BAB 18. PRAHARA

917 Words
Mia setuju untuk ikut bersama Rayhan setelah dia mengantar sepedanya pulang ke rumah kontrakannya. Rayhan tak berbicara barang sepatah kata pun di dalam mobil. Wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Mia terus bertanya-tanya apa gerangan yang sebenarnya terjadi. "Kita mau ke mana Ray?" "Kita akan mencari tempat yang nyaman untuk bicara," jawab Rayhan pendek. Mia kebingungan. Raut wajahnya menyimpan tanda tanya "Aku tidak ingin orang lain yang mengenalmu mendengarnya," tambah Rayhan dengan nada rumit. "Hmmph" Mia mengela nafas panjang. Ia sama sekali tak dapat mengira-ngira apa sebenarnya yang ada didalam pikiran Rayhan. Kegamangan memenuhi isi kepala Mia. Ketika mereka sampai di taman kota, memang hampir tidak ada orang disana saat lewat tengah malam seperti ini. Hanya ada beberapa pasang muda mudi di sudut gelap sedang memadu kasih. Taman ini sebenarnya punya banyak lampu, tetapi karena banyak pepohonan yang sangat besar, sehingga di bagian bawah pepohonan itu terlihat sangat gelap. Juga sudut-sudut yang terlindung bayangan pepohonan yang besar nampak gelap dan menakutkan. Terdapat juga play ground untuk anak-anak bermain. Tentu akan sangat ramai jika di siang hari, apalagi saat hari libur. Mia melipat kedua tangannya di d**a. Udara malam yang dingin mengusiknya. Rayhan terus berjalan tanpa kata. Lelaki itu memilih duduk di bawah pohon rindang dan besar. Seluruh tubuhnya tersembunyi di dalam bayangan pohon. Tidak akan terlihat jika ada orang yang sedang duduk disana, tetapi jika dilihat dari tempat duduk Rayhan semua nampak jelas. "Duduklah Mia." Rayhan menyalakan rokoknya, kemudian menghisapnya dalam-dalam. Sangat terlihat beban yang dia rasakan. Mia mendekat duduk di sampingnya. Dia begitu merindukan kekasihnya, tapi Rayhan sangat dingin bagaikan gunung Es. Hati Mia begitu teriris melihat Rayhan yang tiba-tiba berubah. "Ada apa sebenarnya, Sayang?" Mia berkata dengan suara yang sangat lembut memecah kesunyian. "Hmmph " Rayhan terdiam setelah menarik nafas panjang. Beberapa menit kemudian. "Apa kamu mengenal Stevan?" "Stevan? Stevan yang mana?" Mia bingung, memorinya tiba-tiba kacau karena merasa tertekan. Pertanyaan Rayhan terdengar Aneh menurutnya. "Apakah terlalu banyak Stevan yang kamu kenal hingga kamu lupa ?! " Nada bicarnya sangat kasar dan menusuk "Maafkan aku Rayhan, aku benar-benar lupa. Ada apa sebenarnya?" Suara Mia bergetar. "Bukankah dia salah satu pelanggan kamu?" Rayhan bersuara dengan sinis. "Oh no..." Mia menjerit di dalam hati. Langit diatas kepala Mia seakan runtuh menimpa dirinya. Mia menundukkan wajahnya, "Terkadang mereka memakai nama palsu untuk menyembunyikan idenitas mereka, Jadi aku bisa saja kenal tetapi tidak mengetahui namanya." "Seseorang bernama Stevan, mengaku sering memakai jasamu untuk melayaninya di kamar hotel. Bahkan dia mencoba meminta nomor telponmu dariku untuk menghubungimu." "Tidak! Oh tidak! Apa ini?! Apa lagi yang menimpaku?!" teriak di dalam hati. Mia menggigit bibirnya hingga terasa perih, tetapi masih jauh kalah perih jika dibandingkan dengan perih di hatinya. "Maafkan aku, Ray. Aku benar benar lupa atau aku memang tidak mengenalnya." "Mia, kenapa kamu tidak mengatakan pekerjaanmu yang sebenarnya?!" Suara Rayhan sangat tinggi. "Bukankah kamu sudah tau?!" Mia terhenyak. "Aku tau kamu kerja di kelab malam, tapi... Kenapa kamu tidak mengatakan kalau kamu juga melayani mereka di ranjang?!" Kata-kata Rayhan begitu tajam bagai tebasan pedang. Mia merasa seakan gunung telah dilemparkan tepat k edalam dadanya. Dia sesak nafas, "Aku sudah mengatakannya kepadamu di pantai waktu itu, bahwa aku bukan perempuan baik-baik, katamu tidak masalah." Dia sangat bersedih. Suara nya begitu lemah. Apa yang dia takutkan terjadi. Rayhan yang notabene-nya anak 'rumahan' akan kesulitan menerima keadaan dirinya. "Bukan begitu cara mengatakan sesuatu yang sepenting itu, Mia! Kamu harus mengatakannya dengan jelas. Ini menyangkut hubungan kita!" Nada bicara Rayhan terus melengking tinggi. "Aku harus mengatakannya dengan cara apa Ray?!" Tangis Mia akhirnya tumpah, " Apa aku harus me_ngatakan bahwa a-aku bekerja sebagai pe...lacur? Melayani laki laki?! Begitukah? Mengatakan i...tu semua di depanmu? A-apakah kamu akan sanggup men...dengarnya? Ka-lau kamu sanggup, a...ku yang tak-akan pernah sanggup mengatakannya." Mia bicara sambil tersendat-sendat. Ia menangis tersedu-sedu. Air matanya turun bagaikan rinai hujan lebat yang tiada henti. "Mia... Kenapa kamu tidak jujur kepadaku? Harusnya kamu mengatakannya. Aku akan menerima apa pun keadaanmu. Sangat menyakitkan saat aku tau dari orang lain dengan cara seperti ini." Rayhan berteriak sambil mencengkram lengan Mia. Ia mengguncang lengan gadis itu sangat kuat saat berbicara. Matanya terbelalak penuh amarah. Mia terdiam... Ia tidak tahu harus bicara apa. Mia sangat takut kehilangan Rayhan dan dia merasa sangat malu jika harus mengatakan hal itu secara mendetil. Hanya air mata yang mengaliri pipinya. "KENAPA KAMU TIDAK JUJUR?!" Rayhan menaikkan suaranya. "Ji...ka kamu ti..dak dapat menerimaku, tidak masalah, Rayhan." Mia menyusut Air mata dipipinya "Aku tau, w************n sepertiku tidak pantas bersamamu." Mia berlari dengan sangat cepat meninggalkan Rayhan. "Bukan seperti itu, Mia!" Rayhan berusaha menarik lengan Mia. "Mia!" Rayhan berusaha mengejarnya, tetapi gadis itu menghilang sangat cepat di kegelapan malam. Rayhan kehilangan Mia meski ia telah mencoba mencarinya. Mia bersembunyi di balik pepohonan taman. Dia menutup mulutnya dengan kuat, agar tangis sedu sedannya tak terdengar. Susah payah Rayhan mencari Mia, tetapi masih tidak menemukannya. Akhirnya dia memilih pergi. Mia bersandar pada pohon besar. Dia menangis sejadi jadinya, "Aku memang tidak pantas untukmu. Tidak mungkin kamu bisa menerima keadaanku." Mia bahkan tak sanggup lagi berdiri, tubuhnya sangat lemah tak kuasa menahan kepedihan. Seseorang mendekat sepertinya laki-laki, "Mbak! Mbak ngak papa?" pria itu khawatir. "Tidak papa, Pak. Cuma lagi ada masalah, tolong tingalkan saya." "Bahaya bagi perempuan malam- malam disini. Mau saya antar pulang?" "Saya minta jemput teman. Dia dalam perjalanan menuju ke sini." Mia berbicara sambil melihat lelaki itu penuh waspada. Sepertinya dia petugas kebersihan taman, dia membawa sapu lidi di tangannya. Mia mengambil hp nya dari saku celananya, "Danieeel!" Tangisnya pecah dengan keras, "tolong jemput aku..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD