Lima: Resto

1067 Words
*** Jantung ini terus mengguncang jiwaku, Membawaku ke dalam angan-angan kepalsuan Hatiku yang mati kini ditumbuhi benih-benih cintamu,  Aku ingin bangun dari mimpi besarku ini.  Kau sungguh menyiksaku, Sam Nicolas. Hati Maggie bersenandung ria, dia larut dalam khayalannya. Senyum manis milik Sam seakan membuatnya terbang, begitu meneduhkan jiwa. Bola mata hitam itu terus saja memandanginya. Inikah surga? Bisik hati kecil Maggie.  Allison sedang mengeramas rambutnya, rambut yang akan dicat nantinya.  "Maggie?"  Panggilan itu membuat Maggie tersadar. Alangkah terkejutnya ia saat melihat Christoper, mantan kekasihnya di SMA. Maggie mengalihkan perhatian ke arah Sam dan pria itu menatap Christ dengan tatapan tidak suka.  "Christ, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Maggie.  Christ tersenyum manis pada Maggie. Kenangan masa lalu terus saja terputar di kepalanya. Dia mengingat bagaimana lucunya Maggie, Manjanya, dan Keegoisannya. Maggie berbeda dari kebanyakan perempuan Los Angeles. "Aku juga merawat kulitku," jawab Christ tanpa ragu-ragu.  Sam tertawa saat mendengar jawabannya. Christ dan Sam adalah musuh bebuyutan dalam hal dunia bisnis. Mereka berusaha menjadi yang terbaik. Dalam hal apapun semua dijadikan bahan persaingan. Mungkin persaingan mendapatkan Maggie salah satunya.  "Kau seperti perempuan, Christ! Merawat kulit? Yang benar saja. Kau perlu merawat ototmu lebih banyak," komentar Sam membuat Maggie melototinya. Bagaimana bisa Sam mengatakan hal itu di depan Christ. Bukankah semua lelaki berbeda? Meski ia juga mengakui bahwa Christ terlalu merawat diri.  Harusnya ia memperbesar ototnya seperti Sam bukannya memperhalus kulitnya. Jika ingin membandingkan, Christ jauh lebih tampan dari Sam. Tetapi aura dari dalam Sam membuatnya lebih memikat. Christ sangat membosankan jika terus dipandang. Sebaliknya Sam semakin lama auranya semakin memikat. "Sam, jaga ucapanmu. Maafkan dia, Christ. Dia hanya terlalu kaku tentang dunia gaya hidup," kata Maggie menghibur Christ. Dia takut laki-laki itu tersinggung. Mengingat bahwa Christ terlalu berperasaan dan manja sama seperti dirinya. Mereka putus karena kesamaan sifat yang mereka miliki.  Sam acuh tak peduli. Memangnya ada sejarah musuh diperlakukan dengan baik? Tentu saja itu tidak akan terjadi. Karena musuh tetaplah musuh. "Tidak apa-apa, Maggie. Orang seperti Sam memang tidak tahu gaya hidup. Lihat saja wajahnya yang jelek," ujar Christ menyindir.  Sebenarnya Maggie tidak setuju dengan perkataan Christ. Dia bahkan kesal mendengarnya. Bagaimana bisa pria se-hot Sam dikatakan jelek? Dasar Christ buta, Umpat Maggie dalam hati. Maggie hanya mengukir senyum paksa. Kekesalan Maggie terlampiaskan melalui Allison. Wanita itu memukul lengan Christ. "Siapa bilang Sam jelek? Sam itu lebih dari sekadar tampan. Lelaki seperti dia akan membuat Wanita normal mana pun jatuh cinta. Sedangkan kau, mungkin saja hanya kaum gay yang menyukaimu," balas Allison.  "Itu terkesan rasis!" kecam Christ. Maggie tersenyum kecil saat mendengarnya. "Wah.. aku suka pendapatmu, cantik," ucap Sam pada Allison membuat wanita itu tersipu malu. Sam mengatakan bahwa dia cantik, Oh Tuhan sungguh keajaiban luar biasa. Allison langsung merubah ekspresinya menjadi datar saat melihat wajah muram Maggie di balik cermin. Bukankah tadi mereka bilang bahwa mereka pacaran? Dia tidak boleh membuat pelanggan setianya marah hanya karena urusan pria. Allison kembali fokus bekerja, melupakan ucapan Sam yang membuatnya melayang terbang. "Kau sungguh tidak berperasaan Sam, kau mengatakan wanita lain cantik di depan kekasihmu sendiri. Maggie, lebih baik kau kembali padaku. Lupakan saja Sam," Christ memancing amarah Sam Nicholas.  "Aku hanya mengatakan apa yang ada dipikiranku. Lagipula Maggie tahu bagaimana dalamnya cintaku padanya," Kalimat itu keluar begitu saja di bibirnya yang tebal. Semoga Maggie memang mengetahui perasaan itu. Christ tertawa saat mendengar ucapan Sam. Seakan ada yang lucu. "Maggie tahu perasaanmu? Kau pasti pria sangat beruntung," ejek Christ.  Maggie yang ia kenal adalah wanita yang acuh dan tidak peduli. Dia wanita yang egois dan memikirkan perasaannya sendiri. "Aku sudah berubah, Christ. Dan Sam-lah yang merubah hidupku. Aku sangat mencintai Sam, sama seperti dirinya," kata Maggie membela Sam.  Christ memang menyebalkan meskipun tidak sekaku Sam. Christ orangnya asyik dan enjoy. Hanya itu yang ia kagumi dari Christ. Christ terdiam, dia merasa iri dengan Sam. Dalam sekejap pria itu bisa merubah Maggie yang manja menjadi wanita setia. Dia merasa jengkel. Raut wajahnya sangat suram. Dengan kesal ia meninggalkan Sam dan Maggie. Melihat tingkah Christ membuat Sam tertawa terbahak-bahak. Dia sangat puas dengan apa yang ia lihat. *** Setelah dari salon, Sam mengajak Maggie pergi ke restoran mewah Los angeles. Mereka duduk bersama di salah satu meja di sana.. Maggie tak berkedip melihat menu makanan yang tersaji. Makanan itu sangat mewah dan dia tidak berniat melahapnya. Andai makanan itu bisa dibawa pulang dan disimpan di dalam kulkas. Ia ingin menyimpan makanan itu sampai seribu tahun kalau bisa. Dia sangat mengagumi makanannya sampai menatapnya saja membuat perutnya terasa kenyang.  "Tidak dimakan?" tanya Sam pada Maggie.  Dia bingung melihat tingkah Maggie. Wanita itu seakan melihat makanan berupa jin. Ada yang aneh, membuat Sam curiga sekaligus khawatir padanya. Maggie menggeleng. "Makanannya terlalu mewah, Sam," jawab Maggie.  Dia bertingkah seolah gadis kampung. Biasanya ia memakan menu satu level di bawahnya. Dan sekarang dia dihadapkan dengan menu termewah di Los Angeles. Itu adalah menu untuk kelas paling atas kaum sosialita. Sam tersenyum pada Maggie.  "Makanlah. Kau tidak perlu berlebihan dengan makanannya. Apa yang kau lihat tidak akan senikmat rasanya," kata Sam pada Maggie.  Dia baru pertama kali melihat sisi Maggie yang berlebihan. Dia pikir Maggie sudah terbiasa dengan situasi semacam sekarang. Maggie mengerucutkan bibirnya. Terpaksa ia harus memangsa hidangan raksasa di depannya. Maggie menikmati setiap rasa menu masakan.  "Emm.. enaknya. Rasanya seperti berada di surga," ucap Maggie saat menyantap satu sendok menu inti. Sam hanya bisa menggeleng melihat wanitanya. Sam menyukai tingkah Maggie yang manis seperti sekarang. Sangat menggemaskan, berbeda saat pertama kali bertemu. Di awal pertemuan, Maggie terlihat dewasa, materialistis, dan egois. Ternyata saat hidup bersamanya sifat itu terasa sirna. Ia menemukan sosok Maggie yang baru. Sam menghentikan aktivitas makannya. Ia ingin mengatakan sesuatu pada Maggie.  "Maggie!" panggil Sam ragu.  Maggie mendongak hingga tatapan keduanya bertemu, kilatan-kilatan cinta terpancar di mata mereka. Mereka butuh lebih banyak oksigen. Panggilan Sam membuat suasana jadi menegangkan. Sam terdiam sangat lama. Hingga ia memberanikan dirinya untuk bicara. "Maggie, aku ingin mengetahui jawabanmu. Soal aku menembakmu di hotel Beverly Hills. Apa aku bisa mendengarnya sekarang?"  Dengan susah payah Maggie menelan saliva-nya. Wanita itu mengambil tissu lalu membersihkan sudut bibirnya. Maggie memejamkan matanya sebentar kemudian menghela napasnya. "Aku butuh waktu untuk mengenalmu lebih jauh. Sejauh ini aku masih merasa nyaman. Dan aku ingin kita menjalani hubungan kita seperti ini dulu. Apa kau tidak masalah dengan itu?" tanya Maggie.  "Ya, itu tidak masalah bagiku," balas Sam dengan senang hati. Jawaban Maggie cukup membuatnya bahagia. Setidaknya ia tidak di tolak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD