PART 3

1001 Words
Callia berdiri di belakang pintu. Dia baru saja melihat adiknya menapak tangga menuju ke kamarnya. Ibunya terlihat mengikuti adiknya itu dengan raut khawatir. Dan Callia menghela napas lega ketika dia melihat rona merah di pipi Calista menandakan kondisi gadis itu cukup baik.   "Sayang..."   Callia menoleh dan mendapati Ayahnya yang tampan menghampirinya. Pria itu memeluknya erat.   "Terimakasih sudah menjaga Calista."   "Kau berterima kasih seakan aku orang lain, Dad. Itu sudah kewajibanku."   "Dad tidak bermaksud seperti itu, sayang. Hanya saja Dad merasa kau harus memikirkan dirimu sendiri. Kau nampak kurang sehat."   Callia menggeleng dan membuang pandangannya ke arah halaman samping rumah, menghindari tatapan ayahnya. Callia melepaskan pelukan ayahnya dan melangkah mendekati jendela. Dan dia tahu sang ayah mengikutinya.   "Apakah kau ingin berlibur?"   Callia menggeleng.   "Aku banyak pekerjaan."   "Tugas kuliah?"   Callia menggeleng.   "Ada beberapa hal harus aku kerjakan."   "Jangan terlalu lelah. Sebaiknya kau banyak istirahat. Dad tidak ingin kau sakit."   Tidak ingin dia sakit?   Callia tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya pada tukang kebun rumahnya yang sudah berusia lanjut, yang sedang memotong pokok-pokok mawar milik ibunya.   "Sebenarnya ada hal penting yang ingin Dad bicarakan..."   "Tentang Calista yang ingin menikah dengan Dale secepatnya?"   "Kau tahu..."   "Hanya tahu. Aku bisa membaca gelagat mereka." Callia mencoba tertawa. Namun yang keluar dari mulutnya justru lebih terdengar sebagai suara tawa yang sumbang.   "Bagaimanapun...Dad tahu, Calista sudah mengambil segalanya darimu. Dan...menikah lebih dulu darimu?"   "Jangan mempertanyakan apapun Dad. Semua adalah tentang takdir yang sudah tertulis bersama sebuah kelahiran. Aku...baik-baik saja."   "Dan tentang Calista yang akan selamanya membutuhkanmu?"   "Aku kakaknya. Aku akan berusaha ada kalau dia membutuhkan aku."   "Kau anak dan kakak yang baik. Dad tidak ingin keadaan menjadi seperti ini, tapi..."   "Sudahlah Dad. I'm okay." Callia merengkuh pinggang Ayahnya dan memeluknya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dan ayahnya itu tertawa saat dia melakukan itu. Tawa yang penuh dengan ketidakberdayaan. Bagaimanapun, dia adalah orangtua yang selalu dilanda kebingungan. Tentang sebuah keadilan yang tidak bisa dia berikan karena hidup seperti tidak memberinya banyak pilihan.   Selalu hanya tentang menjaga Calista yang sakit.   Dan Ethan selalu merasa bahwa dia dan istrinya menapak dosa yang sangat besar.   "Dad ada di ruang kerja kalau kau membutuhkan."   "Huum..." Callia melepaskan pelukannya lalu kembali menatap tukang kebun di kejauhan. Callia bisa mendengar langkah kaki ayahnya yang terdengar berat.   Lalu pikiran itu berkelebat. Bahwa...dia terlihat seperti seorang anak yang mati-matian menunjukkan baktinya. Anak yang harus berusaha dengan keras agar kedua orang tuanya menyadari eksistensinya. Dua hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan dengan usaha keras. Tapi...tidak bagi Callia.   Callia menghela napas panjang dan memutuskan untuk keluar dan bergabung dengan pria tua tukang kebun.   ***   "Kemana semua orang?"   Callia tidak mendongak. Dia meneruskan mengaduk tehnya. Dia juga tidak beranjak. Callia melirik dengan ujung matanya, Dale Clifford yang duduk dan menuang tehnya.   Matahari hangat menerpa punggung Callia .   "Calista pergi dengan Mom."   "Dia tidak menelponku. Kemana mereka?"   "Aku tidak tahu. Mereka pergi pagi-pagi sekali."   "Kau tidak bersama mereka?"   "Aku punya kesibukanku sendiri."   "Kau terdengar sinis padaku Callia."   "Karena ada banyak hati yang harus aku jaga Tuan Clifford. Dan itu sudah seharusnya."   "Apakah kau marah dengan masa lalu, Callia? Kita..."   "Tidak ada kita Tuan Clifford. Yang ada adalah Calista dan kau. Dan kuharap kau menjalani semua dengan ketulusan hati. Jangan pernah berpikir bahwa kau hanya bermain. Karena akulah orang pertama yang akan menghancurkanmu saat aku mendapatimu menyakiti Calista."   "Aku tidak berniat melakukannya. Tapi kau selalu tahu bahwa kau punya tempat khusus..."   "Keteguhan yang tidak kuat sama saja kau membangun pondasi yang tidak kokoh. Kau tahu apa yang akan terjadi."   Callia mendengar Dale menghela napas.   "Karena tidak semua mudah seperti membalik telapak tangan Callia."   "Aku tahu dan aku merasa tersanjung. Tapi aku juga tahu kau pria yang sangat baik dan berakal Dale. Kau akan menekan kesalahan sekecil mungkin."   "Hmm..."   "Calista sangat manis. Kau jatuh cinta dengan mudah."   Dale tertawa.   'Maafkan aku untuk masa lalu."   "Aaah...sudahlah."   "Hai..."   Callia dan Dale serempak menoleh. Dan menemukan Orlando yang datang dengan wajah yang aneh.   'Kapan kau pulang?"   "Aku meneleponmu. Kemana ponselmu?"   Callia termenung dan menggeleng.   "Aku...meninggalkannya di...suatu tempat." Callia merasa tak yakin.   Terdengar dengusan Orlando. Dan Callia bergerak. Dia menuang teh untuk Orlando yang segera berinteraksi dengan Dale. Pembicaraan para pria.   "Callia pernah meninggalkan ponselnya di apartemenku."   Dan seketika sunyi. Suara Dale tertelan cicitan burung yang terbang melintas taman. Dan gemericik suara air pancuran. Juga bunyi gunting pohon pak tua tukang kebun.   "Dia memang sedikit teledor." Akhirnya Orlando memecah sunyi itu. Seketika Callia merasa darah di sekujur tubuhnya yang baru saja mengalir dan menumpuk di kepalanya, terpecah dan berserak. Seperti ombak yang bergulung menjauh...lalu berkumpul...bergulung mendekat dan menghantam karang.   "Yah...itulah aku."   "Baiklah. Aku harus pergi. Calista mengirimkan pesan bahwa dia ada di butik." Dale yang selesai memeriksa ponselnya beranjak.   "Hati-hati."   "Terimakasih tehnya Callia. Orlando...aku duluan."   Orlando hanya mengangguk. Menatap Callia yang beranjak dan menatap kepergian Dale hingga menghilang di selasar samping rumah.   "Pekerjaanku lebih berbahaya dari pekerjaan Clifford dan kau tidak pernah sekalipun memintaku untuk berhati-hati."   Callia yang duduk kembali di kursinya terpaku. Lalu tertawa geli sambil menatap Orlando yang memasang wajah datar tanpa gejolak. Dan seketika tawa Callia terhenti. Dia tahu Orlando tidak sedang dalam suasana hati yang baik.   "Lain kali aku akan melakukannya. Dan yah...pekerjaanmu berbahaya. Aku tahu itu." Callia menunduk dan mengulum senyum. Dia kembali merasa geli. Apa-apaan semua ini? Kenapa Orlando bertingkah seperti itu?   "Bahuku terserempet peluru..."   "Haaah..." Callia beranjak dari duduknya dan menarik kerah baju Orlando dan mulai memeriksa.   "Di sini." Orlando memperlihatkan bahu kanannya. Sebuah luka memerah kehitaman yang cukup mengganggu terlihat.   "Ooooh...apakah dokter sudah mengobatinya? Apakah ada obat lain yang harus kau konsumsi?"   Callia mengamati luka Orlando sambil merunduk. Matanya memicing.   "Kau terlihat sangat khawatir."   "Haaah..."   Callia yang hendak berdiri tegak tertahan tangan Orlando yang memegang lengannya.   "Aku...tentu saja. Kita ini saudara. Tidak mungkin aku tidak khawatir...yang lain juga akan khawatir sepertiku..."   "Aku merindukanmu, Cal."   Callia terpaku. Tatapannya terkunci pada tatapan Orlando yang lelah. Dan...penuh cinta. Callia menggeleng. Selalu saja semua nampak tidak benar.   "Huuh..."   Orlando tertawa pelan saat Callia terkejut dan membelalak ketika dia berhasil mencuri sebuah ciuman kecil di bibir gadis itu.   Dan Callia yang segera berdiri tegak. Mematung. Lalu dengan gerakan aneh menatap sekelilingnya. Wajahnya merah padam.   "Orlando!"   "Apa?"   "Aaaargh..." Tangan Callia terkepal gemas.   Orlando tertawa keras.   "Jangan tertawa! Tidak ada yang lucu. Dan jangan melakukan hal itu di sini."   "Jangan di sini huuh..."   Callia terpaku. Dia bergerak mundur menolak tangan Orlando yang terulur hendak menjangkaunya.   "Oooh...tutup mulutmu!"   Callia berbalik dan melangkah menuju rumah diiringi suara keras Orlando yang menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dengan kedua tangannya sebagai penyangga kepala.   Dan Callia tidak berniat menoleh sedikitpun.   Dia hanya perlu menata hatinya dan jantungnya yang berdetak dengan keras.   ------------------------  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD