"A." Kania menelusuri tubuh tegap sang suami dengan ujung jarinya.
"Hm?" Dan Bagus yang sedang membaringkan tubuhnya disamping sang istri mulai menyahuti wanita itu sembari melirik apa yang sedang istrinya itu lakukan.
"Aa' kan mau pergi selama beberapa hari jadi otomatis kita akan bertemu. Kalau kita lakukan olahraga hari ini sebagai salam terakhir sebelum Aa' pergi."
"Tapi kan kamu sedang sakit." Bagus menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik sang istri.
"Aa' tidak akan rindu pada Kania? Kita akan berpisah selama beberapa hari, loh." bibir wanita itu cemberut.
"Kan kita bisa melakukannya setelah Aa' pulang nanti."
"CK!" Kania berdecak kesal dan langsung membalikkan tubuh, membelakangi sang suami.
"Aa' tidak mau kamu kelelahan Kania." Bagus mendekat, memeluk tubuh mungil Kania dari belakang kemudian mengecup puncak kepalanya dalam, "Aa' tidak mau pergi dengan perasaan khawatir karena kamu kembali sakit, Kania."
"Kania sudah sembuh." wanita itu langsung melepaskan dekapan sang suami, mendorong tubuh besar itu hingga terlentang kemudian duduk diatas perut ratanya.
"Kania sudah lebih dari sembuh. Bahkan untuk menyenangkan Aa' semalamanpun Kania sanggup." ucap Kania sembari menggoyangkan tubuh bagian bawahnya yang menduduki perut sang suami.
"Stop!" tangan besar Bagus dengan cepat menangkap perut sang istri hingga gerakan yang dilakukan oleh wanita itu terhenti.
"A..." Kania merendahkan tubuhnya, menangkup wajah sang suami untuk diberi ciuman panjang di bibir.
"Anggap saja Kania minta olahraga untuk terakhir kalinya sebelum kita berpisah."
"Kita bisa melakukannya saat Aa' pulang dari Bandung nanti."
"Yakin?" Kania menundukkan wajahnya, mengecupi wajah Bagus lembut sebelum menyatukan bibir keduanya dengan hisapan-hisapan lembut, menggigit ujung bibir kasar sang suami kemudian menyusupkan lidahnya.
"Argh!" Tautan bibir keduanya terpisah dan Kania kini dijatuhkan dengan mudah oleh Bagus hingga membuat wanita itu terlentang di atas ranjang.
"Kenapa kamu terlihat tidak sabaran sih?" alis Bagus mengerut.
"Tidak tahu! Kania merasa setelah ini kita akan berpisah lama, A!" ucapan dari Kania justru membuat Bagus tertawa geli.
"Istri Aa' satu ini ada saja alasannya."
"Kalau tidak mau ya sudah! Minggir!" sentak Kania keras dengan wajah memerah, antara malu dan kesal.
"Manis sekali kalau marah." Bagus tersenyum, meraih wajah sang istri dan menciumnya lembut, "Kamu yang minta meskipun Aa' sudah bersikeras menolak, Aa' tidak akan berhenti sebelum Aa' puas, Kania." Bagus lantas melepas kaosnya dan membuangnya sembarang sebelum akhirnya kembali menunduk untuk mencium bibir sang istri. Mengecupi setiap inchi kulit halus Kania dengan memuja hingga membuat wanita itu memejamkan manicnya dengan bibir tergigit menahan desah.
"A!"
Bagus meninggalkan ceruk leher Kania. Nafas pria itu terdengar semakin kasar saat tangannya berusaha membuka kancing baju sang istri bahkan makian kasar sempat keluar dari bibir pria itu saat berulangkali gagal karena jemarinya terus bergetar karena nafsu hingga akhirnya membuat Kania membantu suaminya itu membantu membuka kancing piyamanya.
"Katanya tadi tidak mau?" ucap Kania sembari melempar atasan piyamanya ke lantai, "Tapi kok sepertinya bernafsu sekali." Kania mengelus pinggiran bra berenda yang dia pakai untuk menggoda sang suami.
"Saya hanya takut kamu belum sehat. Tapi melihatmu yang seperti ini, sepertinya sudah sangat siap menemani Aa' sepanjang malam." Bagus menaikkan penutup buah milik sang istri kemudian menundukkan kepala untuk memasukkan buah cantik itu kedalam mulutnya.
"Jangan terlalu keras!" pekik Kania saat sang suami menghisap puncak pink-nya dengan keras.
"Maaf." Bagus menjulurkan lidah, membelai buah Kania dengan gerakan memutar disetiap sisinya, "Buahmu sangat cantik dan lembut. Aa' selalu ingin memakan semuanya ke dalam mulut Aa'." Bagus mengelus kedua bongkahan milik Kania dengan memuja.
"Aa' ingin menikmati dirimu sebelum anak-anak kita lahir." Bagus semakin ke bawah, menciumi perut sang istri sebelum akhirnya menarik turun celana yang dipakai wanita itu.
"Hidangan utama." Bagus tersenyum lebar tepat dihadapan inti Kania hingga membuat sang istri memerah malu karena ditatap dengan nafsu yang membara sebelum akhirnya pria itu melucuti dirinya sendiri.
"Aa' tidak akan berhenti meskipun kamu berteriak minta berhenti, Kania." pria itu menatap manic sang istri dengan gelora yang membara.
"Iya, Kania tahu." angguk wanita itu sembari mengalungkan lengannya di leher sang suami.
Bagus yang mendapatkan lampu hijau tersenyum, mengecup dahi sang istri dengan lembut.
"Aa' masuk sekarang." Bagus mencium bibir sang istri kemudian menyatukan pusat tubuh keduanya secara perlahan.
"A!" Manic Kania terbeliak dengan deru nafas panas, menikmati benda asing sang suami yang masuk kedalam inti tubuhnya yang sensitif.
"Aa' akan bergerak sekarang."
"Yah."
Dan setelah itu hanya ada deru nafas keras disertai dengan erangan erotis yang menemani penyatuan mereka sepanjang malam.
"Sudah sana berangkat!"
"Iya." Bagus tersenyum sembari mengelus pipi Kania, "Setelah ini kembalilah ke kamar untuk istirahat lagi. Aa' tahu kamu pasti lelah."
"Ulahnya siapa itu."
"Iya. Iya. Itu ulah Aa'. Maaf ya."
"Hm." angguk Kania singkat, "Sudah sana pergi nanti terlambat tidak enak dengan karyawan yang lain."
"Aa' pergi sekarang." Bagus meraih kepala Kania dan mengecup puncak kepala wanita itu.
"Hati-hati di jalan." Kania melambaikan tangan begitu Bagus menaiki motor bebek miliknya. Sebenarnya ada mobil milik Kania namun pria itu enggan memakai sedan itu jika tidak bersama sang istri. Bagus tetap menolak menggunakan mobil sang istri meskipun hujan badai sekalipun.
"Tapi Aa' bisa sakit kalau kena hujan terus-menerus!"
"Ada jas hujan, Kania."
"Ya terserah maunya Aa' saja!"
Sungkan dan tidak mau menjadi bahan omongan karyawan kantor karena dianggap aji mumpung, begitulah kata Bagus dan Kania hanya menganggukkan kepala saja karena semua terserah pria itu.
Yang penting pria itu nyaman.
Kania membalikkan tubuh dan langsung bersitatap dengan sang adik tiri. Kania yang ingin mengerjai adiknya itu langsung mengibaskan rambutnya yang terurai hingga cap keunguan yang ditinggalkan oleh Bagus semalam terpampang dengan jelas.
"Mau kuliah?" Kania mengelus Kissmark di lehernya dengan tujuan pamer, "Kalau kuliah yang benar ya. Jangan jadi jalang untuk dapat nilai bagus." senyum Kania merendahkan. Kania melangkahkan kakinya masuk kedalam sembari menabrak keras bahu Catherine, "UPS, sowey." ejeknya sebelum menghilang dibalik pintu dan meninggalkan sosok Catherine yang bersungut-sungut emosi.
Sementara itu Bagus telah sampai di kantor, memakirkan motor bebeknya diantara motor karyawan yang lain kemudian masuk kedalam gedung dan ikut berdiri di depan lift bersama karyawan yang lain.
Ting!
Pintu lift terbuka dan Bagus langsung melangkah menuju kubikalnya berada, meletakkan tas di meja kemudian mulai menyalakan PC yang ada di depannya.
"Bagus."
"Ya?" Pria itu mengangkat kepala begitu punggungnya di tepuk dari belakang.
"Apakah kamu sudah dapat kabar terbaru mengenai proyek yang akan kita lakukan?"
"Belum." geleng Bagus pelan.
"Sebaiknya kita briefing sekarang." sang manager langsung meminta teamnya untuk berkumpul.
"Mungkin dari kalian ada yang sudah mendengar kabar ini dan ada juga yang belum. Jadi saya akan konfirmasi. Team akan dibagi dua, survei pasar dan survei kebun. Dan mohon maaf sekali Bagus, untuk Survei kebun, Tuan Suseno memutuskan untuk kamu ambil alih sendiri karena kamu dianggap tahu betul mengenai kualitas teh dan perkebunan." Manager itu menatap Bagus penuh sungkan, "Karena hanya Bagus ditunjuk otomatis sisa teamlah yang akan melakukan survei pasar. Jika ada hal yang perlu ditanyakan, silahkan."
"Apakah perkebunan yang perlu kita survei masih tetap sama dengan rencana awal?"
"Masih sama." angguk pria itu yakin, "Jika tidak ada yang perlu ditanyakan, kalian bisa kembali ke tempat kerja kalian masing-masing." Dan mereka kembali ke kubikal masing-masing untuk kembali bekerja.
"Maaf sekali kamu harus berangkat sendiri."
"Tidak masalah. Mungkin ini adalah cara Tuan Suseno menguji kualitas kerja saya." jawab Bagus lugas.
"Baiklah kalau begitu, ini kunci mobil yang akan kau pakai nanti." Sang manager memberikan kunci ditangannya pada Bagus, "Karena saat ini cuaca sedang tidak menentu, saya hanya bisa berkata untuk hati-hati di jalan. Jika ada apapun jangan lupa untuk menghubungi kantor."
"Baik Pak." Bagus menganggukkan kepalanya dan langsung membereskan berkas yang perlu dia bawa untuk survei.
"Hati-hati ya. Jangan ngantuk!" pesan beberapa orang rekan teamnya sebelum Bagus keluar dari lantai dimana dia bekerja.
Bip!
Bagus menekan remote kunci mobilnya dan sebuah city car langsung berkedip-kedip.
Bagus langsung membuka pintu kemudi dan masuk kedalamnya. Sebelum pria itu menjalankan mobil, dia masih sempat menghubungi sang istri untuk mengabarkan dirinya harus survei kebun saat ini.
"Kenapa mendadak sekali? Bukankah kalian sudah planning sebelumnya?" suara Kania protes begitu Bagus memberi tahunya, "Kenapa ayah tidak memberi tahu kita tadi? Ayah tidak mungkin lupa mengenai hal seperti ini. Ayah itu orangnya teliti, A!"
"Mungkin Ayah tidak mau membicarakan masalah pekerjaan di rumah."
"Tapi kan..."
"Tidak apa-apa, Kania. Namanya juga pekerjaan, semakin cepat semakin baik."
"Aa' pergi bersama siapa?"
"Sendiri."
"Kenapa harus sendirian?! Kalau Aa' lelah bagaimana?! Kalau nanti Aa' mengantuk?!"
"Aa' sudah biasa menempuh perjalanan jauh, Kania."
"Tapi tetap saja A! Bandung itu jauh! Apalagi cuaca sekarang sedang tidak menentu."
Dan Bagus mulai menatap langit lewat jendela mobil yang kini dia naiki, sudah sedikit gelap diiringi angin dingin mulai berhembus.
"Aa' akan berhati-hati jadi jangan khawatir." Bagus tersenyum karena sang istri begitu khawatir padanya, "Aa' tutup teleponnya sekarang karena Aa' harus segera berangkat."
"Ok hati-hati di jalan, A! I Love you, A! Cepat pulang jika urusan sudah selesai, Kania tunggu di rumah."
Tanpa sadar Bagus tersenyum lebar mendengar ucapan cinta sang istri meskipun harus wanita itu katakan lewat sambung telepon.
"I Love you too, Kania."
Tut Tut Tut.