"Leo, kamu sebenarnya mau belanja apa, sih?"
Setengah berlari, Cindra mengikuti langkah Leo yang secepat kilat menembus keramaian mall elit Jakarta. Napas Cindra sedikit tersengal.
Leo tak menyahut, hanya menunjukkan seringai tipis—seringai yang selalu membuat Cindra waspada. Ia lalu berjalan masuk ke dalam butik pakaian pesta langganan Mami Renata. Toko high-end yang semua gaunnya berharga setara biaya kuliah Cindra satu semester.
"Kamu pilih aja yang kamu suka," ujar Leo, santai.
"Hah?" Cindra membulatkan kedua matanya. "Buat apa?" tanyanya kebingungan.
"Udah pilih aja! Ribet banget!" tukas Leo lagi.
"Enggak mau!" Cindra menatap Leo dengan mata melotot. Ia tak peduli pada sapaan ramah pelayan toko. "Buat apa dulu?!" tanyanya gemas.
Leo mendengus kesal. "Buat temani aku ke birthday party teman Sabtu Malam."
"Loh, kok kamu enggak tanya aku dulu?!" Kedua mata Cindra semakin membulat.
"Memangnya kenapa? Kamu mau pacaran sama si cowok jelek itu?"
"Astaga, Leo! Bicara kamu keterlaluan!" sergah Cindra. Kepalanya mendadak pening. Sabtu malam ia dan Andra sudah merencanakan nonton film di bioskop. Tapi bukan itu yang membuatnya kesal. Ia bisa saja membatalkan rencananya—Andra pasti mengerti, asal Leo bicara baik-baik padanya, tidak memaksanya seperti ini. Menyebalkan sekali.
"Aku tunggu sampai jam 1. Habis itu kita makan. Aku lapar," ujar Leo lagi, sama sekali tak peduli pada wajah Cindra yang memerah menahan kesal.
Cindra melirik jam tangannya. Leo hanya memberinya waktu kurang dari setengah jam untuk memilih satu di antara ratusan gaun indah. Sambil menahan kesal ia memandang Leo yang langsung asik dengan game di ponselnya. Cindra mendengus geram. Sikap Leo yang semakin lama semakin semena-mena membuat keinginannya untuk meninggalkan rumah semakin kuat. Aku sudah tak sanggup lagi, ratapnya dalam hati.
"Cari gaun seperti apa, Kak Cindra?" sapa sang pelayan yang sudah mengenalnya.
Cindra memaksakan bibirnya tersenyum. "Tolong pilihkan saja, Mbak. Untuk acara ulang tahun malam hari."
Pelayan itu lalu meminta Cindra untuk mengikutinya.
Dari sudut matanya, Leo melirik punggung Cindra yang menghilang di balik deretan gaun-gaun panjang. Ia lalu menatap kembali wajah laki-laki yang muncul di layar ponselnya—Andra. Mata Leo nanar, wajahnya menegang. Hatinya panas membara. Ia terus menatap foto itu hingga sebuah suara membuatnya tersadar.
"Leo!"
Cindra sudah berdiri di hadapannya dengan sebuah gaun yang melekat indah di tubuhnya yang mungil. Gaun satin berwarna merah muda lembut yang membuatnya tampak seperti seorang peri cantik.
"Yang ini kamu suka enggak?" Cindra memutar tubuhnya, memperlihatkan gaun itu.
Sesaat Leo tertegun. Jeda singkat itu menunjukkan ia terpesona. Tapi tak lama ia kembali tersadar, mengangkat kedua bahunya, pura-pura acuh. "Terserah!" sahutnya, kembali berpura-pura bermain game di ponsel.
Cindra mencebikkan bibirnya, berlalu dari hadapan Leo dengan kesal. "Yang ini aja, Mbak," ujarnya pada pelayan.
Dari kejauhan, Leo kembali melirik punggung Cindra yang menghilang di balik deretan rak-rak tinggi. Ia lalu tersenyum tipis. Misi berhasil.
Setelah membayar gaun Cindra, Leo langsung menarik keluar tangan gadis itu.
"Leo! Enggak usah tarik-tarik tanganku terus?! Aku bisa jalan sendiri!" teriak Cindra kesal, ia berusaha menarik tangannya kembali, tapi tak berhasil. Leo malah semakin mengeratkan genggamannya.
"Kamu kelamaan jalannya. Aku keburu lapar!" sahut Leo tak kalah kesal.
Cindra akhirnya hanya bisa pasrah mengikuti langkah Leo masuk ke dalam sebuah restoran langganan keluarga Atmaja.
Seorang pelayan yang sudah mengenal mereka langsung menyambut dan mengantarkan ke dalam VIP Room. Cindra membiarkan Leo memesankan makanan untuknya. Tapi kenapa dia pesan menu udang?
"Kamu pesan udang?" Cindra menatap Leo dengan gusar saat pelayan meninggalkan meja mereka.
"Jangan bawel!" sahut Leo.
"Uuh! Bagaimana kalau alergi kamu kambuh, Leo?" Wajah Cindra gusar cemas. Ia takut alergi Leo akan kambuh, padahal Mami Renata sudah mewanti-wanti karena tahu sifat pemberontak Leo.
"Paling aku bilangnya kamu yang pesanin buatku," Leo mengangkat kedua alisnya dengan usil, sengaja menggoda.
"Iiiih!"
Cubitan gemas Cindra melayang di tangan Leo, menyengatnya hingga membuat Leo menjerit kencang. Dua pelayan berlari masuk, namun segera keluar lagi sambil tersenyum—mereka sudah hafal dengan drama pasangan ini.
Wajah Cindra memerah menahan malu. "Jangan lebay. Malu!" bisiknya sambil melotot.
Leo tertawa bahagia, merasa puas.
Tak lama, sepiring nasi hangat dengan udang panggang lada hitam berukuran jumbo dan semangkuk salad sayur, serta seporsi besar Beef Steak dengan kentang goreng dan sup jamur tersaji di hadapan mereka. Leo mendorong piring berisi nasi udang itu ke hadapan Cindra, dan menarik piring Steak ke hadapannya.
Cindra menatapnya dengan bingung. "Jadi... kamu pesenin ini buat aku?" tanyanya tak percaya.
"Iya! Itu kan, kesukaan kamu?" sungut Leo.
Cindra tersenyum malu. Ia tak menyangka dengan perhatian kecil Leo. "Makasih, ya!" ucapnya, merasa tak enak hati.
"Makanya jangan bawel!" tukas Leo lagi.
Cindra kembali tersipu. Leo memang kadang suka membuatnya tersipu dengan perhatian-perhatian kecilnya. Kalau dia bisa terus bersikap manis seperti itu, bisa-bisa ia jatuh cinta. Cindra tersenyum geli membayangkannya. Ah, lupakan! Dunia pasti akan runtuh kalau Leo si Raja Drama bisa berubah menjadi pangeran tampan baik hati yang selalu datang dalam mimpinya.
"Kalau naksir, bilang aja!"
Suara Leo membuat Cindra terkesiap. Ia tak menyangka Leo tahu ia tengah memandanginya.
"Kegeeran! Aku kasihan liat kamu potong steak aja lama banget," dusta Cindra.
Jawaban Cindra membuat Leo spontan meletakkan pisau dan garpunya di atas piring, lalu mendorongnya ke hadapan Cindra. "Potongin!" Ucapnya, nadanya memerintah.
Cindra menarik napasnya. Baru juga dipuji, dia sudah kembali menjengkelkan, batinnya.
Setelah menghabiskan waktu tiga jam lamanya di dalam mall, akhirnya Cindra bisa bernapas lega. Sebentar lagi ia bisa beristirahat dengan tenang di dalam kamarnya.
Tapi jalanan macet di depannya membuatnya frustrasi. Ia memandangi Leo yang tertidur lelap sejak tadi. Kepalanya mendongak ke atas, membuatnya mendengkur cukup keras.
Cindra pun beringsut. Ia memiringkan kepala Leo dan mengganjalnya dengan bantal kecil. Sesaat kemudian dengkuran Leo pun berhenti. Namun, tanpa Cindra sadari, Leo membuka kedua matanya saat tanpa sengaja wajah mereka saling bersentuhan. Leo tersenyum tipis—mencium aroma parfum Cindra yang khas. Matanya kembali terpejam saat Cindra menyelimuti tubuhnya dengan syal miliknya. Leo membiarkannya.
Kini sambil memeluk bantal kecil di dadanya, Cindra mencoba memejamkan mata. Melihat Leo yang terlelap membuatnya ikut mengantuk. Dan akhirnya ia benar-benar terlelap.
Cindra terbangun saat merasakan mobil yang ditumpanginya tak bergerak lagi. Ia sendirian di dalam mobil dengan jendela di samping kemudi yang setengah terbuka. Ternyata ia sudah sampai. Ah, kenapa Leo tidak membangunkannya?
"Sudah bangun, Mbak?" Wajah Pak Toto, sang supir tiba-tiba saja muncul di jendela.
"Oh! maaf ketiduran, Pak," sahut Cindra. Ia membuka pintu, lalu melompat turun.
Pak Toto tersenyum. "Ndak apa-apa, Mbak. Tadinya mau saya bangunkan, tapi kata Mas Leo ndak usah. Saya malah disuruh tungguin di sini sampai bangun katanya."
Cindra tersenyum malu. "Makasih, Pak!" ucapnya, lalu berjalan menuju paviliun.
Malam sudah menunjukkan pukul delapan lewat saat Cindra sedang video call dengan Andra di dalam kamarnya, menceritakan kegiatannya seharian bersama Leo.
"Aku iri sama Leo," ucap Andra, pelan.
"Karena dia kaya?" tanya Cindra.
"Bukan! Karena dia lebih dekat sama kamu."
Jawaban Andra membuat Cindra tersipu. "Kamu cemburu?"
"Enggak! Dia terlalu sempurna untuk dicemburui. Dibandingkan dengannya, aku enggak ada apa-apanya."
Cindra terdiam. Hatinya mendadak gelisah. Kenapa Andra jadi tidak percaya diri? Ia takut sekali Andra akan meninggalkannya seperti kekasih-kekasihnya dulu—Memutuskan hubungan karena Leo. Entah apa yang Leo lakukan karena mereka tak pernah mau mengakuinya. Dan kalau itu sampai terjadi lagi, ia tak akan lagi tinggal diam. Ia bersumpah akan meninggalkan Leo—ia akan ngekost biar Leo tak bisa mengganggu hidupnya lagi.