Bab 1

541 Words
Rafael menurunkan Alana tepat di depan rumah tua neneknya. "Makasih," gumamnya hampir tak terdengar, lalu menutup kembali pintu mobil dan melangkah pergi tanpa melihat ke arah Rafael lagi. Tetapi Rafael tak pergi begitu saja melainkan menatap punggung gadis itu seraya diam-diam berharap Alana berbalik dan mengulas senyum padanya. Tetapi Alana tidak melakukan itu, dia terus berjalan lurus menuju pintu kayu yang digembok di depannya. Bukan Alana tidak lagi peduli atau memiliki perasaan kepada Rafael. Bukan begitu. Tetapi dia sudah memantapkan hati untuk berpisah dengan pria itu. Lagipula dari awal dia telah menyadari konsekuensi dari perjanjian dan kesepakatan yang mereka lakukan akan membawa sakit hati. Klik. Alana membuka pintu, lalu dengan langkah cepat masuk ke dalam, dan menutup pintu kayu tersebut dengan satu hentakan. Beberapa detik sebelum pintu benar-benar menutup, mata Alana dapat melihat bahwa Rafael masih di sana, di dalam mobilnya dengan kaca yang diturunkan. Tetapi Alana berusaha menunjukkan sikap tidak peduli. Perpisahan pernikahan pura-pura seharusnya tidak semenyakitkan ini! Badan Alana bergetar, lututnya tidak lagi kuat menyanggah berat tubuhnya. Dia pun luruh, memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya di antara kedua lengannya. *** "Ya terus, mundur-mundur.... terus mundur.... dikit lagi....stop!" Diiringi suara sein truk mundur. "Turunin semuanya!" "Sekarang bos?" "Tahun depan! Ya sekarang lah bego!" Suara riuh yang datang dari halamannya membuat Alana terbangun dari tidurnya. Padahal dia baru saja memejamkan mata usai sholat subuh. Semalaman dia menangis bak ABG habis putus cinta. Ya dia memang putus cinta. Setidaknya itulah yang Alana rasakan dari sisinya. Meski dia tidak yakin Rafael merasakan hal sama. Lagipula pria tampan dan kaya macam Rafael akan mudah mendapatkan wanita mana saja. Jadi sudah Alana putuskan untuk tidak mengembang biakkan rasa cintanya, daripada nanti dia jatuh dan patah hati sepatah-patahnya lebih baik semua segera di akhiri sebelum terlanjur dalam. "Spada! Selamat pagi, Ibu Alana Sanubari!" "Tolong buka pintunya!" "Kami dari Cherlis And Co furniture!" "Spada! Good morning, gutten morgen!" Suara lantang seorang pria dan ketukan pintu bertubi-tubi terdengar dari lantai bawah. Alana bangkit dari kasurnya dan memasang kaki palsunya. "Spada!" Suara itu terus memanggil dan tak hentinya mengetuk pintu rumahnya. "Iya! Sebentar, sabar dikit napa!" Kesal, Alana pun berteriak dan menjawab dengan nada dongkol. Alana turun ke lantai bawah dan membuka pintu setelah sebelumnya mengintip dari balik gorden jendela depan. Sebuah truk besar terparkir di depan rumahnya, bahkan beberapa muatannya sudah diturunkan. "Waduh, apa ini?" Alana membuka pintu dan menatap bingung pria botak di depannya. "Selamat pagi, anda pasti Bu Alana Sanubari, kan?" Alana mengangguk dengan muka kebingungan. "Ini apaan, pak?" Alana "Saya, Bondan Pramono, dari Cherlis And Co furniture. Kami kesini untuk mengirim barang-barang pesanan anda, ada ranjang ukuran king, lemari enam pintu, meja kerja, sofa, mesin cuci, kulkas empat pintu, dan smart TV. Oh ya kami juga memberikan bonus microwave untuk anda, ini silakan tanda tangani surat tanda terima disini..." "Saya gak beli semua ini, pak..." Alana melangkah keluar pelan sambil menggaruk kepalanya. Rambut panjangnya masih berantakan dan ia biarkan begitu saja. "Loh, tapi Bu Alana Sanubari, kan?" "Iya, itu memang saya. Tapi saya gak beli dan gak pesen semua ini, pak." "Bawa balik aja semuanya, pak. Saya gak ada duit buat bayar barang,-barang ini. Tanyain bos bapak aja, mungkin salah ngasih alamat." "Kan sudah lunas semuanya, Bu. Makanya saya kirim barang-barang ini kesini..." "Hah?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD