My Cold Husband 10

1191 Words
Setibanya di rumah mereka. Kedua suami istri itu langsung masuk ke dalam kamar. Tidak ada yang membuka percakapan dari perjalanan pulang hingga sekarang. Jeni duduk di pinggir ranjang setelah selesai mengganti bajunya ke piyama tidur. Gadis itu merenung memikirkan nasehat papinya. Apakah dirinya harus minta maaf kepada lelaki itu. Reza melengos di depannya menaiki ranjang membuat Jeni mendengus. Niat yang tadinya ingin minta maaf lenyap. Jeni berbaring memunggungi Reza sambil memeluk gulingnya. Mata gadis itu masih terbuka padahal sudah pukul setengah sebelas. Ia berbalik sehingga sekarang posisinya berhadapan dengan Reza. Mata lelaki itu terpejam entah sudah tidur atau tidak. Dengan pelan Jeni menyentuh bahu Reza membuat mata lelaki itu terbuka. Reza menatap wajah Jeni yang berada sangat dekat dengan wajahnya tanpa berkedip. "Aku minta maaf," ucap Jeni dengan mata menatap selimut yang mereka pakai. Reza diam memperhatikan istrinya itu. "Maaf karena ga minta izin mau pergi," Jeni mengangkat dagunya menatap wajah Reza. Melihat Reza hanya diam dengan pandangan datar membuat gadis itu gelisah "dimaafin ga?" "Ihh ko diem sih," Jeni memukul lengan Reza pelan. Reza terkekeh pelan melihat wajah cemberut istrinya. Ia langsung membawa Jeni ke dalam pelukannya sambil mengelus rambut istrinya lembut. "Lain kali jangan begitu," ucap Reza lalu mengecup kening Jeni. "Sekarang tidur udah malam." Jeni mengangguk dalam pelukan Reza. Gadis itu membalas pelukan hangat suaminya. Tak sampai lima menit Jeni sudah sampai di alam bawah sadarnya. Mendengar nafas teratur gadis di pelukannya Reza semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil istrinya. Ia sebenarnya tidak terlalu marah ketika Jeni pergi tanpa meminta izin padanya. Mengingat ia punya istri yang masih sangat muda itu sudah menjadi resiko karena Jeni akan lebih sering menghabiskan waktunya di luar bersama teman-temannya seperti anak muda pada umumnya. Tapi lelaki itu hanya ingin bersikap tegas terhadap istrinya agar tidak lupa bahwa gadis itu sudah memiliki suami. ●●●●● "Widih yang udah mau jadi mahasiswa," goda Jeni ketika Naswa duduk di meja makan. "Iya dong. Ga kaya elo pengangguran," setelah mengatakan itu Naswa tertawa meledek sepupunya. Jeni mendengus dengan muka masam "yang penting happy," balas Jeni. "Pagi abang," sapa Naswa pada Reza yang baru saja bergabung. "Mau makan apa?" Tanya Jeni. "Yang itu," tunjuk Reza pada sebuah piring yang berisi sayuran. Dengan taletan Jeni mengambilkan Reza nasi dan lauk sesuai keinginan lelaki itu. "Nih," Jeni meletakkan piring dengan nasi dan lauk yang penuh ke hadapan Reza. "Lo kira suami lo sapi?" Naswa tertawa melihat piring dengan nasi seperti gunungan kecil itu. "Kebanyakan ya," Jeni hendak mengambil kembali piring di depan Reza tapi ditahan oleh lelaki itu. Jeni dan Naswa menatap Reza yang kewalahan menghabiskan nasi yang tertinggal setengah. "Jangan dipaksa kalau udah kenyang," Jeni menarik paksa piring yang masih terisi banyak nasi dan lauknya itu. Reza terbatuk membuat Jeni panik langsung mengambilkan air putih memberikannya kepada suaminya. Naswa hanya diam menatap drama pagi suami istri di depannya. Gadis itu sempat bingung bagaimana bisa kedua kaka adik itu bisa menikah tetapi setelah tau penyebabnya ia menjadi sedikit kasian dengan Jeni yang masih muda seumuran dengannya harus kehilangan masa mudanya. Jeni hanya beberapa bulan lebih muda darinya. Jeni duduk di sofa setelah mengantar Reza ke depan. Naswa sudah berangkat naik taksi. Padahal sudah berkali kali ditawari mobil tetapi sepupunya itu tetap tidak mau katanya tidak ingin terlalu merepotkan. Sepertinya hari ini akan ia habiskan untuk bermalas malasan di rumah. Gadis itu berjalan menuju belakang rumah menuju sebuah gazebo di tengah tengah sebuah taman kecil. Di sana hanya terdapat sekitar lima bunga dengan pot kosong yang sangat banyak. Jeni menyentuh dagunya berpikir. Sepertinya ia tertarik menanam bunga. Supaya dia tidak terlalu terlihat seperti pengangguran. Setelah ini ia akan pergi ke toko tanaman hias untuk membeli bunga yang akan ia tanam di taman belakang rumahnya. Setelah mengganti baju rumahannya menjadi gaun cantik berwarna kuning ia pergi keluar rumah dengan tangan menenteng tas jinjing kecil berwarna putih. Rambutnya ia biarkan tergerai dengan tambahan polesan make up yang tidak terlalu tebal membuat tampilan gadis itu terlihat lebih dewasa. Jeni masuk ke dalam garasi menaiki mobil pemberian dari Rina. Saat akan menjalankan mobilnya ia ingat ia belum meminta izin Reza. Dengan cepat gadis itu mengirim pesan pada Reza memberitahu lelaki itu bahwa ia akan pergi ke toko tanaman hias. Reza yang sedang melakukan meeting melirik ke arah ponselnya yang menyala. Lelaki itu meraihnya dan mendapati pesan dari Jeni yang mengatakan akan pergi ke toko tanaman hias. Senyum tipis terukir di bibirnya memikirkan istrinya itu yang pasti kesepian di rumah makanya memilih mengurus taman di rumah mereka. Setelah selesai meeting Reza kembali ke ruangannya bersama asistennya yang bernama Dimas. "Setengah jam lagi bapak ada meeting dengan klien di luar," Dimas mengingatkan bos nya. "Hm. Kamu siapkan berkasnya." Setelah mengangguk Dimas keluar dari ruang kerja Reza meninggalkan bos nya yang sedang tersenyum. Reza membalas pesan Jeni dengan pertanyaan dimana toko tanaman hias yang gadis itu datangi. Berselang satu menit Jeni membalas pesan Reza dengan mengirimkan foto bunga mawar berwarna merah yang merekah indah. Istrinya itu meminta pendapatnya. Reza mengetikkan balasan dengan singkat sebelum beranjak keluar ruangan untuk menghadiri meeting yang diadakan di luar bersama asistennya. Setelah hampir dua jam ia habiskan untuk memilih bunga yang bagus Jeni dibantu pelayan toko membawa lebih dari sepuluh macam tanaman hias memasukkannya ke dalam bagasi. Setelah selesai membayar Jeni berniat pulang tetapi ketika melihat tidak jauh dari tempatnya berdiri ada penjual es kelapa muda gadis itu mengurungkan niatnya untuk pulang. Setelah memastikan ke kanan dan kiri bahwa tidak ada kendaraan ia berlari menyebrang. Dengan santai gadis itu berjalan di pinggir trotoar jalan tanpa peduli kulitnya akan menghitam karena terkena terik sinar matahari. Tanpa mempedulikan tatapan orang orang di sana Jeni tetap berjalan dengan percaya diri dengan langkah pelan seiring dengan ketukan heels yang ia pakai. Karena ia memakai dress berwarna kuning ia terlihat mencolok membuat orang orang memfokuskan pandangan mereka pada gadis cantik yang berjalan dengan rambut yang berterbangan diterpa angin. Tin Jeni menoleh ke belakang mendapati mobil putih. Lalu tidak lama keluar seorang lelaki dari balik pintu kemudi. "Ngapain di sini?" Tanya Rey pada Jeni. Setelah kejadian waktu itu Jeni dan Rey tidak pernah bertemu lagi. Padahal Rey sudah berkali kali mencoba mengajak Jeni untuk bertemu membicarakan tentang kejadian di villa nya waktu itu. "Bukannya lo lagi di bandung?" Tanya Jeni menatap Rey yang sudah berdiri di hadapannya. "Ga jadi. Lo mau kemana?" "Mau ke sana," Jeni menunjuk gerobak penjual kelapa muda. "Yaudah gua temenin sekalian kita ngobrol," Rey langsung meraih sebelah tangan Jeni dan menggenggam nya berjalan beriringan seperti sepasang kekasih. "Masalah kemarin gimana?" Tanya Rey pelan. "Udah clear. Meski gua harus dihukum ga boleh keluar rumah satu minggu," ucap Jeni bohong. "Nanti malam sibuk ga?" Tanya Rey. "Kenapa?" "Gua mau ngajak lo ke rumah. Nyokap bokap gua baru balik dari luar negri." "Kayanya ga bisa deh. Mami papi pasti ga ngebolehin gua," ucap Jeni cemberut. "Gemes banget sih," Rey mencubit pipi bulat Jeni pelan. "Gua kan emang gemesin," Jeni mengedip-ngedipkan matanya dengan lucu. "Kalo ga lagi di depan umum. Udah gua cium lo." Jeni tertawa mendengar perkataan Rey. Mereka berdua lanjut mengobrol sambil menikmati es kelapa muda dan batagor. "Kita berangkat malam ini," ucap lelaki itu dingin. "Baik bos. Saya akan menyiapkan segala keperluannya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD