9. MALAIKAT PELINDUNG

1308 Words
Cahaya matahari pagi memaksa masuk melalui kisi- kisi jendela. Memberikan kehangatan di wajah Mia. Akhirnya ia membuka mata meski rasa malas yang mendera. Mia Mengumpulkan tenaga berusaha untuk bangun. Ia meraba keningnya, Mia tidak lagi merasakan sakit kepala yang berat. "Sepertinya aku sudah tidak demam lagi" Mia membatin. Ia merasa lebih baik walaupun tubuhnya masih terasa lemas. Mia mengambil ponsel. "Jam 8 " Ia menggumam. Mia melihat banyak pemberitahuan panggilan tak terjawab dari Andre. Mia merasa lega karena mengatur ponselnya dalam mode “diam”. {Mia di meja makan ada bubur untukmu sarapan. Aku sudah buatkan teh di dalam termos kecil. Aku pulang. Ada sesuatu hal yang harus aku selesaikan} Rayhan mengirim pesan.  {Kau kembali lagi nanti?}" balas Mia {Ya, aku akan kembali. Tunggulah} Rayhan berjanji. {OK}" Mia menghela nafas panjang dan berat. Mia menyantap bubur dan meminum teh yang telah disediakan oleh Rayhan tentu saja setelah ia membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah sarapan Mia kembali merebahkan diri di atas kasur. Dia merasa malu Rayhan telah sudah melihat yang terjadi. Bagaimanapun, dia menyimpan rasa untuknya sejak pertama melihatnya.  Ada perasaan tidak nyaman saat Rayhan mendapatinya bersama lelaki lain padahal mereka pernah pergi bersama, tapi memang itulah kenyataannya. “Mungkin aku harus melupakan perasaan ini,” ucap Mia di dalam hati.  Pikiran Mia seperti ditarik kembali pada sebuah kejadian tahun lalu. "Sakit sekali. Aku sudah tidak sanggup." Mia meringis kesakitan. Ia merasa sakit sekali pada area pribadinya. Sudah hampir dua jam mereka bergumul. Pria di atasnya itu sama sekali tidak peduli. Dia terus membuat tubuhnya turun naik di atas Mia. "Sudah. Aku mohon berhenti." Mia memohon dengan lelehan airmata. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Mia merasa lemas dan kehabisan tenaga. Pria itu pun melepaskan miliknya. Mia lega, penderitaannya akan segera berakhir. Namun, lelaki itu justru mendekat dengan seringai yang mengerikan. Dia menarik kepala Mia dengan kasar, menyumpal mulut Mia secara paksa. Ia menyenangkan dirinya dengan 'cara lain' Mia muntah, tapi dia terpaksa menelan lagi muntahannya sendiri. Lelaki itu kemudian menariknya lagi, memaksa memasuki Mia kembali. "SUDAH! SAKIT!!! " Mia berteriak kasar sambil mendorong tubuh lelaki itu menjauh dari tubuhnya yang lemah dengan sisa tenaga yang dimilikinya. "Apa yang kau lakukan?" Wajah lelaki itu terlihat marah. Suaranya terdengar tersengal-sengal karena 'bekerja keras' "Aku mau pulang! Ini sudah kelewatan!" Mia menyapu air mata di pipinya "Hahaha, mau pulang? Kau lihat ‘kan kita belum selesai? Aku bahkan belum 'mendapatkannya'. Puaskan aku dulu baru kau pulang!" ucap Lelaki itu tanpa belas kasihan. "Aku tidak sanggup lagi..." Mia memohon belas kasihan "Baiklah jika kau memaksa, tapi kau tidak akan mendapatkan bayaran 1 sen pun dariku." Dia bicara dengan nada suara tinggi dan mengancam. Lelaki itu menyeringai sinis sambil merebahkan tubuhnya terlentang di atas kasur. "Ayo!Puaskan aku! Lakukan yang terbaik." Lelaki itu terus memaksa tanpa henti. Seakan Ia tak lagi memiliki nurani. Ia melambaikan tangan pada Mia. Memerintahkan Gadis itu datang mendekat. Mia terduduk lemah di lantai. Ia bersandar pada ranjang. Air mata Mia kembali meleleh. Ia merasakan kepedihan yang sangat mendalam. "Jika dia tidak membayarku maka semua jerih payah ini akan sia-sia." Mia menjerit di dalam hati kucuran air matanya meleleh semakin deras. Mia merasa sangat teraniaya Beberapa menit kemudian... Mia mendengar suara dengkuran nyaring dari lelaki itu. Mia memalingkan wajahnya ke arah tempat tidur. Lelaki itu terlentang dengan mulut terbuka. Dia tertidur tanpa mengenakan pakaian. Lelaki itu pun sebenarnya merasa kelelahan Pelan-pelan... Mia segera mengenakan bajunya dengan cepat tanpa suara. Ia lalu membuka dompet pria itu, sembari terus memperhatikan wajah si pria itu kalau- kalau dia terbangun. Dada Mia berdebar sangat hebat. Ia dapat mendengar suara detakan jantungnya sendiri.  Mia mengambil sejumlah uang sesuai kesepakatan mereka sebelumnya. Ia kembali menoleh kepada lelaki itu, dia tertidur dan ternganga tanpa pakaian. Dengan terburu-buru Mia keluar dari kamar hotel. Dia bahkan tidak mengenakan sepatunya. Mia sangat takut jika orang itu bangun mendengar suara Hi heels yang ia kenakan lalu meneriaki dirinya pencuri "Habislah aku jika dia bangun." Dengan tubuh gemetar dan ketakutan Mia berlari di koridor menuju lift. Mia mengenakan sepatunya di dalam lift. Tak sabar ia menanti lift itu sampai di lantai dasar hotel. Mia pulang ke rumah kontrakannya naik ojek, di tengah perjalanan ia membuat panggilan telepon. "Daniel kau di mana? Kau bisa datang ke rumahku?"  "Baiklah." Daniel menangkap ada nada ketakutan dari suara Mia. Dia segera datang menemui gadis itu meskipun waktu menunjukan jam 4 pagi. Ketika Daniel tiba di rumahnya, Mia menceritakan kronologi kejadian yang baru menimpa dirinya. Hanya Daniel seoranglah tempatnya untuk berkeluh kesah. "Daniel apa yang harus kulakukan? Apakah aku bersalah sudah mengambil uang dari dompetnya?" "Jika itu pertanyaanmu, maka kau bersalah. Jika lelaki itu melaporkan pada polisi, kau bisa dipenjara karena melakukan pencurian." Daniel menyesalkan apa yang terjadi pada Mia "Tapi aku tidak mengambil lebih. Aku hanya mengambil hak-ku. Apa yang telah dia janjikan dan kami sepakati bersama!" Mia berkata dengan emosi yang meledak-ledak. Matanya mulai berkaca-kaca. "Tapi itu tetap salah. Kau telah mengambil barang milik orang lain tanpa izin. Kau bisa dipenjara. Mia, kau harus mengembalikannya." Daniel berkata dengan tegas. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan. "Lalu, bagaimana dengan nasibku? Aku tidak dapat apa-apa? Setelah semua yang kulakukan?" Mia mulai menangis lebih keras. Pilu sekali. Danil memeluknya "Mia, Kita harus kembalikan uang itu. Aku akan mengantarmu menemui orang itu." Daniel menepuk pundak Mia dengan perlahan. Mia melepaskan pelukan Daniel dengan kasar " Tidak. Aku tidak mau." Mia marah. Ia tak rela jika jerih payahnya sia-sia. "Biarkan aku yang menyelesaikan ini. Aku akan bicara padanya. Aku pastikan dia akan memberikan uangmu. Kau tidak perlu takut. Aku hanya mencoba melindungimu. Kau tidak percaya kepadaku? Daniel memandangi wajah Mia. Ia ingin mencari kepastian di wajah gadis itu. "Baiklah." Mia melunak "Kau hubungi dia, katakan kau sudah mengambil uangnya sebanyak perjanjian kalian. Jika dia tidak mempermasalahkan maka kita tidak perlu datang, tapi jika dia tetap menginginkan uangnya, maka kita akan datang." Wajah Daniel berubah menjadi dingin. "Aku tidak punya nomor teleponnya, tapi mungkin temanku punya. Mereka pernah bersama." Mia memeriksa nomor kontak di ponselnya. "Halo." Mia berhasil mendapatkan nomor kontak lelaki itu. "Halo,ini siapa?" Suaranya terdengar malas dan serak. Sepertinya karena ia masih tidur. "Aku Mia yang tadi bersamamu,aku telah mengambil uangmu. Tapi tidak lebih dan tidak kurang jumlahnya sesuai dengan perjanjian kita sebelum-nya" Mia sangat gugup. "Apa?!” Lelaki itu terkejut. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Barulah dia menyadari tidak ada siapapun di dalam kamar itu. "Kau cepat datanglah kemari." Nada suara lelaki itu terdengar gusar. "Baiklah" Mia mengakhiri pembicaraan. Setibanya di hotel, tepat di depan kamar itu, Daniel bersembunyi dan bersandar di dinding. Ia menghindari pandangan lelaki itu saat ia mengintip dari lubang penilik yang berada di daun pintu. Daniel mengangguk pada Mia. Mia menekan bel. Terdengar alunan nada dari dalam kamar. Pria itu sumringah membuka pintu saat melihat Mia. "Heeeiiiii. Masuklah," ucapnya. Dia hanya mengenakan handuk yang dililitkan pada pinggangnya.Tidak ada wajah kemarahan. Justru ia sangat bahagia Mia telah datang. “Aku bisa mengulanginya lagi” Lelaki itu bergumam di dalam hati. Seulas senyum licik mengembang di wajahnya. Senyuman itu sangat menjijikkan bagi Mia. Ia bergidik melihatnya. Begitu Mia masuk. Lelaki itu menutup pintu. Ia terkejut, pintu itu tidak bisa ditutup. Daniel menekan daun pintu dengan tangan-nya sekuat tenaga. Wajah pria itu berubah pucat. Bahkan jika mungkin, perut tambunnya itu akan menyusut saking Ia terkejutnya. Dengan sigap Daniel segera ikut masuk ke dalam kamar. Ia berdiri di belakang Mia. Lelaki itu masih berdiri mematung. Ia keheranan. "Ada apa ini?!" Nada suaranya tidak senang. "Bisa kita bicara?" Daniel mengawali kata-katanya. "Bicaralah!" Lelaki itu mendekat. Ia duduk di bibir kasur. "Temanku ini menceritakan dia sudah mengambil uangmu tanpa izin. Aku berkata kepadanya dia harus mengembalikan uang itu kepadamu." Daniel berbicara dengan sangat hati-hati. "Oh, masalah itu. Tidak masalah untukku. Ambillah," ujarnya terdengar cuek. Kelelakiannya merasa tertantang karena Daniel notabene-nya adalah seorang lelaki. Dia merasa malu jika dianggap tidak mau membayar. "Baiklah jika begitu maka tidak ada masalah lagi. Kami akan langsung pulang saja." Daniel Menarik tangan Mia keluar dari ruangan. Mia hanya terdiam mematung menyaksikan kejadian itu. Dia sangat bersyukur ada Daniel. Dia bagaikan malaikat pelindung. Seperti kakak lelaki yang tak dimilikinya *** Mia Kembali mengingat kejadian hari itu. Hal itu begitu melekat dalam ingatannya. Serasa baru kemarin ia mengalaminya. Mia merasa banyak sekali berhutang pada Daniel. Mia mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat. Dua pemuda Tampan tengah berjalan ke arahnya. Daniel dan Rayhan datang bersama. Mia tersenyum bahagia melihat mereka berdua. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD