6

1211 Words
Paginya yang sudah rusak, menjadi semakin rusak karena Dylan sialan itu. Pria itu adalah orang asing, tetapi kenapa Sofia tampak begitu menyayanginya? Dari apa yang Dylan katakan padanya tadi, Jade tahu jika Sofia sering bercerita tentang dirinya pada Dylan.Sebenarnya, sudah berapa lama neneknya itu mengenal Dylan? Seberapa banyak yang sudah Sofia ceritakan padanya? Apa yang Dylan tahu tentang Jade? Jade tidak ingin pria itu tahu tentang dirinya. Apa pekerjaannya dan bagaimana orang tuanya. Juga, bagaimana masa kecilnya. Oh, pasti Sofia menceritakan semua itu pada Dylan dan pria tersebut sama sekali tidak berhak mengetahui apapun tentang dirinya ketika ia sendiri tidak tahu apapun tentang Dylan. Bukan berarti Jade ingin tahu tentang Dylan. Pria itu sama sekali tidak penting dan akan menjadi orang terakhir yang ingin dikenalnya. Sudah cukup ia mengenal, jatuh cinta, kemudian hidup bersama pria b******k selama bertahun-tahun. Ia tidak ingin mengenal satu pria b******k lagi. Pria b******k yang sialnya, membuat hatinya berdebar ketika mereka berdiri dalam jarak yang sangat dekat. Mata gelap Dylan tampak garang, tetapi juga sekaligus kesepian. Jade bisa mengenali sorot kesepian itu sama seperti ketika ia tengah menatap matanya sendiri. Apa yang terjadi pada pria itu sebenarnya? Apa pria itu juga pernah mengalami sesuatu yang menyedihkan? Jade bergidik saat kembali berbaring di kasurnya. Pertama, karena ia tidak ingin tahu apa yang pernah terjadi dalam hidup Dylan. Kedua, karena ia ingat bagaimana panas yang pria itu pancarkan dari tubuhnya. Sebagai seorang wanita, dirinya sudah cukup tinggi. Namun, ia masih harus mendongak saat berhadapan dengan Dylan karena pria itu cukup besar dan sangat tinggi.  Jade tidak yakin berapa, tetapi sudah jelas lebih dari seratus delapan puluh centimeter. Badan Dylan harum dengan aroma khas pria yang maskulin, segar, dan…seks. Sialan, otot syaraf Jade menegang saat pria itu berdiri begitu dekat dengannya. Ia hampir megap-megap kehilangan napas karena harumnya pria itu. Beruntung, Jade masih bisa bersikap tenang dan bahkan masih bisa marah-marah. Syukurlah Dylan tidak menyadari getaran hebat yang menjalari tubuhnya tadi. Itu adalah apa yang Jade sebut dengan menang dalam menggertak. Ia terlihat baik-baik saja di luar meskipun gemetar di sekujur tubuhnya. Gemetar dan mendamba. Oh, b******k! Sudah berapa lama ia tidak berhubungan seks hingga menjadi seperti ini? Seks terakhirnya bersama Alex sudah berlangsung berminggu-minggu lalu dan itu artinya sudah sangat lama. Jade selalu memiliki kehidupan seks yang rutin bersama Alex, dan apa yang terjadi padanya hari ini pasti disebabkan oleh hal tersebut. Karena ia telah lama tidak meniduri seseorang. Apa ia harus mengambil pria berbaterainya sekarang dari koper hanya agar terbebas dari apa yang baru saja Dylan timbulkan itu? Tidak, kata Jade pada hatinya sendiri. Ini bukan apartemennya dan ada begitu banyak orang di bawah yang suaranya bisa terdengar hingga kemari. Tidak mungkin Jade memuaskan dirinya sendiri sementara siapa saja bisa menyerbu masuk ke kamarnya. Mungkin, Jade memang harus mencari apartemennya sendiri agar bebas melakukan apapun yang ia mau. Atau, ia bisa menempati rumah lama milik neneknya. Rumah itu sekarang dalam keadaan kosong karena Sofia lebih suka tinggal di lantai dua bangunan kafenya ini. Selain karena tidak perlu pulang pergi, berada di sini juga membuat Sofia tidak kesepian. Rumah lama Sofia ada di Giverny yang berjarak sekitar tujuh puluh lima kilometer dari tempat ini. Sebenarnya, untuk naik mobil, hanya butuh waktu kurang lebih satu jam saja. Sayangnya, karena Sofia tidak memiliki mobil, ia harus pulang pergi dengan naik kereta yang menghabiskan waktu lebih dari empat jam setiap harinya. Jadi, sejak beberapa tahun lalu, Sofia memutuskan untuk tinggal di bangunan lantai dua kafenya. Itu akan jauh lebih menghemat tenaganya yang sudah mulai tua. Selain itu, ada beberapa pegawai yang tinggal di sini bersama Sofia dan menemaninya. Apa ia harus membeli mobil sekarang? Jade memiliki uang dari warisan ayahnya, juga sedikit tabungan dari penghasilannya sebagai pemeran pengganti, dan juga dari hasil menjual apartemennya di London. Akan jauh lebih mudah baginya pergi ke manapun jika memiliki mobil. Sofia juga bisa kembali ke rumah yang sangat ia cintai. Mungkin nanti, Jade bisa berjalan-jalan dan mencari mobil yang cocok untuknya. Sekarang, ia hanya butuh tidur. Yah, setidaknya, pertengkarannya dengan Dylan bisa membuatnya kembali mendapatkan istirahatnya pagi ini. Ia bisa… “Jade!” pintu terbuka dengan Rossi berada di baliknya. “Kami butuh bantuanmu. Kafe sangat ramai dan semua orang ingin dilayani dengan cepat.” Jade mengerang. Jika tahu kafe selalu ramai, seharusnya Sofia menambah jumlah pegawai yang ia miliki. Meskipun mungkin memang tidak banyak orang yang mau bekerja di kafe kecil ini. Penghasilannya pasti tidak seberapa. Dengan setengah menggerutu, Jade bangkit dari tidurnya kemudian turun mendahului Rossi karena gadis itu tetap berdiri bagai patung di pintunya sebelum Jade bangkit. Rossi benar, kafe memang sangat ramai. Ia bisa mendengar semua orang berteriak meminta kopi dan muffin lebih dulu. Inilah kehidupan di kota besar yang selalu terburu-buru. Sesuatu yang hampir sama dengan London meskipun  Jade jarang sekali pergi pagi-pagi untuk berebutan sarapan karena ia selalu membuatnya sendiri. Jade baru saja akan memasuki dapur ketika ia hampir saja menabrak seseorang. Seseorang yang bertubuh tinggi, besar, sangat harum, dan tadi membuat tubuhnya gemetaran. Tangan pria itu terangkat untuk menyelamatkan nampan yang ada di genggamannya. “Hati-hati kalau jalan, Madamoiselle. Kopi panas ini bisa menumpahi tubuhmu.” Ketika mengatakan itu, Dylan menunjuk d**a Jade dengan dagunya dan menyeringai hingga membuat Jade melotot. Ia juga hampir mengumpat pada pria m***m itu. Untunglah Rossi menarik tangannya ke dapur sebelum terjadi pertengkaran lagi antara Dylan dengan dirinya. “Kenapa dia ikut melayani pembeli?” Tanya Jade sambil menyambar apron dan memakainya. “Itu karena kau sangat pemalas,” gerutu neneknya sambil menyerahkan adonan muffin untuk dipanggang. “Aku merasa sangat tidak enak pada Dylan. Sedekat apapun aku dengannya, dia itu pelangganku.” “Jangan merasa tidak enak padaku, Sofia.” Pria itu muncul di belakang Sofia dengan senyumnya yang pasti membuat wanita manapun mendesah dan ingin melemparkan dirinya ke pelukan Dylan. Wanita selain Jade tentunya. “Tentu saja aku tidak enak. Seharusnya kau menemani temanmu yang cantik itu dan tidak membiarkannya menunggu sendirian begitu lama.” Perkataan Sofia itu membuat kepala Jade berputar secara otomatis. Dari dapur, mereka bisa melihat meja-meja di dalam ruangan sehingga tahu siapa saja yang datang dan pergi. Mata Jade langsung menemukan gadis cantik berambut hitam dan bertubuh mungil yang duduk sendirian sambil meminum kopinya. Belum ada muffin atau makanan lain di sana. Pasti gadis itu yang dimaksud sebagai ‘teman’ Dylan. “Dia bersedia menunggu untuk muffin lemonmu yang lezat.” Jawaban Dylan membuat Jade mencibir dan ia berbalik untuk memanggang muffinnya. Seharusnya Sofia tidak memberikan muffin itu pada Dylan kemarin. Dirinya yang meminta itu dan Dylan tidak berhak menikmatinya. “Tenang saja, aku sudah membuatnya khusus untuk kalian berdua.” Lagi-lagi kepala Jade berputar saat mendengar apa yang dikatakan neneknya itu. Benar saja, Sofia mengeluarkan muffin kuning cerah dan harum dari oven yang lebih kecil lalu meraih piring. Jadi, Sofia membuat kue itu khusus untuk Dylan dan gadis itu sekarang? Mata Dylan berbinar saat menerima muffin yang masih panas itu. Sesaat, Jade hampir tertipu oleh raut wajahnya yang tampak polos. Akan tetapi, ia tidak bisa berpaling. Pria itu benar-benar…memikat. Seakan sadar sedang diperhatikan, Dylan menoleh ke arahnya masih dengan senyum dan raut wajah yang sama. Dan saat itu juga, ketika pria itu benar-benar tersenyum padanya, Jade tahu jika ia akan terkena masalah besar karena senyum itu. Ia tahu itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD