“Kak, maafkan aku. Karena aku tidak semenarik itu, kakak jadi sering..,” perkataan Risa terpotong.
“Ahh.., siapa yang nggak menarik? Di mataku nggak ada aktris lain yang lebih cantik darimu. Hari ini kau akan syuting di air. Kalau kau banyak mengulang, nanti kau sendiri yang kesulitan. Jadi lakukan yang terbaik, ya,” pinta Mina dengan senyum tulus.
Setelah itu Mina pun berjalan meninggalkan Risa, dan membagikan minuman kepada para kru film.
“Kak Mina, aku sangat berhutang budi padanya. Benar sekarang bukanlah waktunya untuk galau hanya karena pria seperti Mario. Peran sebagai Laura memang sangat kecil, tapi dia punya pengaruh besar. Aku harus menggunakan kesempatan ini,” pikir Risa sambil menatap ke arah naskahnya.
*
*
*
Di tempat lain.
“Sky Collins, jadi kau tidak pergi ke lokasi syuting dan kau lagi protes dengan mengurung diri di kamar?” Kemudian suara tawa terdengar di panggilan tersebut. “Seharusnya aku yang protes, kenapa malah kau yang marah?” ucap Calvin, teman dari Sky yang juga seorang aktor.
“Iya, aku tahu. Tapi apa kau tidak kesal?” tanya Sky Collins pada temannya itu.
Sejenak Calvin terdiam. “Kenapa kau diam saja?” tanya Sky.
“Mau kesal juga gimana? Kau punya solusi? Meskipun kau melakukan sesuatu, Kak Edwin nggak akan kaget. Mungkin dia juga gak akan memperdulikanmu dan sudah mulai syuting yang lain,” ucap Calvin dengan santai.
“Karena itu berhenti protes. Memangnya Kak Edwin juga akan merasa tenang? Kak Edwin bukannya nggak tahu trik apa yang ada di dalam pembuatan drama ‘Love’. Jadi aku yang seperti ini cuma bisa bersabar. Itu cuma film kok, pasti ada kesempatan lain untuk kita bisa membintangi film yang sama. Jadi jangan khawatirkan aku, syuting saja dengan benar,” ucap Calvin.
Kemudian Calvin tertawa sambil mengatakan, “Tolong lihat seberapa bagus sih aktor bernama Mario yang menggantikanku itu.”
“Baiklah,” jawab singkat Sky sebelum akhirnya panggilan pun berakhir.
Sejenak Sky teringat akan pertemuan tadi pagi dengan Mario. “Mario Kamran, aku pertama kali melihatnya di pernikahan Keisha sebulan yang lalu. Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi dengannya seperti ini. Tadi pagi, dia datang untuk menyapa. Tapi dia cuma menundukkan kepalanya seadanya padaku yang jauh lebih senior darinya. Para staf juga tunduk padanya karena kekuasaan istrinya yang luar biasa,” pikir Sky.
Sky seakan frustasi dan kesal sendiri. “Semuanya jadi berantakan,” ucapnya sambil helaan napas panjang.
Hingga tiba-tiba pintu kamarnya terbuka lebar, dan suara teriakan manajernya terdengar nyaring. “Sky, gawat,” ucap Liam.
“Kak Liam, ada apa?” tanya Sky yang heran, karena manajer terlihat ngos-ngosan.
“Aish.., kenapa kau tidur disini? Coba kau temui sutradara Edwin dan hentikan dia. Kalau begitu terus sutradara Edwin bisa saja membunuh seseorang,” teriak Liam yang panik.
*
*
*
“Cut.., tidak bagus,” teriak Sutradara Edwin sambil menghela napasnya.
“Hei, kenapa kau takut-takut begitu? Peranmu itu orang yang masuk ke dalam air untuk bunuh diri. Tapi kenapa ekspresimu seperti sedang memohon minta tolongan?!” teriak Sutradara Edwin yang kesal.
“Ma-maafkan saya. Saya benar-benar minta maaf, pak sutradara,” ucap Risa yang sudah basah kunyup.
“Sudah berapa kali kau minta maaf?! Kalau memang nggak bisa, lebih baik pulang saja dan jangan menyusahkan orang lain lagi,” ucap Sutradara Edwin.
“Tidak, pak. Kali ini saya akan melakukannya dengan baik,” ucap Risa menyakinkan.
Seorang asisten sutradara datang dan berbicara dengan Sutradara Edwin, “Pak, ayo istirahat sebentar. Kalau seperti ini bapak bisa memarahi semua orang.”
“Cih!!” decak Sutradara Edwin sambil mengacak-acak rambutnya. “Semuanya istirahat 30 menit,” ucapnya.
Semua kru film bisa bernapas lega, setelah Sutradara Edwin menghentikan kegiatan syuting mereka.
Risa berjalan mendekat ke arah asisten sutradara. “Terima kasih, pak.”
“Kau nggak perlu berterima kasih, kau orang ketiga yang sudah mencoba memainkan peran Laura. Jadi para staf pun sudah lelah mencari orang baru,” ucap asisten sutradara yang kemudian pergi meninggalkan lokasi.
“Risa.., ayo kita hangatkan dulu tubuhmu,” ucap Mina yang merangkul tubuh Risa menuju mobil.
Di dalam mobil, Risa mengistirahatkan tubuhnya. “Risa, hangatkan dirimu dengan pemanas di mobil dulu. Aku akan mengambilkan lebih banyak hot pack (kompresan penghangat),” ucap Mina.
“Iya, kak. Terima kasih,” ucap Risa. Setelah itu Mina meninggalkan Risa di dalam mobil.
Risa menghela napas panjang, “Kok bisa-bisanya aku mengulang satu adegan itu sebanyak 15 kali. Risa, ayo fokus. Ayo fokuslah sekarang,” ucapnya untuk menyemangati dirinya sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara pintu mobil dibuka. “Ceklek..!!”
Terlihat Mario masuk ke dalam mobil. “Ckck.., luar biasa, Risa. Aku tahu kau bukan aktris ternama, tapi tidak aku sangka kau mau saja memainkan peran yang bakal mati di adegan pertama.”
“Gimana? Kau mau aku berikan peran figuran lain untukmu? Aku bisa saja melakukannya mengingat hubungan kita dulu,” sambung Mario yang seakan meremehkan Risa.
“Tidak perlu, cepat pergi dari sini,” ucap Risa dengan tatapan tajam.
“Hei.. hei.., aku datang ingin membantumu karena kita pernah punya hubungan dan aku kasihan padamu. Jangan menganggapku jahat, kau kan sudah bersusah payah selama 6 tahun. Sejujurnya kau juga sudah lelah, kan?” tanya Mario.
Mendengar hal itu, Risa menjadi merinding. “Mario, aku ingin menanyakan satu hal padamu. Selama kita pacaran, apa kau punya sedikit saja perasaan padaku?” tanya Risa.
Mario yang mendengar hal itu, langsung tertawa. “Hahaha…, pertanyaan konyol. Hei, Risa. Aku juga mau menanyakan satu hal padamu. Kau sendiri, kenapa kau pacaran denganku? Selama pacaran 5 bulan. Aku merasa seperti anak kecil yang bermain rumah-rumahan.”
“Cuma aku yang bisa sabar denganmu. Kalau kau seperti itu ke cowok lain, kau pasti sudah bakal diputusin kurang dari satu bulan. Kau sangat sombong, padahal kau nggak punya uang, dan nggak punya latar belakang yang baik. Kenapa kau sangat yakin, kala aku akan terus bersamamu? Seharusnya kau berterima kasih karena aku sudah bertahan denganmu selama itu. Aku harap kau tahu sekecil itulah nilaimu,” ucap Mario dengan tersenyum licik.
*
*
*
Di tempat lain
“Hei, Sky. Kau mau kemana?” tanya Liam.
“Aku mau menenangkan Sutradara Edwin. Katanya aktris pemeran Laura bisa mati karenanya. Cuaca hari ini juga kan dingin sekali,” jawab Sky pada manajernya.
“Dasar sutradara toksik nggak tahu batas,” umpat Sky yang kesal.
Setelah itu Sky keluar dari kamarnya dan berjalan keluar. “Lebih baik aku langsung ke lokasi syuting di pantai saja,” pikir Sky.
Saat sedang berjalan, dia mendengar suara teriakan. “Hei, kau berhenti,” teriak seorang wanita.
“Hei..!!” teriak wanita itu.
Sky yang melihat tampak heran, “Kenapa dia?” pikirnya.
Kemudian wanita itu berjongkok sambil menutup wajahnya. “Dasar b******k. Hiks..!!” umpatnya yang kemudian disusul dengan suara tangisan.
Sky tampak heran, dan sejenak dia melihat pakaian yang dikenakan wanita itu. “Tunggu..!! Setelah dilihat-lihat, rambut panjang dan pakai gaun warna putih di tengah musim dingin. Apa dia..?!” pikir Sky.
“Laura..?!!” panggil Sky.
Risa menoleh ke arah sumber suara. “Eh..Ah..!!” suara Sky dan Risa bersamaan.
“Senior Sky Collins,” batin Risa terkejut.
Sejenak Sky terdiam memandang ke arah Risa. “Perempuan ini bukannya dia wanita yang aku lihat di pernikahan Keisha,” batin Sky.