11. Mengeruk

2121 Words
"Ayah, Ayah tidak apa-apa?" Kania langsung masuk ke ruang kerja Ayahnya begitu tahu pria paruh baya itu masuk ke ruangan itu seorang diri. "Ayah tidak apa-apa. Memangnya Ayah kenapa?" Suseno melirik putrinya sekilas. "Ayah yakin? Ayah terlihat tidak sehat dan tidak fokus. Kania menggenggam tangan keriput pria itu dan membawa wajah sang ayah untuk menghadapnya, "Ayah, coba lihat kearah Kania." pandangan mereka berdua bertemu, Kania mengunci tatapan sang ayah, mencari sesuatu namun nyatanya nihil, tak ada apapun tapi tetap saja Kania merasa ada yang salah dengan sang ayah. Ceklek. Pintu ruang kerja dibuka dan sosok Seruni langsung masuk kedalam ruangan, "Mas..." Kania yang melihat kedatangan sang ibu tiri langsung melepaskan tautan tangannya pada sang ayah. "Eh Kania, kamu sedang bicara penting dengan ayahmu?" Seruni kembali meraih handle pintu, hendak keluar kembali. "Tidak. Aku sudah selesai bicara pada ayah." "Oh." Seruni yang membatalkan niatnya untuk keluar ruangan. "Ada apa Runi?" Suseno mengalihkan perhatian pada sang istri, menatap tepat di manicnya. "Pemilik tanah menghubungi Mama, dia bertanya apakah kita jadi membeli tanah itu atau tidak." "Bilang kalau kita jadi beli." "Kalau begitu, Seruni akan langsung memberi tahu mereka." wanita itu tersenyum kemudian bicara pada Kania, "Urusan Mama sudah selesai, lanjutkan kembali pembicaraanmu dengan ayahmu, Kania." Seruni langsung menutup pintu, meninggalkan Kania dan sang ayah disana namun Kania sudah tidak mendapatkan perhatian sang ayah lagi karena pria itu kembali tenggelam dengan dunianya sendiri dan Kania tahu, jika dia tetap memaksa bicara dia tidak akan pernah didengarkan. "Sudah bicaranya sama ayah?" Bagus langsung bertanya begitu Kania membuka pintu kamar mereka. "Sudah." angguk Kania pelan. "Kalau sudah kenapa wajahmu seperti itu?" "Entahlah. Kania lelah." "Kemarilah." Bagus merentangkan kedua tangannya dan Kania langsung masuk kedalam pelukan hangat sang suami, menyembunyikan wajahnya disana. "Kania harus bagaimana, A? Sepertinya apapun yang Kania bicarakan tidak akan didengarkan oleh ayah." "Yang sabar ya. Mungkin Ayah sedang lelah. Jadi pelan-pelan saja, Ok?" Bagus mengelus surai Kania lembut dan wanita muda itu mendongakkan kepala, membalas ucapan sang suami dengan anggukkan kepala sebelum akhirnya kembali tenggelam di d**a bidang sang suami. "Terima kasih. Aa'sudah mau mendengarkan Kania." "Apapun untukmu Kania." Bagus tersenyum dan mengecup puncak kepala sang istri, "Sekarang ayo kita tidur, hari sudah cukup larut." "Gendong." Hup. Bagus langsung membawa Kania dalam gendongan Koalanya, berjalan menuju arah ranjang dan membaringkan dirinya dengan sosok Kania diatasnya. "A', Bagaimana kalau ternyata Ayah diguna-guna?" "Jangan berpikiran macam-macam, Kania, tidak baik. Bagaimana kalau ternyata itu tidak benar, jatuhnya fitnah, kan?" "Iya tahu. Tapi coba saja Aa' disana tadi, melihat bagaimana cara Ayah bicara padaku dan pada Mama. Sungguh sangat berbeda, Ayah bahkan tidak menatap mataku seakan aku tidak ada." Kania mendongakkan kepalanya, menatap sang suami khawatir. "Hust!" Bagus kembali membawa Kania kembali dalam pelukannya, "Sebaiknya kamu cari waktu yang baik untuk bicara lagi dengan ayah, Ok?" Bagus tidak mau ikut campur dalam pembicaraan ayah dan anak itu, dia tidak mau dianggap ikut campur dan cari muka karena posisinya sebagai menantu. "Iya." Bagus mendekap Kania semakin erat dalam pelukannya, "Selamat tidur, Kania." "Selamat tidur, A." *** Esok haripun datang dengan cepat dan tangan kecil itu bergetar saat menerima sertifikat tanah yang baru dibeli oleh Suseno. "Terima kasih sudah mau menuruti permintaan Seruni yang keterlaluan ini, Mas Suseno." Wanita itu menatap sang suami dengan senyum lebarnya. "Seorang suami harus menuruti semua permintaan istrinya, kan?" Suseno tersenyum kearah sang istri, mengelus surainya dengan lembut. 'Itukan karena mas sekarang berada dibawah kendaliku, Kalau dulu boro-boro beli tanah atas namaku, mendengar usulku saja tidak mau.' Seruni hanya mampu tersenyum membalas perkataan sang suami dan sebagai ucapan rasa syukur Seruni karena telah berhasil memperdayai sang suami, Seruni mengadakan pengajian di rumah untuk pertama kalinya selama dia berada di kompleks itu. Kania dan Bagus masuk kedalam rumah, untuk sesaat langkah Kania terhenti, "Ada apa?" Kania mengerutkan alisnya saat beberapa orang assisten menggelar karpet. "Mamanya Non Kania mengadakan pengajian." jawab si mbok Sumi. "Pengajian? Tumben." "Perbuatan baik kok malah dicurigai." Bagus menatap sang istri aneh. "Sepanjang aku jadi anaknya Mama, ini adalah pertama kalinya beliau melakukan hal seperti ini." "Itu berarti Mama melakukan perubahan yang baik." Bagus menepuk puncak kepala sang istri dengan lembut, "Kalau begitu Aa' mau bantu gelar karpet sebentar." Bagus meninggalkan Kania yang lebih memilih menuju ke kamar mereka untuk mandi dan bersiap menghadiri pengajian yang diadakan sang mama tiri. Pengajian yang diadakan dengan mengundang seorang ustadzah terkenal itu membuat Kania menahan cibir dalam hati pasalnya tema yang diangkat oleh sang ustadzah adalah Riya'. Tema yang seolah diangkat untuk menyindir kelakuan wanita itu yang telah membeli tanah dan cerita kanan kiri. Pada akhirnya, Kania menolehkan kepalanya untuk menatap sang ayah yang duduk diantara kumpulan Bapak-bapak. Pria paruh baya itu terlihat mendengarkan ceramah namun di satu sisi Kania tahu bahwa pandangan mata sang ayah amatlah kosong. "Semoga firasatku tidak benar." bisik Kania pelan dengan mata tak lepas dari sang ayah. Acara Pengajian usai menjelang pukul sebelas malam dan seluruh anggota keluarga beserta para assisten mulai membereskan rumah. "Yanti, kamu tidak lelah? Tadi pagi membantu membuat suguhan untuk tamu sekarang masih ikut bantu kami beres-beres." Mbok Sumi menegur Yanti yang masih diluar bersama dengan para assisten yang lain. "Tidak apa-apa, lagipula saya tidak melakukan hal apapun." senyum Yanti sebelum kembali membantu mencuci piring. "Loh, Ibu kenapa tidak ke kamar saja?" Kania yang keluar dari kamar untuk mengambil air minum langsung menghentikan langkahnya dan menatap mertuanya heran. "Tidak apa-apa. Cuci piring tidak berat kok." "Mbok Sudah meminta Bu Yanti untuk kembali ke kamar tapi beliau tidak mau, Non." adu Mbok Sum pada Kania. "Ada apa ini?" Seruni datang dan melihat mereka bertiga berkumpul dalam satu titik. "Ini loh Nyonya. Bu Yanti saya minta istirahat saja biar saya yang menyelesaikan tugas cuci piringnya tapi beliau menolak." "Loh bagus dong." Seruni bicara dengan senang, "Itu berarti Bu Yanti tahu kalau tinggal di rumah orang tidaklah gratis." "Mama apa-apaan sih?" Kania menatap sang Mama kesal, "Bu Yanti itu tamu dan juga mertua Kania jadi tidak pantas diperlukan seperti itu oleh Mama." "Seseorang yang bertamu tidak pernah selama ini, Kania." Seruni menaikkan dagunya angkuh, " Dan mertuamu itu sepertinya tahu posisinya kalau dia menumpang di rumah ini sekarang." "Mama sadar apa yang mama katakan?! Apa Mama tidak takut Kania laporkan pada Ayah tentang perbuatan Mama ini?" "Lah memang seperti itu kenyataannya. Mama yakin Kalau Ayahmu akan setuju dengan tindakan Mama." "Lalu kenapa Mama juga tidak ikut membantu beres-beres? Acara ini ada karena kemauan Mama, kan? Jadi yang bertanggung jawab untuk ikut beres-beres adalah Mama, bukannya Ibu Yanti." Kania lantas meraih tangan Yanti, membantu sang mertua untuk mencuci tangannya dan membawa sang mertua untuk kembali ke kamarnya. "Ibu, lain kali jangan mau ikut beres-beres rumah karena itu bukan tugas ibu dan ibu adalah tamu di rumah ini." Kania mendudukkan sang mertua diatas ranjang sembari menggenggam jemari wanita itu. "Ibu tidak apa-apa, Kania. Lagipula ibu membantu sebisa ibu. Jangan khawatir." wanita tersenyum lembut. "Tapi Kania yang keberatan. Kania tidak mau ibu meninggalkan kesan buruk selama ini berada di rumah ini." "Kamu baik sekali, pantas anak ibu langsung suka." pembicaraan yang melompat jauh tapi Kania tahu wanita itu mengalihkan pembicaraan karena tidak mau masalah menjadi panjang karena hal sepele. "Anak ibu juga baik dan ganteng makanya Kania juga langsung suka." Balas Kania diiringi seulas senyum lembut. "Baru kali ini ada yang bilang kalau anak ibu ganteng dan memujinya istrinya yang cantik lagi." "Aa' memang Ganteng kok Bu. Meskipun penampilannya yang sederhana itu, pesonanya tidak terkalahkan." Dan Kaniapun mengamati penampilan sang mertua yang terlalu sederhana dengan gamis yang sudah mulai usang, sungguh berbeda 180 derajat dengan Seruni yang selalu mengeluh tidak punya baju jika ada acara padahal stock pakaian wanita itu sangat banyak dan bagus. "Ibu, mau ikut Kania jalan-jalan besok? Jalan-jalan berdua saja." "Boleh." angguk Yanti mau karena selama di Jakarta, wanita itu tidak pernah keluar rumah. "Besok kita berangkat jam 10 pagi, Ok?" "Ok." Sesuai dengan janji, kedua wanita itu keluar dari rumah tepat pukul 10. "Ibu sudah siap." Kania mengandeng tangan Yanti begitu wanita itu siap dengan tas usang di lengannya. "Mau kemana kalian?" Suara dari Seruni membuat keduanya menghentikan langkah. "Jalan-jalan." Jawab Kania singkat. "Nak, apa tidak sebaiknya Mamamu juga diajak?" Yanti menatap Seruni tidak enak hati. "Tidak perlu, Bu. Mama pasti ada acara yang lebih penting seperti berkumpul dengan teman-teman sembari bercerita kalau dia habis beli tanah." Senyum diujung bibir Kania terlihat mengejek pada Seruni sebelum akhirnya keluar dari rumah dan menaiki sedan yang dia kemudikan sendiri. "Maaf jika ibu lancang, Nak." Yanti terlihat melirik Kania yang kini sedang menyetir disebelahnya, "Sebenarnya ibu mau tanya hal ini sudah lama sekali." "Ya silahkan." "Hubungan nak Kania dengan Mama sudah lama tidak baik?" "Seperti yang ibu lihat. Kami sudah seperti ini semenjak Kania SMP. Sejak Kania melihat sendiri seorang art yang dipecat karena kebohongan Mama." "Apa Nak Kania tidak berniat untuk berbaikan dengan Mama? Maaf bukan maksud ibu ikut campur tapi alangkah baiknya jika nak Kania sedikit menghormati Mama nak Kania meskipun beliau hanya ibu tiri." "Maunya Kania juga begitu tapi semakin lama Mama semakin menunjukkan sifat aslinya, Bu. Mama hanya akan baik jika ada Ayah disekitarnya." Kania menatap sang mertua sendu, "Yang bisa melihat sifat asli seseorang adalah orang yang lama kenal dengan orang itu, kan?" Senyum Kania tulus dan Yantipun terdiam, wanita itu tahu pasti bahwa telah banyak hal yang Kania lalui hingga di bersikap demikian pada sang Mama tiri. Tak lama kemudian mobil berhenti di pelataran parkir Mall, Kania turun terlebih dahulu kemudian membukakan pintu untuk sang mertua. Dengan tangan saling terjalin bagai ibu dan anak, kedua wanita itupun masuk kedalam gedung besar itu kemudian memasuki toko saat melihat sesuatu yang cantik. "Sepertinya ini cocok untuk ibu." Kania langsung menunjuk sebuah terusan cantik berbahan brokat berwarna coklat mocca yang sangat cocok dengan kulit sang mertua, "Ibu mau coba?" "Selamat siang, Selamat Datang di Store kami. Ada yang bisa kami bantu?" Seorang pramuniaga dengan cepat menangkap pelanggannya, mengeluarkan senyum teramah yang dia miliki untuk menggaet customernya. "Saya mau ibu saya mencoba ini." "Tidak usah, Nak. Ibu sudah punya banyak baju di rumah." Yanti melarang Kania karena wanita paruh baya itu tidak enak hati pada sang menantu namun Kania tetaplah Kania, wanita muda itu tidak menerima penolakan, Alhasil Yanti masuk kedalam ruang ganti dengan patuh dan keluar tak lama kemudian. "Tuh kan cocok sekali." Kania yang menunggu di kursi pelanggan langsung menyerbu sang mertua. "Apakah ini tidak berlebihan?" "Tidak." geleng Kania kecil dengan tangan merapikan sedikit terusan brokat yang membungkus tubuh sang mertua, "Saya ambil ini dan ibu saya akan langsung memakainya jadi tolong diurus dan juga saya mau beberapa setelan seperti ini dengan motif dan warna yang berbeda." "Baik Nona." Pramuniaga dengan senang hati mengambilkan barang yang Kania mau. Dengan sebuah troli ditangan, sang pramuniaga menunjukkan koleksi yang dimaksud Kania untuk dipilih dan tidak mengecewakan usaha sang pramuniaga karena Kania mengambil beberapa setelan sekaligus. "Nak, sudah ya. Ibu tidak enak sama kamu. Kamu pasti sudah keluar uang banyak untuk ibu." "Uang yang kita keluarkan tidak seberapa Bu." Belum beberapa langkah meninggalkan area busana, langkah Kania kembali terhenti, "Rasanya tas ini cocok dengan setelan yang ibu pakai." "Nak..." "Benar sekali nona. Tas yang anda pegang saat ini sangat cocok dengan setelan yang ibu anda pakai. Terlihat sangat elegant dan cantik dalam waktu bersamaan." Sang pramuniaga tidak lantas meninggalkan Kania setelah urusan baju usai karena dia tahu pelanggan yang ada didepannya itu pasti akan membeli barang-barang yang lain. "Saya ambil." "Baik Nona." Angguk sang pramuniaga dengan senyum lebarnya dan Yanti hanya pasrah karena percuma juga Kania tidak akan mendengarkan penolakannya. Dengan beberapa kantong belanja ditangan, Mertua dan menantu itu akhirnya pulang setelah sebelumnya menghabiskan waktu di salon untuk perawatan dan istirahat sejenak tdi cafe yang ada di mall tersebut. "Darimana?" Suara merdu Suseno menyambut kedatangan Kania dan Yanti begitu mereka masuk rumah. "Jalan-jalan sembari membelikan baju untuk Ibu Yanti." Kania melirik sang Mama yang duduk santai bersama sang ayah dengan kaku. "Kamu juga membelikan baju untuk Mamamu?" Suseno kembali bertanya. "Tidak." geleng Kania tegas, "Lagipula barang yang kami beli cukup terjangkau. Kania yakin Mama tidak akan mau Kania belikan barang seperti ini." sudut bibir Kania naik dengan cara mengejek. "Nak, sudah ya. Ibu sudah lelah. Ibu mau istirahat sebentar." "Oh ok." Kania lantas memberikan paperbag pada si pemilik dan mempersilahkan wanita itu ke kamarnya. "Lain kali belikanlah Mamamu baju juga." Kania memang tidak pernah sekalipun membelikan barang untuk Sang Mama. "Untuk apa? Mama belum tentu mau Kania belikan sesuatu , kan?" sudut bibir Kania naik, mengejek. "Sudahlah Kania lelah. Kania kembali ke kamar dulu." Kania mengecup pipi sang ayah dan melewati Seruni begitu saja. "Anak itu, kenapa makin kurang ajar." Keluh Suseno. "Sudahlah mas, mungkin Kania lelah." "Tidak ada alasan lelah kalau dia kurang ajar seperti itu, Seruni." 'Memang kurang ajar anakmu itu, Mas. Rasanya aku ingin memberikan dia pelajaran supaya dia tidak Semakin bertingkah nantinya. Awas saja kau, Kania!'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD