Permainan Hari Pertama

4736 Words
"Kita harus benar-benar mengikuti permainan para manusia ini?" tanya Rigel sambil nemandang suasana aula tempat orientasi mereka sore itu yang sangat ramai. "Permainan mereka akan terasa terlalu mudah bagi kita, kan? Kita akan menang tanpa bersusah payah," ujar Rigel kepada Xynth. "Mungkin kita harus coba membaur dengan para manusia ini," celetuk Antares. "Bagaimana kalau kita ikut bermain tanpa menggunakan kekuatan sama sekali agar adil?" "Tidak sudi," jawab Xynth dan Rigel serempak. 'Kenapa? Kalian takut akan kalah dari manusia?" tanya Antares sambil menyeringai. "Aku? Kalah?" ujar Xynth menertawakan Antares. "Aku juga tidak mau bersusah payah seperti manusia," jawab Rigel tak acuh. "Ah, kalian terlalu banyak alasan! Ayolah, ini akan menyenangkan! Kalau kita tidak menggunakan kekuatan kita, aku ingin lihat siapa yang akan menang di antara kita. Kalian tidak sedang takut, kan?" "Kau gila? Buat apa aku takut dengan hal konyol seperti itu! Aku sudah seribu tahun berada di tubuh manusia jadi sudah terbiasa menghadapi mereka. Kalau aku sampai kalah oleh manusia, aku akan mengabulkan keinginanmu!" "Emm... Xynth, kau baru saja mengiyakan ajakannya untuk bertaruh," kata Rigel mengingatkan Xynth dan membuat pria itu segera tersadar. "Baiklah kalau begitu, kita bertaruh saja sekalian," seru Antares yang mendadak terinspirasi dari ucapan impulsif Xynth. "Karena kita sudah punya segalanya, bagaimana kalau kita bertaruh dengan harga diri saja? Misalnya melakukan hal yang selama ini tidak akan pernah sudi untuk kita lakukan?" "Contohnya?" tanya Rigel merasa was-was. "Menari dan menyanyi di depan banyak orang!" ujar Antares antusias. "Aku tidak mau," jawab Rigel kilat sambil membalikkan badan. "Aku juga tidak sudi! Bukan karena aku takut kalah, tapi bagiku taruhan seperti ini hanya buang-buang waktu saja. Kita tidak sedang bermain-main di sini!" Antares segera menangkap dua temannya sebelum keduanya pergi. "Tunggu dulu, kenapa kalian takut sekali? Kita tidak sedang buang-buang waktu. Toh kita juga sambil menjalankan misi kita." "Baiklah, tidak usah menari dan bernyanyi," lanjut Antares. "Bagaimana kalau berkencan dengan manusia di taman bermain saja selama seharian? Ini tidak akan terlalu memalukan, kan? Lagi pula kita semua toh hanya tidak perlu kalah? Ayolah!" "Baiklah, sepertinya itu tidak akan sulit bagiku," jawab Xynth terpaksa menyetujui. "Tapi Xynth kau tidak ingat, terakhir kali kau didatangi seorang perempuan manusia kau pernah nyaris menggantungnya hanya karena dia menyentuh rambutmu?" tanya Rigel khawatir sementara Antares tertawa di tempatnya. Di Kiklios, kepala dari siapa pun yang memiliki darah keturunan raja sangat berharga dan merupakan lambang mahkota. Memang ada peraturan bahwa siapa pun yang menyentuhnya akan dihukum mati. Itu makanya saat itu, Xynth sampai nyaris membunuh wanita yang dimaksud Rigel dengan menggantungnya di udara sampai wanita tersebut lemas dan pingsan. Rigel dan Antares sampai susah payah untuk menghentikan Xynth saat itu. Akibatnya semenjak itu, wanita tersebut menjadi ketakutan setengah mati kepada Xynth. "Aku hanya tidak perlu kalah seperti kata Antares," jawab Xynth dengan percaya diri. "Tapi sebelumnya...," lanjut Xynth tiba-tiba melihat sesuatu sedang terjadi di kelompoknya. "Aku akan memakai kekuatanku untuk yang satu ini." Fori meremas-remas tangannya dengan gelisah saat seorang laki-laki kurus jangkung di kelompoknya memintanya berkorban untuk pergi ke tim kuning, di depan para senior yang mendatangi mereka. Permintaan itu datang akibat muncul kasus ganjil dimana tim hitam kelebihan satu peserta sementara tim kuning kekurangan satu peserta. "Pergilah ke tim kuning, kau kan pemimpin kami dan harus menjadi yang pertama berkorban," ujar laki-laki itu secara terang-terangan kepada Fori. "Lagi pula... ada aroma tertentu dari tubuhmu yang membuat kami kurang nyaman sedari tadi." Wajah Fori seketika memerah. "I-ini bukan aroma tubuhku. Tadi ada kuah cuka yang tumpah saat aku di kantin dan aku tidak sempat mencucinya." Tapi pria tersebut tetap menatapnya dengan raut tidak suka. "Coba tanya yang lain, apa mereka ingin kau tetap di sini atau tidak?" Pria itu berbalik dan segera bertanya kepada yang lain. "Semuanya, bagaimana pendapat kalian jika ketua yang berkorban untuk pergi ke tim kuning?" Wajah semua yang hadir di sana mendadak kaku dan berubah kosong. "Tidak, kami ingin dia tetap di sini. Kau yang harus pindah!" "Ya, kau yang harus pindah!" Pria jangkung kurus itu terkejut. "H-hah?! Bukankah tadi kalian yang memintaku bicara dengan ketua tim agar ia yang pergi ke tim kuning?" Semua orang di sana bergeming. Tatapan tajam mereka mengarah kepada pria jangkung tadi dan ia menunduk ketika menyadari situasi jadi tidak menguntungkan baginya. Dengan pasrah, ia pun melepaskan pita hitamnya dan mengikuti seorang senior yang langsung mengajaknya berpindah ke tim kuning. Fori diam dan menatap tim-nya dengan terharu. Baru kali ini ia merasa diinginkan dan sangat senang. Ia lalu melihat Xynth berjalan mendekat ke arahnya dari sudut aula. Begitu berada di dekat Fori, pria jangkung itu langsung melepaskan jas miliknya hingga hanya mengenakan kemeja berwarna hitam di atas jeans birunya. "Pakai ini," ujarnya tiba-tiba kepada Fori. "H-hah? Tapi nanti kau akan terkena hukuman jika tidak mengenakan jas kampus," cetus Fori dengan terkejut melihat Xynth mendadak baik padanya. "Jangan salah paham, aku bukan bersikap baik padamu," ujarnya dengan wajah datar. "Tapi aku juga tidak suka mencium bau menyengat di badanmu." "A-anu...," ujar seorang perempuan di tim mereka mendatangi Fori mendadak. "Aku ingin memberimu ini. Mungkin saja bisa sedikit membantu. Kebetulan aku selalu bawa ini kemana pun karena kondisi kesehatan tubuhku sering bermasalah." Fori melihat wanita itu menyerahkan sebuah botol minyak kayu putih ke tangannya beserta sebuah baju atasan berwarna putih. Wajahnya tersenyum tulus. "Namamu?" tanya Fori dengan wajah terharu. Ia merasa mendadak ada harapan bersosialisasi di kehidupan perkuliahannya. Saat sekolah menengah dulu, tidak seorang pun mau mendekatinya, apa lagi berbuat baik padanya. "Siska," ujarnya sambil tersenyum. "Kau Fori, kan? Ambil saja minyak kayu putihnya untukmu, aku masih punya satu lagi di tas. Kalau kaosnya kau bisa kembalikan kapan pun setelah masa orientasi." Fori mengangguk. "Terima kasih, ya!" Ia melihat wanita itu kembali pergi dan kini menoleh ke arah Xynth. "Pergilah ke toilet tim olah raga terdekat dan segera rapikan dirimu. Sebentar lagi para senior akan memulai permainan pertama," ujar Xynth. "Terima kasih," ujar Fori padanya. Setidaknya meski tetap menyebalkan, tapi pria itu juga sudah membantunya. Fori tergesa-gesa menuju toilet tim atletik yang memiliki kamar mandi. Di sana, ia melepas semua bajunya lalu mandi dengan cepat memakai sabun yang tersedia. Ia mengelap tubuhnya yang basah dengan bagian jas yang tidak terkena cuka, dan menaburkan tetesan minyak kayu putih ke badannya. Ia lalu menggunakan kaos Siska dan jas milik Xynth yang sebenarnya sangat kebesaran di tubuh mungilnnya. Tapi Fori tidak peduli. Ia tersenyum ketika telah merasa segar dan harum lagi. Mood-nya membaik seketika. Namun ketika akan kembali ke aula, ia melihat Xynth ada di lapangan atletik dan tengah berlari mengelilingi lapangan dengan bertelanjang d**a. Ia didampingi satu orang senior yang tengah berdiri di pinggir lapangan untuk mengawasi Xynth. "Maaf, Kak, saya ketua timnya. Dia kenapa?" tanya Fori sambil menyapa seniornya itu. "Siapapun yang tidak memakai jas kampus saat masa orientasi akan dikenakan hukuman. Seharusnya dia tidak perlu melakukan ini karena hanya diminta membuat surat permohonan maaf dan menyatakan alasannya tidak memakai jas yang disyaratkan. Tapi ia menolak. Jadi kami menghukumnya lari keliling lapangan sepuluh kali." "H-hah?! Sepuluh kali?!" Dahi Fori merengut seketika dan ia menyentuh wajahnya dengan rasa bersalah. "Ngomong-ngomong ketua tim harus segera ada di aula, sebentar lagi akan ada instruksi permainan," ujar senior tersebut sambil menoleh ke arah Fori. Senior tersebut tiba-tiba terhenti saat melihat Fori mengenakan jas kebesaran serta memegang satu jas lagi di tangannya. "Jas itu....," ucap seniornya kaget. Ia melihat jas di tangan Fori lalu melihat Xynth yang sedang berlari tanpa melihat ke arah mereka. Saat senior tersebut akan bertanya, mendadak Fori membalikkan badannya dengan cepat. "Terima kasih infonya, Kak. Saya akan segera ke aula untuk mendengar instruksi!" ujar Fori sambil mengambil langkah seribu dari sana. Di aula Fori terheran-heran sambil berpikir saat memasukkan bajunya ke dalam ransel miliknya. Ia tidak mengerti mengapa Xynth tidak menyebut namanya atau bahkan mengaku jika jas miliknya ada pada Fori. Ia juga bingung kenapa pria itu begitu keras kepala tidak mau menurut senior untuk sekedar menulis permohonan maaf, dan memilih hukuman lebih berat seperti berlari sebagai gantinya. Fori memang merasa bersalah, tapi ia juga bingung kenapa Xynth mendadak berubah dan mau berkorban untuknya. "Semuanya harap berdiri dan berkumpul di timnya masing-masing," ujar sebuah suara dari atas panggung. Fori membalikkan badannya dan menatap Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa yang berasal dari fakultas mereka, telah berdiri di atas panggung dan siap memulai acara. "Pertama ingat baik-baik bahwa tali yang kalian miliki wajib diikat di kepala sebagai tanda pengenal tim kalian," ujar sang Ketua BEM lagi dan membuat semua mahasiswa di sana segera mengikat tali yang mereka miliki di kepala mereka. "Kedua, masa orientasi yang dipimpin oleh kami berlangsung selama tiga hari. Hari pertama akan menjadi hari permainan bahasa sebagai bagian utama dari Ilmu Komunikasi. Permainan kedua adalah permainan berat yang akan menguji kerja sama dan strategi tim. Dan permainan ketiga adalah permainan kreativitas dan kemampuan penerapan komunikasi. "Setiap permainan akan memakai sistem klasemen. Tim yang nantinya menjuarai masa orientasi akan mendapat hadiah. Sementara tiga tim yang kalah akan menjalani hukuman di akhir hari ketiga. Di setiap game, tim yang menang akan mendapat tiga poin. Tim yang kalah akan mendapat poin nol. Sementara tim yang bermain seri akan mendapatkan satu poin. Jika hingga hari ketiga ada hasil imbang, maka pemenang akan dilakukan melalui sistem voting antar seluruh peserta dan ditambah kami sebagai senior untuk menentukan juara." "Seperti kompetisi sepak bola, ya," ujar sebuah suara di sebelah Fori. Fori melihat Siska mendadak berdiri di sampingnya dan tersenyum padanya. Gadis berambut panjang berponi tersebut terlihat seperti gadis pemalu yang juga tidak memiliki banyak teman. Ia berwajah cukup manis dan terlihat polos. "Pria itu... Xynth... dia ada di mana?" tanya Siska sambil celingukan. "Dia sedang menjalani hukuman lari karena tidak memakai jas kampus," jawab Fori malu dan kembali merasa bersalah. "Ah," ujar Siska sambil manggut-manggut. Ia kemudian kembali tesenyum dan menepuk pelan pundak Fori. "Jangan khawatir. Itu bukan salahmu. Xynth mungkin hanya ingin tim berjalan lebih nyaman dan tidak ingin membuat ketua timnya dipermalukan oleh tim lain." "Ya, mungkin saja," jawab Fori sambil memegang satu botol sparkling water dingin yang tadi dibelinya di mesin otomatis. "Itu untuknya?" tanya Siska padanya. Dan Fori menjawab pertanyaan Siska dengan anggukan yang sedikit kikuk. "Permainan pertama terdiri dari tiga bagian dan masing-masing bagian akan menghasilkan poin," lanjut Ketua BEM di panggung, mengalihkan perhatian Fori dan Siska dari botol sparkling water. "Hari kedua dan ketiga masing-masing hanya akan memperebutkan tiga poin saja. Jadi berusahalah maksimal untuk menang di hari pertama agar bisa mengantungi langsung sembilan poin. Seluruh tim wajib menunjuk tiga orang dalam timnya untuk menjadi pengarah. "Pengarah pertama wajib mengarahkan timnya untuk menemukan jawaban dalam bentuk bahasa tubuh. Sementara pengarah kedua wajib mengarahkan timnya menemukan jawaban dalam bentuk gambar. Pengarah ketiga wajib mengarahkan timnya untuk menemukan jawaban dengan kata-kata." "Sekarang dengarkan baik-baik dan catat ini," ucap Ketua BEM lagi. Semua ketua tim pun terburu-buru mengambil alat tulis untuk mencatat instruksi. "Setiap ketua tim wajib menyiapkan kata kepada lawannya masing-masing. Untuk bagian bahasa tubuh, siapkan satu kata - HANYA SATU SUKU KATA - yang berkaitan dengan istilah dalam dunia olahraga. Kata tersebut wajib universal, tidak boleh nama, tidak boleh jenis olahraganya, tidak boleh merk atau bersifat angka. "Nantinya kata ini akan kalian berikan kepada tim lawan, dan pengarah tim lawan wajib mengarahkan pesertanya untuk menjawab dalam waktu lima menit. Setiap pengarah tidak boleh mengeluarkan suara apapun saat memperagakan bahasa tubuh dan menggambar atau akan dinyatakan kalah. Lawan kalian akan diuntungkan atas hal ini dengan langsung mendapat tiga poin tambahan. "Bagian kedua berkaitan dengan dunia pemberitaan. Disini tim wajib menyediakan dua atau tiga suku kata dalam istilah dunia pemberitaan yang sifatnya universal atau dipahami secara umum. Sekali lagi tidak boleh merk, nama atau angka. Kata-kata ini harus dibuat dalam bentuk gambar petunjuk yang wajib ditebak oleh pesertanya dengan benar dalam waktu lima menit. "Permainan-permainan ketiga adalah kata-kata. Tim wajib memberikan judul lagu asing yang lawas dengan jumlah suku kata tidak terbatas. Pengarah nantinya wajib memberi petunjuk hanya menggunakan lirik bagian utama lagu tanpa boleh bersenandung. Di sini pengarah tidak boleh mengucapkan bagian lirik yang mengandung unsur kata dari judul lagu sama sekali. Tidak satu kata pun. "Jika pengarah tidak tahu lagunya, boleh melihat melalui situs pencarian di ponsel. Sementara peserta wajib menjawab dengan menyanyikan atau menyenandungkan lagunya pada bagian yang dimaksud, dan tidak boleh dengan menyebut judul saja. Peserta lain tidak boleh menggunakan ponsel sama sekali saat bertanding. Waktu di bagian ketiga juga lima menit. Sampai di sini apa kalian sudah mengerti apa yang harus dimainkan?" "Mengerti!" ujar seluruh tim serempak. "Kalau begitu, sekarang kami akan mengundi jadwal pertemuan tim, siap-siap!" "Sudah ada instruksi permainannya?" tanya Xynth yang mendadak berdiri di dekat Fori. Pria itu sudah terlihat kembali rapi dan tidak terlihat letih sama sekali. Ia bahkan terlihat lebih segar dengan rambut yang basah seperti baru mandi. "Sudah," jawab Fori padanya dengan sedikit sungkan. Ia lalu menjelaskan panjang lebar seluruh inti permainan kepada Xynth yang tampak sangat serius mendengarkannya dengan teliti. "Baiklah," lanjut ketua BEM setelah mengambil undian dari kotak. "Tim yang akan bertarung di hari pertama adalah tim kuning melawan tim biru serta tim hitam melawan tim merah. Di hari kedua, tim biru akan melawan tim hitam sementara tim kuning melawan tim merah. Di hari ketiga, tim yang akan berhadapan adalah tim merah dan biru serta tim hitam dan kuning. "Jadwal ini nanti akan kami pajang di depan pintu aula. Sekarang jika sudah siap, kita akan mulai. Tim biru dan tim kuning boleh berdiri di sisi kiri aula, sementara tim merah dan hitam di sisi kanan. Kalian dipersilahkan berembuk untuk menentukan pengarah dan mempersiapkan kata bagi lawan masing-masing. Sepuluh menit lagi pertandingan dimulai!" Seluruh peserta tepuk tangan riuh di ruangan aula dan segera menuju tempat bertanding masing-masing. "Ini," ujar Fori pada Xynth sebelum pria itu berbalik sambil memberikan botol sparkling water dingin pada Xynth. "Ini untukmu." Xynth terdiam di tempatnya dan memandang Fori yang melesat pergi dengan heran. Ia melihat botol di tangannya dan memperhatikan wanita itu lagi dengan teliti. Tak berapa lama, Ia meminum minuman di tangannya itu dengan sedikit tersenyum. "Kita harus menunjuk tiga orang pengarah di tim," ujar Fori kepada seluruh anggota tum-nya yang sedang berkumpul. "Ada ide siapa yang mahir menggambar, mahir bahasa tubuh dan mahir soal lagu?" "Ketua harus menjadi pengarah pertama!" ujar salah satu dari peserta tim hitam yang langsung disetujui oleh yang lain. "Baiklah," ujar Fori dengan wajah terpaksa. Ia tidak benar-benar mahir menggunakan bahasa tubuhnya dan merasa sedikit khawatir. "Jadi bagaimana dengan pengarah kedua? Ada yang mahir menggambar disini?" Tidak satu pun dari mereka menjawab dan sepertinya kebanyakan dari mereka tidak ada yang mahir menggambar. "Bagaimana kalau Xynth saja?" Xynth yang duduk di pinggir jendela seorang diri langsung mendelik ke arah salah satu peserta yang mengucapkannya. Namun belum sempat Ia menolak seluruh orang di sana sudah bersorak gembira. Saat itu, Ia menyesal karena tidak bisa menggunakan kekuatannya untuk menolak menjadi pengarah dan akhirnya memilih diam. "Baik, Xynth akan jadi pengarah di bagian menggambar. Sekarang, ada yang mau jadi pengarah ketiga?" "Aku saja," jawab Siska mendadak dengan sedikit malu-malu. "Di sini pasti semua paham banyak lagu sementara aku tidak memiliki pemahaman luas soal lagu karena hanya sering mendengar instrumental sejak kecil. Jadi aku akan membaca liriknya saja dan yang lain bisa menebaknya." "Kau hanya selalu mendengar musik instrumental?" tanya Fori terkejut. Ia tidak pernah tahu ada orang yang hanya mendengar instrumental sepanjang hidupnya. "Setahuku Siska pianis," celetuk salah satu peserta di sana. "Itu dulu," jawab Siska mengoreksi. "Tanganku mengalami kecelakaan saat SMA dan sudah susah bermain piano lagi. Tapi sampai sekarang aku masih hanya mendengar instrumental klasik jadi tidak terlalu paham lagu-lagu di luar itu." "Ah, pianis. Pantas saja," ujar Fori manggut-manggut. "Oke, Siska akan jadi pengarah ketiga. lalu sekarang kata apa yang kita akan ajukan untuk permainan pertama? Ada ide?" "Kita harus membuatnya sesusah mungkin," ujar Xynth padanya. "Satu suku kata kan?" tanya seorang peserta. "Bagaimana kalau kita ambil dari cabang olahraga tertentu, misal birdie dari golf?" "Tapi siapapun yang paham golf akan langsung menyebutnya jika mereka tahu itu dari olahraga golf," jawab Xynth. "Karena rata-rata istilah di golf terdiri dari satu suku kata seperti , par, birdie, eagle dan lain-lain. Sebaiknya menggunakan istilah dari olahraga yang tidak populer karena potensi mereka bisa menebak susah atau akan lama. Misal, tekong dalam sepak takraw." "Di Indonesia banyak pemain sepak takraw," ujar Fori. "Bagaimana kalau inning dari olahraga baseball? Itu agak susah diperagakan, kan?" Semua peserta tim langsung bersorak setuju. Fori pun segera mengambil kertas dan menuliskan 'inning' pada kertas itu. "Kau yakin mereka akan kesusahan? Mengingat ini universitas dari golongan menengah ke atas, kurasa lebih banyak yang bisa bermain baseball dibanding sepak takraw," bisik Xynth pada Fori. "Ah, tapi mereka akan susah memeragakannya." Xynth mengangkat bahu dan akhirnya kembali duduk di tempatnya. Fori sendiri segera maju dan memberikan kertas dari tim hitam kepada senior yang mengawasi pertandingan. Tidak berapa lama, pengarah kedua tim maju ke depan dan saling bersiap. Dari bagian tim merah, seorang pria bertubuh gempal pendek yang sepertinya juga adalah ketua tim maju dan tersenyum pada Fori. Fori membalasnya dengan canggung dan kemudian wajahnya berubah total ketika senior di sana menyerahkan kertas milik tim merah dan Fori membacanya. "Tim hitam mendapat giliran pertama," ujar senior itu pada mereka semua yang disambut riuh para peserta. Fori mendadak pucat pasi melihat peserta tim hitam berkumpul dengan serius dan menatapnya dengan harapan. Ketika senior meletakkan jam countdown di meja bagian depan dan mengatakan game dimulai, Fori langsung panik. Ia langsung refleks berusaha membuat gerakan berlari dan berbagai tebakan segera muncul. "Ah, dari cabang atletik, lari? Marathon?" "Start? Finish?" "Fartlek? Cadence? Pace?" Fori menggeleng keras saat tim-nya menyebut istilah-istilah dalam olahraga lari dan atletik. Ia kemudian mengangkat satu tangannya dan berlagak menunjukkan ototnya dengan postur tubuh seolah binaragawan yang langsung disertai gelak tawa dari kelompok merah. "Apa dari olahraga angkat besi? Binaraga? Sesuatu tentang otot?" Fori kembali menggeleng dan kali ini Fori bersikap seolah sedang kembali berlari lagi lalu berakting seolah meraih piala kemenangan dengan wajah sumringah hingga tim merah terpingkal-pingkal. "Ah, apa maksudnya? Jadi cabang olehraga apa?" "Juara? Piala? Trofi?" Kali ini Fori terlihat seperti berenang lalu bergerak seperti kembali meraih kemenangan dan mendapat medali. Ia juga memperagakan berbagai olahraga sehingga membuat timnya kemudian bertambah bingung. Seluruh tim-nya pun berlomba menjawab semua istilah dalam satu suku kata dari berbagai cabang olahraga. Karena frustasi melihat waktu tersisa sedikit bagi mereka, Fori kembali mengulang gerakan awalnya dan membuat yang lain sama paniknya. Kali ini Ia seperti melakukan gerakan meminum sesuatu lalu kembali berolahraga. "Minum?" ujar Xynth di detik-detik terakhir. Fori terlihat antusias mendengar jawaban Xynth lalu mengangkat tangannya untuk meminta Xynth menebak lagi. Ia lalu kembali memperagakan gerakannya tadi berulang-ulang dan menunjukkan ototnya. "Steroid? Ah, Doping!" jawab Xynth. Sayangnya saat Xynth menjawab dan Fori berteriak girang, waktu tanda berakhirnya game juga berbunyi. Jawaban benar Xynth pun didiskualifikasi karena waktu sudah habis. "Seharusnya dari awal kau membuat gerakan minum," ujar Xynth pada Fori dengan santai. Namun Fori yang kecapaian dan berkeringat mendelik sensitif ke arah Xynth yang terlihat kecewa. "Kenapa tidak kau saja yang maju tadi dan memeragakannya? Kau tidak lihat seluruh tim merah sudah menertawakanku habis-habisan?!" "Aku hanya mengevaluasi game tadi, kenapa kau langsung marah? Kau ini sedang datang bulan atau apa?! Lagi pula kalau kau membuat gerakan minum sejak awal, semua akan dengan mudah langsung menjawab doping!" Fori yang merasa disalahkan langsung meradang. "Apa kau bodoh?! Aku sudah memeragakan berbagai olahraga dan kemenangan, kenapa kau lamban sekali berpikir dan menjawab doping?!" Xynth melotot mendengar jawaban emosional Fori dan mereka sudah seperti akan perang mulut namun segera dilerai oleh Siska. "Tenang, tenang, masih ada dua bagian game lagi," ucap Siska sambil berusaha menenangkan mereka. "Sekarang kita doakan tim merah gagal." Tim merah bersiap ketika ketua tim mereka yang bertubuh gempal sudah diberikan kertas milik tim hitam. Ia membacanya dan tersenyum. Ketika game dimulai, Ia segera bergerak seolah memegang tongkat baseball di depan. "Dari olahraga baseball? Stick? Homerun?" "Pitcher? Catcher?" "Base? Hit?" "Infield? Outfield?" "Inning," jawab Antares mendadak dan pria gempal di depannya langsung bersorak girang. Setelah tahu bahwa tebakan mereka benar, seluruh tim merah bersorak hingga mengeluarkan gemuruh di seluruh aula. Antares memandang Xynth dari tempatnya sambil tertawa penuh kemenangan dan membuat Xynth jadi kesal. Darah kompetitifnya mendadak muncul. "Kita harus memberikan mereka kata-kata yang sulit di game kedua!" ujar Xynth pada Fori yang duduk dikelilingi tim hitam. Mendadak Xynth terlihat jadi lebih ambisius dan penuh tekad. "Dua sampai tiga suku kata - bidang pemberitaan," gumam Fori di sana. Wajah Fori tidak kalah serius. "Apa kata-kata yang akan membuat tim merah akan kesusahan menjawab?" "Running text? Laporan langsung?" saran seorang peserta. "Itu mudah digambar," jawab yang lain dengan segera. "Bagaimana kalau prakiraan cuaca?" "Tidak," ujar Xynth mendadak. "Vox pop saja, mereka akan kesusahan menjawab vox pop." "Vox pop? Sepertinya memang akan susah digambarkan. Idemu bagus sekali, Xynth!" ujar para peserta yang lain. "Benar, kalau begitu aku akan menulis vox pop saja," kata Fori dengan nada antusias. Ia segera menuliskan kata itu di kertas tim mereka dan memberikannya pada senior di bagian depan yang sedang menyiapkan white board kecil beserta sebuah spidol hitam. "Tim merah maju pertama," ujar senior itu dan memerintahkan tim merah maju. Kali ini, Antares yang maju dengan percaya diri dan cengar-cengir. Ia kemudian mengambil kertas dari senior dan langsung terdiam di tempat. Begitu game dimulai, Antares langsung membuat berbagai gambar wawancara dan seluruh peserta tim merah menjawab dengan berbagai istilah jurnalistik. "Interview? Wawancara?" Antares mengangguk sambil mengangkat satu tangan untuk membuat tim-nya terus menebak dengan petunjuk itu. "Err, live interview? Wawancara langsung?" "Doorstop?" "Jumpa pers? Narasumber?" Antares menggambar lebih banyak orang yang diwawancarai - dan tim merah yang frustasi mencoba asal menyebut berbagai istilah jurnalistik. Sayangnya hingga akhir, tim merah gagal menjawab dan membuat tim hitam bersorak girang. Gantian Antares yang kini menatap Xynth sedang tersenyum sambil mengangkat bahu dengan cuek. Untuk game kedua, Xynth yang maju ke depan mewakili tim hitam. Pria itu mengambil kertas dari senior - lalu membacanya. Ia lalu tersenyum dan mengambil spidol hitam di sana. Begitu game dimulai, Ia menggambar sebuah lembaran kertas di papan. "Lembaran kertas? Naskah berita?" tanya Fori. "Kertas naskah? Koran?" tanya yang lain. Xynth menggambar lagi dengan tenang dan kali ini menambah gambar dua koin dengan gambar berbeda. "Berita ekonomi?" tanya salah satu peserta. "Kenapa Ia menggambar dengan sangat detail dan rapi? Ia akan menghabiskan waktu dengan menggambar terlalu bagus," komentar Fori lagi dan membuat konsentrasi Xynth terganggu. Ia mencoba menggambar ulang sesuatu. "Televisi?" "Apa yang dia gambar? Lemari buku? Itu seperti gambar kotak. Lemari? Peti mati? Ah, berita tragedi?" Xynth coba mengacuhkan ucapan Fori barusan meski mulai meradang karena gantian tim merah menertawakan semua komentar Fori padanya. "Ah, sepertinya aku tahu jawabannya," gumam Siska pada Fori. Ia melihat Xynth mempertegas gambar dua koin berbeda tadi dan membuat gambar lembaran di kotak tadi. Siska sebenarnya sudah menjawab tapi karena memiliki tipe suara kecil dan tidak bisa menaikkan intonasi suara, Ia menyentuh bahu Fori untuk meminta tolong. "Dia sedang apa? Kenapa sampai dihias terlalu bagus seperti pelukis? Terlalu banyak detail pada gambar. Kenapa seperti melukis sampul buku?" tanya Fori cerewet dengan heran tapi suaranya kembali terdengar sampai ke tim merah dan membuat tim merah tergelak di tempat mereka. "Fori, aku tahu maksud gambar Xynth," ujar Siska melihat tubuh Xynth sudah bergetar hebat menahan amarah di depan. "Itu cover both....," Ucapan Siska langsung tertelan setelah mendengar suara spidol dipatahkan Xynth di depan dan pria itu berteriak marah dari depan. "Kau t***l atau bagaimana?! Kau bisa menjawab sampul tapi tidak bisa menebak ini cover both sides?!" Amukan Xynth barusan membuat satu ruangan serempak tertawa keras. Bahkan para senior di ruangan itu langsung melihat ke arah tim hitam dan tim merah yang begitu heboh karena perdebatan ketua timnya dengan Xynth. "Mereka pasti sebelumnya berjodoh, sejak tadi mereka terus bertengkar seperti anjing dan kucing," ujar salah satu peserta di tim hitam dengan keras dan membuat ruangan aula bertambah heboh menonton mereka. "Berjodoh? Aku tidak sudi berjodoh dengan wanita bodoh seperti ini!" "Kau pikir aku mau denganmu?!" Rigel yang sedang sibuk dengan timnya melihat dari kejauhan dan melirik Antares. Ia memberi isyarat pada pria itu untuk menenangkan Xynth tapi Antares justru tertawa. Sebuah peluit mendadak ditiupkan dari senior yang mengawasi tim merah dan tim hitam. "Tiga poin tambahan diberikan pada tim merah karena pengarah tim hitam bersuara," ujar senior itu dengan masih kesusahan menahan tawa. "Status sementara enam skor untuk tim merah dan nol untuk tim hitam. Karena sudah memimpin, tim merah akan maju duluan pada game ketiga. Silahkan bersiap-siap bagi kedua tim!" Fori berdiri ke arah Xynth yang masih emosi terhadapnya. "Kau marah?" ujar Fori padanya sambil tersenyum geli setelah suasana agak cair. "Kau membuatku seperti orang bodoh di depan dan mereka menertawakanku. Kau berharap aku tidak marah padamu?!" Fori menepuk lengan Xynth dengan pelan. "Maaf, aku hanya selalu tidak sadar jika mengatakan sesuatu yang melintas di kepalaku." "Sebaiknya kau memikirkan game ketiga dengan baik. Kalau sampai skor kita nol sampai akhir, aku akan meminta pertanggungjawabanmu!" "Baiklah," ujar Fori padanya. Ia lalu berbalik ke arah timnya dan mengajak mereka semua memikirkan strategi di game ketiga. "Ada yang punya ide lagu sulit untuk game ketiga? Lagu lama, bebas suku kata," ujarnya mengingatkan. "Xynth, biasanya idemu bagus. Kau punya strategi di game ketiga?" Xynth yang amarahnya sudah mereda terlihat bepikir sejenak. "Karena pengarah hanya boleh memberi petunjuk melalui bagian utama lagu dan tidak boleh menggunakan satu pun kata dari judul, kita harus mencari lagu yang banyak menggunakan kata dalam judul pada bagian inti lagunya." "Ah, benar juga. Tim merah akan kebingungan menebak jika banyak kata yang harus dihilangkan nantinya," ujar seorang peserta. "Siapa di sini yang suka karaoke?" tanya Fori pada tim-nya dan semuanya langsung angkat tangan kecuali Xynth dan Siska. "Oke, kalau begitu kali ini semua wajib memberikan ide masing-masing. Tiga menit dari sekarang, kita akan memilih lagu mana untuk diserahkan!" Baik tim merah dan tim hitam terlihat sama-sama serius menentukan pilihan lagu dan ketika sudah selesai, masing-masing ketua tim maju dan memberikan kertasnya pada senior. Kali ini tim merah diwakili seorang perempuan di bagian depan. Ia membaca judul dari tim hitam dan kemudian terlihat seperti bingung. Wajahnya mendadak pucat pasi dan seperti meminta pertolongan dari timnya. Sikapnya langsung membuat tim hitam tersenyum penuh harapan. "Ingat," ujar senior di depan kepada seluruh peserta. "Dilarang menjawab dengan kata-kata. Jika sudah tahu lagu apa yang dimaksud, langsung menyanyikan dengan tuntas bagian utama lagu tersebut dan tidak boleh terputus atau terhenti." Wanita dari tim merah tersebut kemudian berdiri dan membuka ponselnya. "Lift yourself up off by the floor, like today never happened, today never happened before," ucapnya dengan keras. "Hanya itu saja?" tanya ketua tim merah. "Ya, hanya itu yang bisa dibaca," jawab wanita di depan dengan wajah bingung membuat seluruh tim merah saling memandang. "Coba ulangi lagi kata-katanya," ucap Antares padanya. Tetapi meski wanita itu mengulanginya, tidak satupun dari mereka mampu langsung menjawab sampai bel waktu habis berbunyi dan mereka gagal mendapat poin. "Jadi lagu apa yang mereka maksud?" tanya Antares padanya. "Lagu Switchfoot, Dare You to Move," jawab wanita itu dengan wajah seperti mau menangis sambil berlari kembali dari depan ke barisan timnya. Di tim hitam, Fori tersenyum puas. Ia lega karena lagu tadi adalah pilihan Fori sendiri dan Ia berhasil membuat tim merah kesusahan karenanya. Kini Siska maju ke depan dan mengambil kertas dari tim merah. Ia langsung membuka ponselnya dan mencari lirik lagu tersebut pada situs pencarian dan menarik napas panjang saat game dinyatakan dimulai bagi tim hitam. "Dreams are my..., The only kind of real fantasy. Illusions are a common thing. I try to live in dreams. It seems as if it's meant to be." Xynth langsung tersenyum di beberapa detik pertama. "Aku tahu lagu ini," katanya pada Fori. "Tapi aku tidak bisa menyanyikannya." "Lagu apa?" "Reality dari Richard Sanderson." "Ah, ya, sekarang aku ingat. Tapi bagaimana, aku tidak hapal nada awalnya. Kau nyanyikan saja dulu bagian awalnya, nanti aku akan bantu melanjutkan setelah ingat." "Tapi aku..., ah sudahlah, daripada skor kita nol!" ujar Xynth kemudian. Ia lalu menarik napas panjang sebelum mulai bernyanyi. "Dreams are my reality," senandung Xynth dengan nekad dan diikuti tatapan mata dari seluruh ruangan aula yang mendadak hening. "The only kind of real fantasy. Illusions are a common thing. I try to live in dreams. It seems as if it's meant to be." Setelah Fori teringat, Ia pun langsung membantu Xynth menyanyikan bagian kedua bersama Xynth. Duet keduanya yang diikuti seluruh tim hitam pun membuat Rigel dan Antares tersenyum misterius. "Dreams are my reality. A different kind of reality. I dream of loving in the night. And loving seems alright. Although it's only fantasy."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD