bc

Toxic Relationship (Bahasa Indonesia)

book_age16+
2.2K
FOLLOW
9.8K
READ
possessive
arrogant
dominant
manipulative
drama
bxg
campus
betrayal
affair
judge
like
intro-logo
Blurb

Andre yang menghamili perempuan itu. Namun, mengapa Nadine yang harus bertanggung jawab?

***

Berawal dari menjadi anak rantau di Kota Jakarta karena suatu hal. Nadine tak pernah membayangkan akan bertemu seorang mahasiswa tampan bernama Andre Saputra. Yakni, seorang mahasiswa populer yang sudah menjadi anggota BEM di perkuliahan semester dua.

Pertemuan mereka yang simpel, ternyata membawa Nadine dan Andre ke dalam hubungan berpacaran.

Namun, siapa sangka jika setelah satu bulan menjalin hubungan, Nadine menemukan hal janggal di dalam diri Andre.

Akankah niat mula Andre untuk memanfaatkan Nadine, berakhir menjadi sebuah perasaan yang tak terelakkan?

chap-preview
Free preview
BAB 1
Ada banyak hal yang ingin aku proteskan kepadamu. Bukan semata soal kamu. Namun, ini bersangkut paut dengan masa laluku dahulu. Di kala, aku merasakan hubungan yang berjalan begitu-begitu saja; tanpa ada arah yang jelas. Melupakan memang hal yang mudah. Tapi, jika selalu begini; terulang lagi, pertanda aku akan mulai terperosok ke dalam lubang yang tak berbeda. Dan benar saja, hal itu kembali terulang. Sosokmu yang kukira dapat menggantikan dia, ternyata sama saja. Kalian berdua bagai bagian dari hidup yang tidak ingin aku miliki. Hanya saja, Kini sudah terlanjur. ****** Satu tahun yang lalu. Sebuah pesan bertengger di dalam kolom perpesanan. **Bagas : “Nad, sepulang sekolah aku jemput kamu, ya.” Kenapa ini orang nggak berhenti kirim pesan sih? Aku bergumam sendiri. **Nadine: “Loh, kenapa? Aku bisa pulang sekolah sendiri, Gas.” Balasan itu kuketik dan kukirim tanpa ragu. Drrt drrt! **Bagas : “Enggak, pokoknya kamu harus aku jemput. Aku tunggu kamu di depan gerbang sekolah kamu.” Lagi-lagi Bagas memaksa. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya, hati ini tak berniat untuk membalas. Tapi, **Nadine : “I-iya, Gas.” Kalimat itu, terpaksa menjadi sahutan untuk mengiyakan ajakan dia. ****** Sepulang sekolah, seharusnya menjadi waktu terbaik untuk bermain bersama teman sebaya di sekolah menengah atas. Melakukan ekstrakurikuler; mengembangkan bakat melalui semua kegiatan yang ada selagi berada di masa remaja. Seharusnya waktu untuk bahan ajarku juga berjalan dengan tenang dan lancar. Namun, tak demikian. Bagas yang kupacari selama tiga tahun lamanya, selalu menjadi pengganggu di setiap waktu. Selama itu, aku kelelahan menjalani hubungan yang amat toxic. Tapi, lagi-lagi aku tak memiliki kuasa untuk memutuskan; mengakhiri hubungan beracun tersebut. Tiap kali aku meminta putus, Bagas selalu menunjukkan sikap kasar. Dia pernah hampir memukul, membanting ponsel hingga mengenaiku, memarahi, membentak, mencerca dengan semua kalimat buruk. Aku tak lagi sanggup menjalin hubungan berpacaran dengan seorang Bagas. Aku lelah harus terus-menerus membalas pesan dari dia. Aku bosan hanya boleh bergaul dengan dia. Aku tersiksa karena tak bisa menjadi jati diriku sendiri. Namun, aku  bisa marah. Marah pada kebodohan yang terus menyelimuti pikiran. Tentu, karena tak mampu mengucap dan mengakhiri hubungan teruntuk kesekian. Maka, lagi-lagi. **Bagas : “Nad, aku sudah di depan rumah kamu,” Pesan itu mendarat ke dalam ponsel milikku. Remaja laki-laki sebayaku itu, selalu bisa tiba di depan rumahku tanpa kabar dahulu. Entah pagi, sore bahkan malam. Semua hal ia lakukan semau keinginan dia. Tidak cukup hanya menjemput dan mengantarku pulang. Bagas juga memastikan, jika setelah aku sampai di rumah, aku tak lagi pergi keluar bersama teman-temanku di sekolah. Dan, Sore itu, dia datang ke rumah. Ceklek! Daun pintu baru saja terbuka. “Ini PR aku, Nad. Oh ya, hari ini aku mau jus dingin, kamu pasti ada jus buatan ibu kan, di kulkas?” Bagas berucap. Bahkan, sebelum ia mengucap salam. Yah! Itulah yang sehari-hari dia lakukan. Memberiku seabrek PR sekolahnya untuk aku kerjakan. Padahal aku sendiri juga punya pekerjaan rumah, yang juga harus aku selesaikan untuk esok hari. Tapi, dengan mudah dia melimpahkan semua tugas kepadaku. Sedangkan, dia? Justru enak-enakan minum jus yang dibuatkan oleh ibu sembari bermain ponsel. Beberapa saat kemudian, “PR kamu sudah selesai nih, Gas,” Aku berujar. Berharap agar Bagas segera berpamitan pulang. Tapi, “Sudah, kamu taruh dulu saja di situ. Aku masih sibuk nonton channel youtube.” Sial! Seharusnya dari awal aku berbohong ketika dia bertanya perihal aku memiliki jaringan Wi-Fi atau tidak di rumah. Ah, tapi lagi-lagi aku bodoh. Mulut ini justru berujar dengan mudah; memberikan password dan alhasil aku hanya dimanfaatkan seperti itu. Alih-alih berdebat. Aku memilih untuk melanjutkan mengerjakan tugas sekolah milikku sendiri. Pada saat bersamaan, Ibu memunculkan wajah dari balik ambang pintu yang terbuka. Berkata, “Oh, ada Nak Bagas di rumah?” “Eh, iya Tante ini saya baru selesai ngerjain tugas bareng Nadine. Karena tugas kami sudah selesai, saya pamit pulang dulu ya, Tante.” Dengan cepat, ibu mengiyakan ijin pamit dari dia. “Oh, iya Nak Bagas, hati-hati di jalan,” Ibu berujar dengan raut tak senang. Ceklek! Daun pintu segera kututup rapat. Sembari melengos, kuingin membanting pintu berwarna putih pada jalan utama rumah ayah dan ibu. Namun, aku sadar. Bukan kuasaku untuk melakukan hal itu. Tanpa ragu, ibu bertanya, “Nak, kamu masih pacaran sama Bagas?” Ehm, “I-iya, Bu,” Sahutan singkat beserta tundukan kepala menjadi jawaban yang tak ingin kulontarkan pada ibu. Aku tahu, selama ini ibu sudah curiga. Jika, Bagas hanya memanfaatkan aku saja. Hanya saja, ibu membiarkanku, bukan karena ibu tak peduli. Namun, ibu lebih ingin aku menyadari sendiri. Betapa mengesalkan sosok Bagas. Dan, yah! Ibu juga ingin aku belajar perihal bagaimana cara mencari teman yang benar-benar baik. Sesekali, wanita yang pernah mengandungku tersebut, menasehati; untuk tidak terus-menerus hanya bergaul dengan Bagas. Untuk memperbanyak lingkup pertemanan. Ibu, benar! Hanya saja, memang aku yang terlalu pengecut. Tak berani untuk mengatakan kata putus lagi pada Bagas. Sungguh, aku tak tahan melihat perilaku kasar Bagas. Aku selalu merasakan trauma, jika dia mulai mengasariku. Maka dari itu, aku lebih memilih bertahan di dalam hubungan yang toxic seperti itu. Selama Bagas tidak bermacam-macam saja denganku, maka aku akan membiarkan waktu yang menjawab perpisahan kami. Begitulah pemikiranku waktu itu. Namun sekarang, lagi-lagi aku mengulang kesalahan yang sama. Aku berpacaran dengan seorang laki-laki, yang aku kira jauh lebih baik dari si Bagas sang mantan pacar sewaktu SMA. Tapi, kenyataannya sama saja. Pertemuan dengan sosok Andre sewaktu semester dua di perkuliahan, membuatku kembali menyandang status di dalam sebuah hubungan berpacaran. Waktu itu, Andre sudah menjadi salah satu dari anggota BEM di kampus. Andre yang kupacari, memiliki badan tegap, tinggi, paras tampan dengan jambang yang membuat penampilan dia menjadi semakin menawan. Jika, dipikir-pikir aneh juga. Laki-laki seperti Andre menyukai seorang Nadine Eka Putri duluan? Padahal, aku hanya seorang mahasiswi cupu yang berkacamata tebal. Parasku terbilang kalah cantik. Tentu, jika dibanding mahasiswi lain di kampus kami. Maklum saja, kampus kami adalah kampus swasta yang paling hits di Ibu Kota. Jadi, sosokku ini banyak tandingannya. Selain bernilai tinggi dari segi wajah, mereka juga berasal dari anak para orang tua yang tajir melintir. Sedangkan, aku? Ayah seorang pensiunan PNS. Ibu? Seorang ibu rumah tangga. Melihat kesenjangan sosial yang ada, aku merasa salah mengambil kampus. Tapi, ayah dan ibu menguatkan aku untuk berkuliah disana. Mereka ingin anak semata wayang bernama Nadine Eka Putri ini mendapat pendidikan yang terbaik. Tentu, dengan melanjutkan pendidikan di salah satu universitas ternama. Jika kalian berpikir, mengapa aku tidak masuk perkuliahan negeri saja; agar orang tuaku lebih ringan dalam membiayaiku, maka jawabannya adalah ‘aku tidak lolos SBMPTN!’. Bagaimana tidak, semua waktu belajar semasa duduk di bangku SMA, telah terkuras habis dengan si Bagas yang toxic. Alih-alih belajar giat, aku jsutru sering merasakan depresi. Sebuah akibat yang berdampak buruk bagi pembelajaran di sekolah. Bodoh kan, aku? Yah! bodoh sekali aku pernah menyia-nyiakan masa muda,  hanya demi seseorang yang tak tahu terima kasih seperti Bagas. Dia memacariku hanya untuk sekedar mengambil manfaat. ****** Masa kini. Di bangku perkuliahan semester tiga. “Eh, Nad kamu kok bisa ya pacaran sama Andre?” Tania sahabatku satu-satunya di kampus, berceletuk. Sesaat usai ia melihat postingan Andre pada beranda sosial media. “Apa sih, Tan? Kok kamu tiba-tiba bahas Andre?” “Ih! Jawab aja deh, Nad. Kok bisa sih kamu pacaran sama Andre?” Aku memilih tak menyahut. Pertanyaan Tania, hanya kubalas dengan tawa kecil. “Ceritain lah, Nad. Aku kan juga penasaran. Nggak kalah penasaran sama fans-fans berat Andre di kampus,” Tania bersikeras. “Oke, oke. Aku bakal cerita. Tapi, cuma ke kamu aja.” Tania bergegas memasang telinga lebar-lebar. “Jadi, aku pertama kali ketemu Andre waktu di gerbang kampus. Waktu itu, buku Andre ada yang jatuh dari dalam tas. Dia nggak tahu.” “Terus, terus?” Tania semakin penasaran. “Terus, makan yuk ke kantin. Aku laper nih,” Aku menjawab. Mengalihkan pembicaraan. Enggan melanjutkan cerita. ****** Nahas! Setiba kami di kantin. “Eh jadi gimana kelanjutan cerita dari pertemuan kalian, Nad?” Ah, sial! Tania masih aja bersih kukuh. “Eh, diam aja lagi. Ntar kesambet loh.” “Iya, iya. Bentar, kek. Biarin aku makan sesuap dua suap nasi. Laper tauk,” Haha! “Iya, deh. Iya.” Sembari makan, aku memulai cerita. Perihal buku Andre yang terjatuh waktu itu, aku tak berniat mengembalikan langsung pada di empunya. Aku tak ingin dianggap sebagai seorang mahasiswi, yang sedang mencari kesempatan untuk berkenalan dengan seorang mahasiswa tampan. Alih-alih mengejar Andre, berteriak dengan sapaan ‘Hei’, lalu menyodorkan buku yang terjatuh; layaknya adegan di dalam sinetron, yang berakhir dengan saling berkenalan. Aku lebih memilih untuk memberikan buku tersebut pada Bapak Security kampus. “Pak, saya nitip buku ini, ya. Tadi dia,” Aku menunjuk sosok Andre dari kejauhan. “Dia nggak sadar kalau bukunya jatuh, Pak.” “Loh, kenapa nggak Mbak balikin sendiri saja, Mbak?” “Enggak, Pak. Saya nitip ke Bapak saja. Saya nggak kenal dia.” “Lah, si Embak. Masa nggak kenal sama Mas Andre? Dia kan, terkenal di sini. Dia anak BEM, Mbak. Orang tuanya juga dosen di sini,” Si Bapak Security menyahut. Bercerita. “Lah, si Bapak malah cerita. Haha! Ya sudah, Pak. Pokoknya, saya nitip buku ini di Bapak saja, ya. Saya harus buru-buru ke kelas nih,” Aku berujar sembari sedikit membalikkan badan. Berniat beralih dari hadapan si Bapak Security. Tapi, “Mbak? Mbak?” Pak Security berteriak. “Nama Mbak, siapa?” “Ehm! Saya Nadine, Pak.” “Baik, Mbak. Nanti saya sampaikan sama Mas Andre.” Ya elah! Si Bapak, nggak usah disampein, juga nggak apa-apa kali, Pak. ****** Semenjak kejadian buku itu, Andre jadi tahu namaku. Dia mencari tahu jurusan kuliahku. Iya, kami satu kampus, tapi beda jurusan. Aku hampir tak pernah tahu perihal sosok Andre waktu itu. Aku bahkan tak kenal dengan para anggota BEM di kampus. Apalagi, Andre? Aku bahkan baru melihatnya pada saat kejadian itu. “Oh, jadi gitu ceritanya?” Tania memanggut-manggutkan kepala. “Kenapa gitu banget ekspresi kamu, Tan?” “Nggak nyangka sih, pertemuan kalian sesimpel itu.” “Ah, udah ah! Aku mau balik ke kelas aja,” Tanpa banyak bicara lagi, aku bergegas pergi. Tentu, seusai menuntaskan makan siang di kantin. ****** Mata ajar kuliah siang ini, sedikit membosankan. Terlebih, dijadwalkan seusai jam makan siang. Di sela aku memperhatikan bahas ajar kuliah sembari terkantuk, ponsel yang kuletakkan pada sisi kiri meja, bergetar. Drrt drrt! *Andre* Mataku melebar. Kolom notifikasi pada ponsel milikku, baru saja dihujam dengan banyak pesan. **Andre : “Nad, masih di kelas?” **Andre : “Selesai jam berapa?” **Andre : “Langsung balik kan, entar?” **Andre : “Sebelum balik, aku tunggu kamu di kantin ya.” Bagiku, membalas pesan dari seseorang yang sedang berstatus sebagai pacar, merupakan hal yang tak harus diutamakan. Jadi, alih-alih membalas pesan dari Andre, aku justru meletakkan ponselku kembali.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

RAHIM KONTRAK

read
418.6K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.6K
bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
285.7K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.3K
bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook