BAB 13 - TEPATI JANJIMU

911 Words
"Semuanya sudah beres, Nyonya Naya, anda sudah bisa buka sekarang," canda Sherly melalui telepon yang membuat Naya tersenyum lega. Naya menekan mouse laptopnya, memperhatikan beberapa hasil gambarnya yang berada di satu folder. "Kamu memang sahabatku yang baik, Sher, aku beruntung banget punya kamu." "Gak usah lebay, jadi sekarang kapan mau ke luar dari sana?" tanya Sherly sembari duduk menikmati secangkir kopi di apartemennya. "Gak usah jadi b***k adikmu terus-terusan, kesal aku lihatnya." Naya menghela napas. "Minggu ini terakhir aku kerja di sini, mulai Senin depan, aku sudah buka yang di sana. Kalau bisa, Minggu kita buat acara kecil-kecilan di sana ya, sekalian selamatan atas butik baru aku." "Tenang, soal itu juga sudah aku siapkan. Pokoknya Lo tinggal gunting pita!" Naya tertawa mendengarnya. Namun belum usai pembicaraannya dengan Sherly, tiba-tiba Narumi masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, duduk seenaknya di kursi di depan meja kerja Naya yang membuat Naya menatapnya sedikit menahan emosi. Dia tidak ingin marah-marah saat ini, apa lagi saat masih berteleponan dengan Sherly. Sherly bisa terpancing emosi lantas meng-upload vidio yang sampai saat ini masih ditahan Naya untuk tidak dipublikasikan. "Sher, udah dulu ya. Ada pelanggan aku. Nanti aku telepon lagi, dagh." Naya mematikan sambungan, meletakkan benda pintarnya di sebelah laptop, lantas menatap Narumi sembari memainkan jemarinya di atas meja dengan mengetuk-ngetuk pelan. "Bisa ketok pintu dulu sebelum masuk?" tanya Naya dengan nada santai. Narumi mengernyitkan dahi. "Bukannya biasanya juga gak, kok tiba-tiba ada peraturan segala." "Karena sekarang kamu udah sama seperti yang lain, jadi sama seperti mereka, kamu juga harus pakai sopan santun masuk ke sini." "Wah, hebat, sekarang adik kandung malah jadi staf," sindir Narumi. "Ingat lho, Mbak, aku juga punya modal sama besar dengan kamu di sini, jadi jangan sampai kamu lupakan itu." "Aku gak lupa, kita rekan kerja di sini, bukan kakak adik, jadi harap kamu juga tidak melupakannya," tuntut Naya yang membuat Narumi terdiam, kehabisan kata-kata. Narumi membenarkan posisi duduknya dengan menegakkan tubuh, dagunya dia angkat sedikit tinggi seolah ingin menyombongkan diri. Naya lucu melihatnya. "Mau apa dan ada apa ke sini? Aku lagi banyak kerjaan, jadi tolong to the point' aja." Narumi tersenyum santai. "Simple sih, aku cuma mau nagih janji, itu aja." "Janji?" tanya Naya heran, mencoba mengingat-ingat setiap ucapannya sendiri di masa lalu. "Iya, janji mau buatkan aku pakaian pengantin," jawab Narumi, Naya terdiam mendengarnya. "Bukannya Mbak sudah buat designnya di laptop, Mbak sendiri lho yang bilang mau buatkan aku gaun sama pakaian prianya saat aku menikah. Masih ingat kan?" Naya berusaha menahan emosinya. Dia tidak menyangka, Narumi bisa setega itu membahas masalah pernikahan di saat dirinya baru saja bercerai dengan pria yang kini dia rebut darinya. "Ya, aku masih ingat." "Kalau begitu, aku ingin hadiah itu sekarang. Soalnya aku dan Mas Rendra mau buat pesta pernikahan kami, resepsi gitu. Soalnya dua tahun lalu pernikahan kami cuma Ijab Qabul doang karena Mas Rendra gak mau nyakitin Mbak Naya, tapi sekarang udah gak sakit lagi kan? Jadi aku dan Mas Rendra mau buat pesta besar merayakan pernikahan kami." Narumi tersenyum lebar, tampak kedua matanya berbinar-binar. "Mbak yang harus menyiapkan semuanya, termasuk menjahit bajuku. Ya ya ya, aku tau Mbak gak terlalu mahir menjahit, tapi ya ... Aku sendiri gak mungkin juga menjahit pakaian pernikahanku sendiri kan?" Naya beralih ke laptopnya, mencoba mencari file gambar gaun pengantin untuk Narumi yang memang sudah pernah dia design dulu. Narumi sendiri sudah melihatnya, dan dia menyukainya. "Gambarnya sudah aku kirim ke email kamu, silakan dibuat sendiri, minta Linda atau Bu Mawar menjahitkannya. Atau bisa yang lain di ruang menjahit." "Mbak gak dengar ya, aku mau Mbak Naya yang siapkan semuanya dari awal. Gambar, pengukuran, jahit, semuanya. Sampai ke fitting nanti. Profesional dong, Mbak, di sini aku klien lho." Naya menatapnya tajam. Andai Narumi tidak hamil saat ini, bisa dipastikan mouse yang masih dipegang erat oleh Naya saat itu, akan melayang ke kepalanya. "Ya sudah, nanti aku yang minta Linda buat jahitkan." "Eitz, kita belum ukur mengukur lho, aku tau Mbak sudah hapal bentuk tubuhku inchi demi inchi, tapi saat ini badanku sudah sedikit berisi, Mbak, Mbak ingat kan?" Narumi mengusap perutnya seolah ingin memamerkan kehamilannya. "Jadi, Mbak harus ngukur ulang, termasuk pakaian pengantin prianya. Soalnya Mas Rendra juga sudah sedikit berisi, mungkin bahagia kali ya sama aku, jadi agak gendutan." Narumi tertawa bahagia yang malah membuat Naya muak mendengarnya. "Kapan? Aku gak bisa lama, kalau bisa Minggu ini." "Waduh, terburu-buru amat, Mbak, mau persiapan sidang hak asuh anak ya?" Narumi tertawa kembali. "Tenang saja, Mbak, setelah persidangan hak asuh, Mbak juga sudah punya banyak waktu karena Aisha akan ikut kami, jadi Mbak bisa santai tanpa harus mikirin ngurus Aisha makan, sekolah atau ...." "Lusa minta Mas Rendra datang buat ukur, lewat lusa, urus saja semuanya sendiri!" Naya memotong ucapan Narumi yang malah membuat Narumi tersenyum sinis. Walau dia tidak suka dipotong saat sedang berbicara, namun entah mengapa kali ini dia malah puas melihat Naya. "Okelah," jawab Narumi sembari berdiri. "Aku akan bilang sama Mas Rendra nanti malam di apartemen, kalau Mbak Naya minta kami datang ke sini. Terima kasih lho, Mbak, atas hadiahnya. Mbak bukan hanya ngasih hadiah pakaian untuk kami kenakan, tapi juga hadiah calon mempelai pria untukku bawa ke atas pelaminan." Narumi tersenyum, lantas berlalu pergi dari hadapan Naya. Naya melempar mouse yang dia pegang sejak tadi ke pintu yang baru saja ditutup Narumi dari luar. Napasnya menderu cepat. Dia benar-benar muak melihat adik dan mantan suaminya saat itu. Andai saja membunuh tidak dikenakan hukuman, mungkin akan dia lakukan saat ini juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD