2

1573 Words
"Moray, aku sudah bertemu dengannya." Siren berwarna biru itu bicara pada siren di sebelahnya yang berwarna merah seperti ikan koi. Moray, siren merah itu sedang asyik menyungkil daging anak ikan paus hasil buruan mereka hari ini. Dengan cepat, darah dari kuku panjang itu menghiasi birunya air laut dengan warnanya. "Hm? Siapa?" responya pada sahabat sedari kecilnya itu. Si siren merah bicara sambil memasukan potongan daging mentah yang tertancap di kukunya itu. "Manusia yang tinggal dekat karang itu." jawab Genevieve santai. Moray tersedak. "Ugh- Ohok!! Su-sungguh?! Lalu? Bagaimana ini? Kita harus segera membunuhnya sebelum dia membunuh kita!" seru Moray panik. Sisa daging dan darah menghiasi taringnya yang tajam. "Tidak." "Huh?" "Aku tidak tahu ada apa dengannya, tapi aku merasa ada sesuatu di antara kami yang saling tarik menarik. Gadis itu juga tidak tampak serakah atau licik. Tidak ada aura seperti mereka yang mau memangsa kita. Kebalikannya, justru aku melihat kalau dia... sedang sedih dan kecewa." Ritme bicara Genevieve memelan. Tidak seperti biasanya, kali ini si siren biru terlihat seperti bisa mengerti perasaan manusia. Menjijikan, bagi para siren. "Manusia itu berubah-ubah, mungkin dia memang sedih saat itu, tetapi kita tidak tahu hatinya seperti apa. Mungkin saat kau lemah, dia akan menangkapmu." "Begitu? Kalau begitu, boleh aku memastikannya?" tantang Genevieve. "Apa yang kau pikirkan Gen. Jangan cari mati!" "Aku sangat... penasaran dengannya. Belum pernah aku melihat aura sedih secantik itu. Terselubung seperti mutiara dalam kerang tapi bercahaya dalam kegelapan." ocehnya. Nada bicara Genevieve mulai terdengar menyebalkan di telinga Moray. "Dasar sinting. Terserah saja. Ingat, kalau kita dilarang menampakan diri selain dengan makhluk laut. Begitu situasi semakin buruk, hilangkan ingatannya atau sebaiknya bunuh saja." "Kita lihat nanti" Genevieve tersenyum, taring-taring yang berhias darah dan daging mentah itu terlihat juga padanya. *** Rasa lega tersirat dalam hati seorang gadis yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Gadis itu bersyukur untuk jurusan kelautan yang ia ambil. Oleh karena hal itu, ia bisa lebih dekat dengan laut yang dia sukai. Marine, nama gadis itu. Marine teringat kata-kata ayahnya yang bertanya, "Kenapa kau ingin pindah ke rumah dekat laut? Apa penelitianmu tidak bisa dari rumah saja?" Lalu Marine berpikir, apa gunanya mengambil kelautan kalau hanya di rumah saja. Marine sudah sangat menantikan waktu ini sejak lama dan sangat menyenangkan melakukan pekerjaan yang sesuai dengan minatnya. Apapun tidak akan menghalanginya untuk bersatu dengan hal yang ia sukai. Tidak kesedihan, tidak juga bayangan ikan raksasa yang melompat di depannya dari karang 3 hari yang lalu. Marine tiba di rumah sekitar jam 4 sore. Langit masih terang dan laut sangat menggoda untuk di datangi. Terburu-buru, gadis berusia 18 tahun itu mengganti baju kuliahnya menjadi hot pants dan bra bikini dengan summer outerwear. Kaki jenjang dan telanjangnya segera meluncur menuju laut di sebelah rumahnya. Angin yang membawa aroma laut ini menjadi hal pertama yang dia sukai. Tidak peduli dengan panasnya pasir yang terkena terik sinar matahari, kakinya tetap terus melangkah menuju dermaga usang pembatas daratan dan laut itu. Laut di sana sepertinya lebih dahsyat daripada di pantai, tetapi siapa takut? Marine yang pemberani suka menyelami laut yang tak berdasar. Menyatu dengan bagian tergelap bumi. Segera Marine mencelupkan kakinya ke dalam air begitu sampai. Kontrasnya suhu yang ia rasakan membuatnya bahagia. Terlalu asik sampai tidak menyadari bahwa ada seekor makhluk asing sedang menyatukan warna dirinya dengan karang dimana makhluk itu sedang berjemur. Dengan berani, Marine segera melompat ke laut. Tidak peduli dengan ikan raksasa yang mungkin bisa memakannya atau hewan berbahaya lain. Marine yang pemberani segera menyelam sampai menyentuh dasar laut. Cukup dalam, hampir beberapa meter dan masih ada celah lagi di bawah karang yang bisa ia selami dengan tubuh kecil miliknya. Gadis itu ingin, tetapi kegelapan itu membuatnya sedikit ragu. Ia takut celah itu merupakan sarang ular laut atau serangga laut yang beracun. Akhirnya kali ini, iia memutuskan untuk menyelam hingga beberapa meter saja. Ia memilih untuk menikmati terumbu karang yang indah. Karena tempat ini sulit dijangkau manusia, ekosistem lautnya masih sangat original dan terjaga. Tempat yang indah sekaligus bermanfaat untuk penelitiannya nanti. Bruff Tiba-tiba keasikan Marine terganggu saat gelembung besar oksigen keluar dari celah gelap itu. Marine menoleh, dengan pipi menggembung menahan nafas, gadis itu menatap penasaran celah itu. Sesuatu seperti baru saja masuk ke dalam sana. Mendiamkannya selama beberapa detik hanya membuat rasa penasaran itu semakin kuat. Marine berenang mendekat, tidak peduli lagi dengan kekhawatirannya tadi jika celah itu merupakan sarang ular atau jalan menuju palung laut dengan semua monster dasar lautnya. Sesuatu menyala dalam kegelapan itu. Sepasang bulatan kuning seperti mata serigala bersinar di dalamnya. Persis seperti apa yang dia lihat pada makhluk yang melompat di depannya tiga hari lalu. "Ternyata bukan halusinasi," batin Marine. Bukan takut, Marine justru semakin mendekat. Ingatannya mulai terangsang, dia seperti pernah merasakan situasi ini dalam mimpi. Gadis itu mengulurkan tangannya. Saat mengulurkan tangan, Marine seperti tahu jika sesuatu akan mengangkap tangannya dan menariknya. Tetapi, Marine tidak bisa melawan apa yang sudah ditakdirkan untuk dilakukannya. Benar saja, ketika ia mengulurkan tangan, sebuah tangan asing yang lain menangkap pergelangan tangannya. Tangan dengan kuku panjang yang tajam, juga bersisik itu berusaha menariknya ke dalam celah gelap itu. Panik membuat persediaan oksigen Marine menipis dengan cepat. Dengan keras ia berusaha berenang ke atas. Tubuhnya sudah terangkat tetapi masih tertahan. Akhirnya dengan kuat gadis itu menendang tangan yang mencengkeramnya keras hingga tangan itu terlepas. Marine berenang cepat, takut jika makhluk itu mengejarnya dan menariknya lagi. Namun nasib baik masih di pihaknya, gadis itu berhasil menuju permukaan air bahkan sampai naik ke atas dermaga dengan aman. "Haah.. Haaah.." Marine mengisi paru-parunya kembali dengan oksigen. Ia masih tidak percaya apa yang baru saja dialaminya. Kini sudah jelas jika seekor monster memang hidup di dekat karang itu. Marine gemetaran, seketika ia takut. Susah payah gadis itu berusaha menguasai dirinya hanya untuk berdiri kembali dan masuk rumah. Namun, ketika baru saja ia memutar tubuhnya, cipratan air yang keras menghantam punggungnya. Gadis itu seketika berhenti. Ia sadar cipratan ombak pun tidak akan mengenainya sedetail itu. Perlahan, ia kembali menoleh. Berenang di sana, seekor makhluk yang dia tidak mengerti. Dari kepala hingga bahunya sudah melewati permukaan laut, sehingga Marine kini bisa melihat jelas makhluk itu. Bentuk kepala dan tubuh yang kelihatan itu seperti manusia. Wajahnya bahkan bisa dikategorikan tampan untuk ukuran manusia. Dilihat dari bahu dan lengannya pun dia terhitung kekar. Tetapi, warna biru keperakan itu bukanlah warna manusia. Terutama telinganya yang berupa sirip dan lubang besar memanjang seperti insang itu terukir jelas di tulang selangkanya. Iris mata itu juga berwarna emas dengan pupil hitam seperti serigala. Dia kah yang dua kali bertemu dengan Marine itu? Makhluk itu menatap Marine dengan tatapan yang sama. Mereka seperti dua spesies berbeda yang baru pertama kali bertemu dan saling menganalisa dengan curiga. "Ah.. Ha-halo...?" Marine mengajaknya bicara. Namun makhluk itu tetap saja menatap. "Ka-kamu manusia?" Marine mencoba mendekat. Tetapi langkahnya segera berhenti kembali saat makhluk itu membuka mulutnya. Suara nyaring keluar dari mulutnya yang sedikit menampilkan taring-taring yang tajam. Begitu nyaring sampai membuat Marine terkaget. Ikan paus, Marine mengingatnya. Suara itu persis seperti tangis ikan paus di dalam laut. Frekuensi suara itu bukan ukuran normal untuk manusia. Marine menutup telinganya erat karena tidak kuat. Makhluk itu tetap menjerit dengan suara ikan paus tanpa henti. Semuanya menjadi jelas untuk Marine kalau dia, makhluk di depannya ini, bukanlah manusia. Marine terjatuh di lututnya. Tidak disangka suara ikan paus bisa begini menyakitkan jika didengar dari dekat. Terlebih, suara itu bahkan tidak berasal dari ikan paus. Marine melirik padanya. Makhluk itu tampak mengerti jika Marine kesakitan lalu dia berhenti. Semua kembali seperti semula dan keheningan mereka diisi suara ombak yang menerpa. Marine menatap makhluk itu tidak percaya. "Dia mengerti jika aku kesakitan?" pikirnya. "Ka-kamu siapa...?" Kakamu siapa? ulang makhluk itu tanpa suara. Dia meniru pergerakan bibir Marine. Marine semakin terkejut. "Kamu bukan manusia? Apa kamu mengerti bahasaku?" Marine semakin penasaran. Ia justru semakin mendekati makhluk yang juga semakin intens menatapnya. Namun, sebelum Marine sampai, makhluk itu justru melompat ke dalam laut dan seketika menghilang. Meninggalkan Marine dalam keadaan hening. "Huft, lari ya?" ucap Marine kecewa. Marine tidak berhenti, tetapi langkahnya memelan. Gadis terus menuju dermaga tanpa takut diserang oleh makhluk itu. Makhluk mitologi, Marine baru pertama kali melihatnya. Wajar jika makhluk itu lari, dia pasti menghubungi teman-temannya dan pergi dari situ secepatnya supaya tidak punah. Karena mereka tidak pernah menunjukan diri di depan manusia. "Padahal aku hanya penasaran." batin Marine. Marine duduk di pinggir dermaga sambil mencelupkan ujung kakinya ke dalam air laut. Ketegangan sudah meninggalkannya. Kini Marine hanya seorang gadis yang rasa penasarannya ditinggalkan menggantung. Marine memejamkan mata menikmati hari yang mulai senja. Cahaya jingga itu mulai menguasai laut dan mata Marine terbuka setengah saat air laut surut, meninggalkan kakinya. "Ombak besar mau datang." terkanya. Marine pun bangkit untuk meninggalkan dermaga sebelum ombak menghempas mengenainya. Namun ketika baru saja berdiri, gadis itu melihat siluet asing dalam ombak besar yang menuju kesini. Pupil matanya membesar. Siluet itu, setengah manusia dan setengah ikan yang sangat besar! Tidak sempat lagi lari, ombak itu menghempas membasahi Marine yang membatu, juga karang dan dermaga tempatnya berdiri. Dan tebak apa lagi? Makhluk itu juga terhempas sampai dekat kaki Marine. Sangat dekat, Marine bisa merasakan ekor ikan itu menyapu kakinya. Licin, seperti ikan sungguhan. Tetapi, dari perut ke atas, makhluk ini benar-benar mengambil gambar yang menyerupai manusia. "Ah..." Marine terpaku. Haruskah dia berteriak? Warna cantik biru keperakan yang terpapar sinar jingga matahari membuatnya terlihat hijau berkilauan. Matanya yang beriris kuning itu juga tampak berkilat-kilat menatap Marine. Belum termasuk pahatan indah bentuk fisiknya. Apa semua makhluk mitologi terlihat cantik seperti ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD