton semakin mengeras. "Kau!"
"Aku akan mengangkat Athea menjadi Permaisuri utama dan ratu. Apakah kau bisa puas?"
Detik itu pula, Alexa nyaris ambruk andai Monareta tidak menolongnya. Tidak. Ini mimpi buruk baginya.
"Kau pikir aku rela melepaskan adikku sebagai jaminan politik?" desis Axton berusaha tenang meski ia sendiri juga terkejut bukan main bahwa adiknya akan diangkat menjadi ratu. Sangat berbeda dengan bayangannya di mana sang adik akan menjadi bagian dari para selir yang hanya menjadi penghibur sang raja.
"Axton Arley, aku tahu kau merasa terkesan. Menurutmu, apakah menjadi ratu di kerajaan yang menaklukkan kerajaanmu bukan sebuah penghormatan? Pikirkan ini Arley sulung, aku masih menghargai persahabatan mendiang ayah kita."
Kini Alexa tahu, betapa manipulatifnya Arthur yang memainkan lidahnya dengan sangat lembut. Andai Alexa tidak memahami tokoh Arthur dengan baik, niscaya ia akan menjadi Athea yang menjadi b***k cinta karena ucapan Arthur yang selalu terdengar meyakinkan, padahal penuh dengan manipulasi.