*
"Mereka bener, Mas. Di sini Nafisah lah yang menjadi orang ketiga, Nafisah yang merusak hubungan kalian, bukan Mba Andini atau pun orang lain. "
Aditya menggeleng menolak semua perkataan yang disampaikan oleh Nafisah, istrinya. "Bukan, kamu bukan begitu." lirih Aditya menggenggam tangan Nafisah dengan erat.
terikat dengan Nafisah, tapi hati mas sama sekali bukan untuk Nafisah. Bahkan panggilan sayang yang baru saja mas sebutkan Nafisah rasa itu bukan buat Nafisah, hanya ada keterpaksaan di dalamnya. "
Aditya menggeleng panik, ia berusaha menggenggam tangan Nafisah, tapi dengan cepat pula Nafisah menghindar dari Aditya membuat pemuda itu sangat frustasi. "Yang, jangan menghindar terus." pinta Aditya yang sama sekali tidak dituruti oleh Nafisah, wanita itu malah berjalan hendak keluar dari dalam kamar, dan Aditya tidak bisa menarik Nafisah lagi lantaran ibunya yang tengah memanggil istrinya.
"Kalau ternyata jodohmu dengan Nafisah hanya sampai sini, Lu mau apa? dan kalau ternyata jodoh gue itu Nafisah lu juga mau apa? emang lu tuhan bisa ngatur takdir, lagian nih yah, gak ada gitu rasa kasihan gitu sama Nafisah, gak punya emak bapak, jadi tulang punggung keluarga, giliran nikah yang awalnya biar ada yang nyayangi dia, cintai dia dengan tulus, malah dapet suami modelan kek elu, selingkuh terang-terangan pula. Gak ada otak lu?"
Aditya terdiam, ia fokus menatap istrinya yang tengah tertawa bersama sang ibu, tawa yang bahkan sama sekali tidak pernah ibunya berikan kepada Andini yang notabenya sudah wanita itu kenal sejak beberapa tahun silam.
" untuk berkelahi.
"Amit-amit gue punya sepupu kayak elu, Dit. Songong dan sok kegantengan."
Aditya tidak menghiraukan ucapan itu, ia pada akhirnya memutuskan untuk menuju ruang keluarga yang di sana terdapat beberapa sanak keluarga tengah bercanda gurau, namun begitu ia duduk dan menghampiri mereka, semua mendadak terdiam membisu, seolah tidak ada dirinya dan kedatangan nya sangat mengganggu sekali.
"Dit, baru bangun?" tanya om Aditya yang merupakan adik dari umminya, sedangkan oom dari pihak ayah yang berprofesi sebagai seorang dosen kemarin malam sudah pulang lantaran harus mengajar keesokan harinya yang kebetulan sedang UTS.
"Udah, om. Om udah makan?" tanya Aditya basa-basi yang padahal ia sendiri tahu jika sarapan belum siap.
Pertanyaan Aditya dibalas dengan tawa beberapa sanak saudara, mereka menatap Aditya dengan geli seakan pria itu sedang melawak.
"Bodoh, gak hanya bodoh menjadi suami, ternyata menjadi manusia juga bodoh." Celetuk Andra dari sebelah sepupu lainnya yang sedari tadi memilih diam.
Aditya sendiri bisa merasakan jika para sepupunya itu menaruh rasa benci untuknya, karena bagi keluarga besar Ghifari sendiri, perselingkuhan adalah perbuatan yang tidak bisa dimaafkan meskipun sang pelaku telah bertaubat dan meminta maaf. Bagi mereka jika ada anggota keluarga yang Berselingkuh, maka harus bersiap-siap dijauhi oleh keluarga besar, dan ini pernah terjadi terhadap salah seorang sepupu mereka. Sampai saat ini bahkan Aditya tidak mengetahui kabar pasti dari sepupunya itu.
"Dit, nanti tolong antar Ardi ke bandara yah. Soalnya dia ada penerbangan."
Satu hal yang harus orang lain tahu, di keluarga besar mereka, ada tiga orang yang terjun ke dalam dunia penerbangan, satu seorang pramugari, dan dua lagi merupakan seorang pilot di mana ia salah satu dari dua orang itu.
Ardi yang sedari tadi diam dengan memeluk pinggang ramping istrinya melirik ke arah Aditya dengan tatapan dingin nya, sepupunya Aditya itu memang terkenal dengan sikap dinginnya, hanya dengan sang istri lah ia akan bersikap hangat dan lembut.
"Ardi gak jadi terbang, salah jadwal ternyata semalam. si Agam salah ngasih info." jawab Ardi yang diangguki oleh beberapa sanak saudara.
"Nggi, gimana jadi bini dari pilot?" Tanya Andra dengan santainya.
Anggi yang merupakan istri dari Ardi tersenyum sumringah. "Enak dong,. walaupun sering ditinggal pergi kerja, kalau pulang nempel mulu."
"Beda yah sama yang ono, pulang kerja malah ngapel sama selingkuhan ninggalin bini di rumah sendirian."
Ucapan Andra membuat ruang tamu hening seketika, tidak ada satu pun di antara mereka membuka suara sampai ketika Ardi menarik lengan istrinya menjauhi ruangan itu.
"Andra, stop ngurusin Urusan orang." peringatan Ardi sebelum melangkah menjauh.