bc

Berbagi Ranjang Dengan Kembaran Suamiku

book_age18+
668
FOLLOW
5.9K
READ
HE
second chance
arrogant
boss
drama
bxg
office/work place
musclebear
assistant
like
intro-logo
Blurb

Sang adik tiri selalu menghancurkan kisah asmaranya dan Kania baru mengetahui bahwa tujuan gadis itu dan ibu tirinya adalah menghalangi Kania menikah dan mendapatkan hak warisnya. Dan hal itulah yang membuat Kania menerima begitu saja dijodohkan dengan Bagus Dewangga yang merupakan anak dari orang kepercayaannya sang ayah yang juga merupakan pria incaran Catherine sejak lama. Perjanjian dibuat demi mengikat keduanya, tanpa kontak fisik, tanpa cinta dan mereka akan bertahan sampai batas waktu pernikahan yang tidak ditentukan. Namun, ada istilah cinta datang karena terbiasa dan juga didukung dengan sikap baik Bagus serta kuatnya pria itu dalam menahan godaan dari adik iparnya. Sayang semuanya berubah 180 derajat dalam sesaat, kebahagiaan yang baru dia rasa berubah jadi bencana saat Bagus dikabarkan mengalami kecelakaan dalam perjalanan dan perjanjian mereka ditemukan oleh sang ibu tiri hingga akhirnya membuat Kania diusir dari rumah karena ulah picik ibu tirinya. Kania pergi dengan luka dan memulai semuanya dari awal di sebuah kota yang tidak mengenali siapa dirinya hingga waktu membuktikannya untuk kembali ke puncak dan membuatnya menjadi Sekretaris dari seorang pria yang mirip dengan Bagus, suaminya. Namun apakah benar sosok Daniel Bumantra Wijaya dan Bagus Dewangga adalah orang yang sama?

***

"Kau pikir dirimu siapa? Jangan mentang-mentang kau sekarang sudah menjadi istri saya kau seenaknya bisa mengatur saya." Tangan Daniel terulur, mencengkram wajah Kania dan mendorong wanita itu sampai menabrak dinding namun Kania tetaplah Kania, wanita beranak dua itu menatap manic Daniel menantang.

"Anda pikir saya tidak tahu tujuan anda menikahi saya?" Sudut bibir wanita itu naik dengan mengejek, "Anda melakukan itu karena anda ingin lepas dari cengkraman ayah anda, menggertak ayah anda supaya ayah anda memberikan apa yang anda mau. Ingat kita punya tujuan kita masing-masing. Saya dengan keinginan saya memberikan sosok ayah untuk anak kembar saya dan anda dengan segala keserakahan anda karena uang. Anda memang identik dengan Bagus tapi maaf, anda tidak akan pernah menjadi sosok Bagus, sampai kapanpun!"

chap-preview
Free preview
1. Suami Pilihan Ayah
“Kamu tahu apa yang kusuka darimu?” Kania yang hendak mengetuk pintu rumah minimalis itu mematung dengan tangan kecilnya terdiam diudara sebelum akhirnya memutuskan untuk menempelkan cangkir telinganya di kayu jati setinggi dua meter didepan itu. “Seksi.” “Nakal!” suara genit yang terasa familiar di telinga Kania mengalun dengan keras sebelum akhirnya suara desahan memenuhi ruangan. Tidak perlu menjadi orang pintar untuk tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana. Tanpa bisa menunggu kegiatan menjijikkan didalam sana, tangan kecil gadis itu langsung memutar knop pintu yang sialnya tidak dikunci hingga membuatnya bisa melihat dengan jelas perbuatan sang kekasih yang menjalin hubungan hampir 1 tahun terakhir, yang kini sedang bergumul dengan gadis lain diatas sofa sana. Melakukan perbuatan menjijikan tanpa rasa malu bahkan keberadaan Kania yang menjadi orang ketiga diantara mereka seolah makhluk halus yang sama sekali tidak terlihat oleh dua insan itu. “Rico…” suara desahan mengerikan itu semakin keras tatkala kepala Rico menghilang disela-sela leher jenjang si jalang, menghisap dengan keras sambil sesekali memberikan tanda kepemilikan disana. “Jangan tinggalkan tanda disana!” dan sosok gadis yang kini tengah dikurung oleh tubuh besar Rico itu perlahan menolehkan kepala, menatap kearah Kania dengan kaget, namun ekspresi itu berubah dalam sekejap menjadi seringai licik dan desahan menjijikkan yang cukup keras seolah menantang Kania secara terang-terangan. “Yah.” Desahnya semakin keras tatkala wajah pria itu tenggelam dibalik buah ranum sang gadis yang masih tertutup tank top, menghisap serta menjilat panjang bagian atasnya yang mengintip malu sebelum akhirnya menarik turun tali tipis itu dan melahap dalam suapan besar buah berpuncak pink yang ada didepannya itu. “Rico…” tubuh itu menggeliat nikmat dengan telapak tangan menekan kepala sang pria, memaksa pria itu melahap habis seluruh buahnya. “Hai, Rico! Sedang bersenang-senang?” Suara Kania yang menggema dengan keras membuat sosok Rico langsung mengangkat kepala dari buah mengkal sang gadis dibawahnya dan menatap Kania dengan mata melotot, kaget. “Kania…” “Ya ini aku. Siapa lagi.” Kania mendekat kearah dua insan itu sembari meletakkan paper bag yang dia bawa ke atas meja. “Kania, aku bisa jelaskan semua ini.” Rico lantas turun dari atas tubuh selingkuhannya itu dan menghampiri sang kekasih, menggenggam tangannya lembut dengan ekspresi penuh rasa bersalah, “Semua ini hanya salah paham, Ok. Kami tidak sengaja melakukannya. Lihatlah!” Rico menunjuk dirinya sendiri, “Bahkan aku masih memakai pakaianku dengan lengkap.” “Sudah berapa kali?” “Tiga kali.” Suara itu mengalun dari gadis yang sebelumnya diserang oleh Rico diatas sofa. Gadis itu menatap Kania acuh dan kesal, “Atau mungkin lebih? Entahlah, aku tidak ingat.” Sambungnya tanpa peduli tubuh bagian atasnya yang penuh tanda merah keunguan terekspose bebas. “Diam Catherine!” sentak Rico keras pada sang gadis, “Jangan membuat semuanya semakin kacau!” Pria itu lantas kembali menatap Kania penuh permohonan, “Jangan dengarkan dia! Kamu tahukan dia itu benci padamu.” “Jika dia benci padaku lantas kenapa? Dengan permusuhan kami lantas membuatmu bebas melakukan apapun bersamanya?” decih Kania, “Kita putus.” “Tunggu! Bagaimana mungkin kita putus begitu saja?! Ingat Kania, kita sudah bersama hampir satu tahun…” “Apa masalahnya, mau itu satu tahun atau satu bulan jika pasangan kita selingkuh itu berarti hubungan harus berakhir, bukan?” Kania melepaskan tautan jemari Rico dari lengannya, “Selingkuh itu penyakit yang sangat sulit untuk disembuhkan dan aku tidak mau punya pasangan yang memiliki penyakit seperti itu.” “Tapi kita tidak bisa putus begitu saja…” “Bisa.” Kania lantas menunjuk paperbag yang ada diatas meja, “Ambil barang itu untukmu. Anggap saja itu adalah kado perpisahan kita, Rico.” “Tidak! kita tidak bisa putus! Aku sudah memberitahu ibuku bahwa aku akan melamarmu.” tangan itu berusaha Kania tapi langsung ditepis Kania dengan cepat. “Melamar?” sedetik kemudian Kania tertawa, “Kau berniat menjalin hubungan serius denganku tapi dibelakangku kau bermain dengan dia?!” “Aku bilang ini salah paham! Dia yang merayuku!” “Selingkuh tetaplah selingkuh.” Ucap Kania tajam. “ Tidakkah kau sadar aku seperti ini juga karenamu?!" Rico tampaknya tidak mau salah sendiri, "Andai saja kau mau kusentuh sedikit saja, Aku mungkin tidak akan tergoda dengan yang lain." “Alasan busuk!" Decih Kania, "Jangan berani mendekatiku atau kuberikan masa depan yang suram untuk burung kecilmu!” ancam Kania keras saat Rico berusaha menyentuh tangannya lagi. Kania lantas membalikkan tubuh, keluar dari rumah sang mantan kekasih dengan hati kesal. “b******k!” Pintu dibuka dan ditutup dengan kasar, “Untung kami belum terlalu jauh melangkah.” Kania meraih savety beltnya bersamaan dengan terbukanya pintu disamping kemudi. “Apa yang kau lakukan?!” manic kelam Kania menatap kesal pada sosok lancang yang masuk tanpa permisi dan duduk disebelahnya itu. “Rumah kita sama jadi apa salahnya aku ikut denganmu.” Jawab Catherine acuh. “Turun!” “Apakah seperti ini caramu memperlakukan adikmu?” “Apakah ada seorang adik yang b******u dengan kekasih kakaknya?” decih Kania jijik, “Ingat kau bukan adik kandungku! Kita tidak pernah punya darah yang sama meskipun ibumu itu telah dinikahi secara resmi oleh ayahku.” Geram Kania dengan gigi bergemeluk siap mengunyah. “Benar juga.” Angguk Catherine setuju. “Baguslah kalau kau sadar diri.” Ucap Kania menang, “Sekarang turun dari mobilku!” “Tidak.” Geleng Catherine keras hingga membuat Kania geram dan turun dari mobil, hendak menarik tangan gadis itu untuk keluar namun begitu Kania keluar dari mobil, pintu bagian kemudi langsung ditutup dan bunyi Bip mengalun dengan keras. Kania langsung panik, berusaha membuka pintu mobil yang sudah terkunci dari dalam, “Keluar dari mobilku!” teriaknya marah sambil menggedor-gedor kaca. “Baiklah sedikit pada adikmu, Kania!" senyum Catherine mengembang diiringi dengan suara mesin yang menyala. Tin!Tin!Tin! Catherine mengklakson Kania berulang kali karena sang kakak sama sekali tidak mau minggir, “Minggir, Sialan!” terik Catherine kesal namun Kania sekali tidak mau minggir hingga membuat Catherine menginjak pedal gas, siap menabrak sang kakak. “b******k!” maki Kania keras, mengutuk sang adik tiri yang sudah pergi membawa mobilnya. “Sialan, Bagaimana caranya aku pulang?!” Seluruh barang Kania ada dalam mobil dan tidak mungkin juga Kania kembali ke rumah Rico untuk pinjam uang pada pria itu, “Bisa besar kepala dia!” terpaksa Kania jalan kaki sampai ke post security kompleks dan meminjam ponsel pria tua yang berada di post sana untuk menghubungi seorang teman untuk dipesankan taksi. Kania sampai di rumah 30 menit kemudian, dia yang keluar dari balik pintu menatap dengan aneh sebuah mobil yang jarang berkunjung ke rumah keluarganya itu jika tidak ada kepentingan darurat. “Apa ada masalah?” Kania bergegas masuk ke rumah dan mendapati ibu, Catherine serta sang ayah yang duduk di ruang tamu bersama pengacara keluarga mereka. “Akhirnya kamu datang, Kania .” Seruni bangkit dari duduknya, berjalan menuju Kania dan menggiring sang anak tiri untuk duduk disampingnya. “Ada masalah?” Kania tidak peduli dengan sikap lembut yang dilakukan sang ibu karena gadis satu itu terfokus pada pria akhir 40 -an yang duduk tenang di depan sana dan juga sang ayah yang duduk dengan tenang di sofa tunggalnya. “Ayah meminta pembacaan surat wasiat dilakukan sekarang.” Jawab Suseno pelan. “Surat wasiat?!” Kania menatap sang ayah tidak mengerti, “Bagaimana ada surat wasiat sedangkan ayah sendiri masih hidup?!” Kania sama sekali tidak habis pikir dengan permintaan sang ayah. “Kania, tenang ya, Nak.” Seruni yang duduk disamping Kania langsung memegang bahu sang anak tiri, berusaha menenangkan. “Ayah melakukan ini karena ayah tidak mau kalian bertengkar dikemudian hari disaat ayah sudah pergi nanti.” “Tapi bagaimana bisa begitu! Ayah akan terus hidup sampai ayah menimang cucu-cucu ayah nanti! Jadi tidak ada yang namanya wasiat untuk saat ini! Kania menolak dengan Keras!” “Ayah melakukan ini demi kebaikan bersama, Kania.” Pria akhir usia 70 tahun itu tersenyum tipis kemudian menatap sang pengacara, “Bacakan wasiatnya.” “Saya akan membacakan surat wasiat yang dibuat oleh Tuan Suseno Djuaji…” Sang pengacara lantas membaca dengan hati-hati tulisan tangan Suseno dan sejauh yang ditangkap oleh Kania adalah pembagian tanah serta rumah di Bogor atas nama Seruni dan Catherine sedangkan untuk perkebunan teh yang ada di Bandung bagian Kania. Dan untuk rumah yang kini mereka tinggali saat ini bisa menjadi milik Kania namun Kania bisa mendapatkan seluruh haknya jika gadis itu sudah menikah disaat usia 25 tahun dan jika dalam waktu yang telah ditentukan Kania belum juga menikah, hak milik Kania akan ditangguhkan atau dalam pengawasan dinas sosial. “Tunggu! Kenapa harus menikah?” Kania terbelalak kaget, menatap sang ayah bingung, “Kenapa persyaratan itu hanya untukku tapi tidak dengan dia?!” Kania menunjuk Catherine tajam. “Itu persyaratan yang ayah berikan untukmu, Kania. Ayah ingin kamu ada yang menjaga jika nanti ayah berpulang.” “Tapi selama ini aku baik-baik saja.” “ Ayah ingin yang terbaik untukmu, Nak.” Seruni berujar lembut sembari tersenyum teduh, “Jika kamu mau rumah ini jatuh ke tanganmu, menikahlah. Lagipula kamu sudah punya pacar, kan?” Ucapan yang keluar dari balik bibir Seruni membuat Kania langsung menolehkan kepala pada sang ibu tiri. Kania merasa Seruni sudah tahu hal ini sebelumnya hingga dia meminta Catherine untuk menggoda Rico. “Bagus kalau begitu, bukankah begitu Tuan Suseno?” Sahut pengacara berkaca mata itu dengan senyum lebar pada Suseno. “Ya, kamu benar Kustanto.” Senyum Suseno lebar. “Saya rasa tugas saya disini sudah selesai. Untuk seluruh berkas akan saya urus semuanya lusa.” Pria itu lantas menyimpan tulisan tangan Suseno kedalam koper berkasnya, “Saya pamit sekarang.” Sang pengacara pamit undur diri. "Kania antar sampai depan." Gadis itu bangkit dari duduknya dan menemani pria paruh baya itu sampai halaman depan. “Uncle, apakah uncle yakin pembacaan surat wasiat ini murni keinginan Ayah?” manic kelam itu menelisik wajah Kustanto, mencari raut kejujuran diwajah senja itu. “Ya benar. Uncle sendiri juga bingung atas permintaan ayahmu ini.” Pria itu lantas menepuk puncak Kania, “Coba turuti permintaan Ayahmu karena uncle percaya Ayahmu ingin yang terbaik untuk putri tersayangnya.” Senyum Kustanto teduh, “Uncle harus pergi sekarang karena ada hal lain yang harus uncle urus.” “Baiklah. Terima kasih dan selamat malam, Uncle.” Kania melambaikan tangan melepaskan kepergian pengacara sang ayah. “Aku harus bicara 4 mata dengan ayah.” Dan Kania mengetuk pintu ruang kerja sang ayah keesokan harinya setelah sebelumnya memastikan Seruni maupun Catherine tidak ada di rumah. “Apakah Ayah ada waktu?” “Masuklah.” Suseno melepas kacamata yang membingkai manic senjanya kemudian meminta sang putri untuk masuk, “Ada apa? Tumben sekali kamu mengetuk pintu ruang kerja ayah?” “Kania ingin membicarakan masalah wasiat ayah.” Gadis itu sedikit menimbang, “Maksud Kania, untuk saat ini wasiat ayah sama sekali tidak dibutuhkan karena yang terpenting kita harus fokus pada kesembuhan ayah terlebih dahulu.” “Nak, kamu dengar dengan baik alasan ayah, bukan?” Suseno menggenggam tangan sang putri dengan lembut, “Ayah melakukan semua ini demi kebaikan kita bersama.” “Tapi ayah…” “Menikahlah.” “Tapi Kania tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun dan Kania masih jauh untuk melangkah kearah sana.” “Rico?” “Jangan sebut nama itu! Kami sudah putus.” Kania tidak mungkin memberitahu sang ayah alasan dia mengakhiri hubungan dengan Rico. Kania tidak mau sang ayah langsung kena serangan jantung saat tahu kelakuan sang putri bungsu, “Jadi bisakah kita batalkan saja persyaratan ayah dan lebih fokus ke pengobatan ayah saja?” “Kalau begitu bagus.” Senyum Suseno mengembang lebar. “Apa maksud ayah?!” “Ayah bisa menikahkanmu dengan orang pilihan ayah.” “Ayah, Kania sudah bilang kalau…” "Tidak ada bantahan, Kania!" "Tapi, Ayah..." Tok!Tok!Tok! Ucapan Kania terhenti saat pintu ruang kerja diketuk dari luar, “Ternyata dia sudah datang.” Senyum Suseno kian mengembang, “Masuklah.” Pintu ruang kerjapun terbuka, “Selamat pagi, Tuan Suseno.” "Masuklah Bagus!" Suseno merentangkan tangannya dan meminta sosok didepan pintu itu untuk masuk kedalam dan mempersilahkan sosok itu untuk duduk di sofa yang kemudian diikuti oleh Suseno yang duduk di sofa singlenya. "Terima kasih karena kamu sudah bersedia datang ke rumah." Pria itu tersenyum lebar kemudian menolehkan kepalanya kearah Kania yang masih duduk di depan meja kerjanya, "Kemarilah Kania, bicaralah sebentar dengan Bagus. Bukankah kalian perlu untuk saling mengenal." Kania sedari tadi diam, menatap tampilan pria didepan pintu yang bisa dibilang tampan dengan alis rapi, tatapan mata tajam dihiasi bulu mata yang lebat, hidung kokoh, tulang pipi yang keras serta bibir tegas berwarna maroon, terlihat seperti tidak pernah tersentuh oleh nikotin. Dan bakal janggut yang baru dicukur itu seolah berteriak keras akan kejantanannya yang tak terkalahkan. Bahkan bisa dibilang bahwa pria berpakaian sederhana di depan pintu itu seribu kali lebih tampan dari b******n yang bernama Rico. "Kania." "Ya?" Kania langsung tersadar saat namanya dipanggil dua kali oleh sang ayah. "Ayah rasa kamu perlu banyak mengobrol dengan Bagus, calon suamimu." "Hah, apa?!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook