Bab 26 : Dapatkah Berubah?

485 Words
Aditya mengusap wajahnya pelan, bagaimana cara memberitahukan hal ini kepada ibunya. "Apa tindakan yang akan dilakukan, Dok?" "Salah satu caranya kita akan melakukan operasi. Karena kita akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai hal ini. Semoga saja yang kita takutkan tidak terjadi, hanya saja saya memang ingin menyampaikan jika kita melakukan operasi sekalipun kemungkinan itu 50 banding 50. " Aditya menghela nafasnya, dadaanya terasa sangat sesak sekali, membayangkan kondisi ayahnya yang sedang tidak baik-baik saja membuat segala pemikiran buruk merasuki otaknya, bagaimana jika kemungkinan terburuk lah yang terjadi? apa ia siap untuk ditinggalkan? tidak, meskipun ia sering cekcok dengan ayahnya tetap saja ada rasa tidak rela jika ayahnya pergi. jika tangan ayahnya tidak sehangat tadi, bahkan tangan yang sangat berjasa dalam hidupnya itu terasa amat dingin dengan kulit yang memucat. Dengan jantung yang berdegup cepat, Aditya mengecek pernafasan ayahnya dan sama sekali tidak ia rasakan, bahkan ketika tangan gemetarnya mengecek denyut nadi sang ayah, ia dibuat panik lantaran denyut itu sudah tidak ia rasakan. "Yah, bangun, Yah! jangan buat Adit takut, Ayah bangun...." Aditya terus mengguncang tubuh ayahnya yang bahkan baru ia sadari jika tubuh itu penuh dengan luka dan lebam, terlebih di bagian dadaaanya. dengan panik Aditya langsung berlari segala kesedihannya,sedangkan ibu Aditya sendiri tidak lagi hesteris, hanya saja menatap keranda suaminya dengan mata yag terus mengeluarkan air mata. Nafisah lirih. ia bisa melihat tatapan ibu mertuanya yang berbeda dari biasanya, seolah ada sesuatu yang disimpan wanita paruh baya itu dan ia tidak boleh mengethuinya. Aditya sendiri hanya menunduk dengan tangan yang saling meremas satu sama lain, hatinya terasa sangat sakit menerima kekecewaan sang ibu. "Andai kemarin kamu tidak datang membawa wanita sialan itu, mungkin suami ibu masih ada. Andai suami ibu gak maksa untuk ikut menyusul kamu. mungkin ini semua gak akan terjadi, selamat Adit ibu ucapkan selamat untuk kamu yang telah mengukir prestasi gemilang, ibu bangga, Nak," ujar ibu Aditya dengan kalimat penuh penyindiran di akhir. Aditya sama sekali tidak mengucapkan apa pun, ia cukup tahu diri dan cukup sadar dengan kesalahan yang ia perbuat. Secara tidak langsung kematian ayahnya adalah buntut dari perbuatan dan tindakannya kemari, dan kini sang ibu lah yang harus merasakan semuanya. Merasa keadaan semakin memanas, Nafisah membwa Aditya untuk menjauh dari sana, memberikan air minum agar suaminya tenang, karena ia melihat wajah suaminya yang oucat pasi, terlebih setelah ibu mertuanya mengucapkan hal itu. Entah apa yang terjadi sebenarnya, ia juga belum mengetahui nya. Tak lama Rio sang adik datang membawa kain kafan yang akan diukur sesuai denga lebar dan panjangnya tubuh ayah mertuanya. Rio menatap Aditya dengan miris, ia pernah berada di posisi itu, dan ia tahu rasanya bagaimana. Setelah terdiam beberapa saat, Aditya menatap istrinya dengan sendu. "Nafisah , ajari aku menjadi lebih baik. Aku ingin berubah," ujar Aditya yang membuat Nafisah terkejut bukan main. Apa mungkin suaminya bisa berubah secepat ini? sedangkan ia saja membutuhkan waktu sampai empat bulan lebih dan tidak ada perubahan sama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD