My Cold Husband 15

1054 Words
"Gua harus gimana?" Tanya Reza yang menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi mobil sembari memejamkan matanya. "Gua udah duga dari awal bakal kaya gini," Ucap Dimas saat mengingat kejadian tadi. Untungnya Dimas langsung masuk sebelum dua orang itu melakukan hal yang lebih jauh lagi. Awalnya ia sangat khawatir saat Reza menyetujui ajakan mantan pacarnya itu untuk bertemu di ruang khusus Rella tetapi saat melihat Reza yang sepertinya tidak akan tergoda oleh wanita ular itu Dimas jadi yakin bahwa temannya itu tidak akan membuat masalah. Dimas mondar-mandir di depan tirai yang tertutup menunggu Reza yang tidak keluar-keluar padahal sudah hampir setengah jam lamanya. Perasaan nya menjadi tidak nyaman takut dugaan nya benar. Dan benar saja setelah mengumpulkan keberanian nya untuk menyingkap sedikit tirai dan matanya langsung melotot saat melihat pemandangan tak senonoh yang dilakukan di atas sofa. Dengan langkah lebar Dimas berjalan lalu berteriak memanggil nama temannya itu dengan keras. "Ga tau gimana andai tadi lo ga masuk," Reza meremas rambutnya saat perasaan bersalah muncul ketika mengingat istrinya. "Gua takut Rella berbuat lebih jauh lagi dari pada ini," frustasi Reza. Mereka sekarang sedang dalam perjalanan menuju kantor. Betapa bodohnya Reza rela meninggalkan meeting penting untuk pergi ke sebuah acara yang hampir membuatnya celaka. Berkali-kali lelaki itu merutuki dirinya sendiri yang masih belum bisa melupakan mantan kekasihnya itu. "Gimana kalau Jeni tau?" Ucap Reza pelan. Dimas menoleh menatap teman sekaligus boss nya itu "lo takut?" Tanya nya dan mendapatkan anggukan dari Reza. "Lo udah mulai ada rasa sama Jeni?" Pertanyaan Dimas membuat Reza diam. "Gua ga tau," ujar Reza dengan sedikit ragu. "Dari kejadian tadi berarti lo masih belum bisa lupain Gaby?" "Maybe." "Lo harus bisa tegas sama diri lo sendiri," nasihat Dimas sebelum turun dari mobil. ●●●●● "Udah dong Jeng," Jeni dan wina dari tadi tidak henti-hentinya membujuk Ajeng yang merajuk. "Menurut kalian mana cantiknya gua daripada si Gaby itu?" Tanya Ajeng setelah diam membisu. Jeni dan Wina saling tatap lalu menatap sahabatnya itu kembali. "Ya jelas cantikan lo lah," Puji Jeni supaya sahabatnya itu berhenti ngambek. Lebih tepatnya overthingking. Ketiga lelaki di depan Jeni itu hanya menonton Jeni dan Wina yang berusaha membujuk Ajeng. Memang terlihat seperti orang kehilangan arah. "Kalian coba ngapain ngikutin kita?" Tanya Wina jengah pada ketiga lelaki di depan mereka. "Ga tau," balas Ranu sambil menatap kedua sahabatnya. "Kelihatan banget pengangguran nya," sinis Jeni. "Sorry ya neng Jeni. Gini-gini duit ngalir terus loh," ujar Lufi sedikit tidak terima. "Bener sih kata Jeni. Kalian bertiga tuh kaya pengangguran tau," ucap Wina melihat lihat penampilan Ranu, Audi, dan Lufi. "Dari orang tua paling," Ajeng tersenyum mengejek. Kelima orang itu memicing menatap Ajeng yang barusan mengeluarkan kata-kata. Mereka berlima bersyukur cewek hitam manis itu kembali seperti semula lagi. "Kenapa liat gua kaya gitu?" Tanya Ajeng galak. "Neng Ajeng kalau lagi marah lucu deh," ucap Lufi sambil bertopang dagu. "Kulitnya jadi memerah makin tambah item," sambung Lufi tanpa beban. Ajeng melirik Lufi dengan mata laser nya. Cewek itu hendak berdiri tapi terhenti saat dua cowok datang menghampiri mereka bertiga. "Jadi ini alesannya ga mau ngajak kita nongki bareng lagi," Raffi menatap ketiga lelaki yang duduk bersama sahabatnya dengan pandangan meremehkan. "Kalian abis dari mana?" Tanya Jeni bingung. "Nenemin dia nonton idolanya," Rey menjawab pertanyaan Jeni sambil menunjuk Raffi dengan dagunya. Ajeng yang mendengar perkataan Rey melirik sekilas ke arah Raffi yang juga sedang menatap nya. Tiba-tiba iya jadi bad mood lagi. "Kita balik yuk," Ajeng meraih tas nya lalu memakainya. Jeni dan Wina yang menyadari Ajeng sedang menghindari Raffi hanya mengikuti cewek itu pergi meninggalkan kelima orang di sana dengan suasana yang sedikit panas. Saat sampai di mobil sport Ajeng, Jeni berhenti membuat Wina menatap nya bingung. "Kenapa Jen?" "Gua pulang naik taksi mau mampir di kantor bokap." "Ga mau kita antar?" Tawar Wina Jeni menggeleng. Wanita itu langsung berjalan ke pinggir jalan mencari taksi yang kosong. Saat sedang sibuk menoleh kanan kiri Jeni tak sengaja menangkap dua orang yang ia kenali sedang berjalan berdua. Tanpa pikir panjang wanita itu langsung menghampiri Naswa yang sedang bersama Adit. "Ngapain kalian di sini?" Jeni datang mengagetkan sepasang kekasih itu apalagi Naswa. "Hah. Anu kita lagi cari barang," Naswa menggaruk leher nya sambil tertawa paksa. Jeni menatap sepupunya itu dengan tangan bersedekap "kalian bolos?" Tanya Jeni mengitimidasi. Tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan nya Jeni menatap Adit "lo ngajak sepupu gua bolos?" "Kita lagi ada keperluan," Adit berusaha setenang mungkin. "Urusan apa?" "Itu Jen," Naswa menatap Jeni takut-takut. "Ah tau. Panas banget. Mobil lo mana Dit? Anterin gua pulang dong," Jeni langsung ngancir menuju mobil Adit. Naswa dan Adit saling tatap. Setelah ingat sesuatu kedua orang itu berlari mengejar Jeni yang sudah membuka pintu mobil. "Huh," Jeni menyanderkan tubuhnya lega ketika merasakan dinginnya AC menerpa kulitnya yang terekpos. Naswa duduk di kursi sebelah kursi kemudi dengan pelan. Gadis itu menatap horor benda putih yang berserakan di sekitar kaki Jeni. Ketika akan mengambilnya Naswa terkejut saat Jeni membuka mata. "Kenapa ga jalan?" Tanya Jeni pada Adit yang diam di kursinya. "Sesak banget sepatu gua," Jeni melepas high heels yang ia pakai lalu tidak sengaja melihat tisu bekas yang berceceran. Jeni meraih tisu itu lalu menatap nya horor. Naswa dan Adit yang melihat ekspresi Jeni ketar-ketir. Jeni memicing menatap Naswa dan Adit bergantian. Wanita itu menatap Adit lama membuat cowok itu mematung. "Lo main di mobil Dit?" Jeni mendekatkan tisu di tangan nya ke depan wajah Adit. Melihat Adit yang diam tak berkutik membuat Jeni berdecak "Modal dikit lah. Cari hotel dong masa main di mobil ga modal banget jadi cowok." "Mepet banget Jen," Adit menggaruk tengkuk nya. "Ck. Dasar cowok ga bisa tahanan." "Lontong kampus mana lagi yang lo bawa?" Tanya Jeni sambil melepas tisu di tangannya jijik. Wanita itu meraih tisu basah di dashbord lalu mengusap tangannya. Jeni semakin mengernyitkan dahinya jijik saat melihat sutra bekas yang ada di tempat sampah. Dahinya semakin mengernyit saat melihat keadaan sutranya yang masih terlihat baru digunakan. Jeni mencoba mengenyahkan pikiran negatif nya lalu duduk kembali seperti semula. "Lontong?" Beo Naswa bingung. "l***e kalau ga tau," ucap Jeni ringan. Naswa yang mendengarnya langsung melotot. Adit melirik Naswa sambil meringis. "Apa coba namanya cewek yang mau mau aja di gituin sama cowok cuman gara gara suka atau duit kalau bukan lonte." Jeni menatap sepupunya lekat "lo jangan mau digituin cuman gara-gara cinta." Ucapan Jeni sukses membuat Naswa diam tak berkutik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD