My cold husband 3

1060 Words
Malam harinya Jeni duduk termenung di ranjang mengumpulkan nyali untuk meminta izin kepada kedua orangtuanya. Membayangkan dirinya tidak diizinkan membuat Jeni jadi murung. Ia harus meminta bantuan siapa untuk membujuk mami papinya agar memperbolehkannya ikut pergi liburan bersama temannya. Gadis itu menghela napasnya gusar lalu memutuskan turun ke bawah menghampiri Rina yang biasanya menonton TV di jam seperti ini. Ketika keluar dari kamarnya ia sempat melihat Reza sedang berdiri dengan ponsel yang menempel di telinga lelaki itu. "Baik. Besok saya akan berangkat ke Bogor untuk meninjau langsung proyek itu." Kakinya berhenti melangkah saat tidak sengaja mendengar perkataan Reza. Jeni langsung nyelonong masuk menghampiri Reza. Gadis itu menarik kaos putih yang digunakan lelaki itu dengan pelan "aku boleh ikut ga ke Bogor?" Jeni memberikan senyum termanisnya. Reza memandang Jeni aneh "kenapa?" "Cuman mau ikut aja. Sumpek tau di rumah mulu," gadis itu nyengir. "Boleh ya ya ya," Jeni menarik-narik ujung kaos Reza seperti anak kecil yang ingin sesuatu. "Izin mami papi dulu." "Okeh," Jeni langsung pergi menghampiri Rina di lantai bawah. Reza menatap Jeni aneh. Tumben sekali gadis itu ingin ikut dengannya. Ia membuka lemari baju dan meraih tiga lembar kemeja dari sana untuk ia bawa besok ke Bogor. Tiba-tiba lelaki itu tersenyum mengingat ia pergi besok tidak sendiri. Setidaknya ada Jeni yang menemani perjalanannya. Jeni sampai di hadapan Rina dengan napas ngos-ngosan membuat Rina menatap anaknya bingung "kamu abis maraton?" "Mami. Jeni boleh ga ikut kaka ke Bogor besok?" Jeni langsung nemplok di samping Rina. "Tumben mau ikut Kaka?" Tanya Rina. "Jeni sumpek tau di rumah mulu." Rina tersenyum sambil mengangguk "boleh, selama itu sama kaka." Jeni memeluk Rina kegirangan "makasih mami." Reza yang baru saja duduk di kursi seberang Jeni dan Rina memandang adik dan maminya datar. "Besok Reza ke Bogor ninjau proyek." "Iya. Jaga adik mu ini ya di sana." Jeni menatap Reza sambil tersenyum bahagia. Akhirnya ia bisa ikut liburan bersama teman-temannya. "Ngeri banget," Rina bergidik melihat siaran televisi tentang anak muda yang berhubungan seks di luar nikah dan ketika si wanita hamil, ingin meminta pertanggungjawaban pacarnya ia malah di bunuh oleh pacarnya itu karena tidak ingin tanggung jawab. Reza melirik Jeni yang bersandar di bahu Rina dengan nyaman. Mata gadis itu terlihat sayu seperti orang mengantuk. Ketika ia menoleh sekali lagi ternyata gadis itu sudah memejamkan matanya terlelap. "Mi," Reza menunjuk Jeni yang tertidur bersandar di bahu Rina. Rina langsung menatap Jeni di sampingnya. Wanita itu tersenyum sambil mengelus pipi anak gadisnya. "Udah waktunya Za," Rina menatap Reza sambil tersenyum. Reza berdiri dan menggendong Jeni membawa ke kamarnya. Saat berada di gendongan Reza Jeni terlihat seperti anak kecil karena tubuh gadis itu yang mungil. Ketika sampai di kamar Jeni, Reza tidak langsung merebahkan Jeni di ranjang melainkan sibuk menatap wajah polos Jeni yang tengah tertidur. Hidung mungilnya, bulu matanya yang lentik, pipi bulat nya yang kemerah-merahan. Berkali-kali lelaki itu berdecak kagum melihat pahatan sempurna tuhan yang ada di gendongan nya saat ini. Dengan pelan Reza membaringkan Jeni di ranjang. Saat ingin duduk di pinggir ranjang, ponsel di saku celananya bergetar membuat ia mengurungkan niatnya. Reza keluar dari kamar Jeni dan menutup pintunya pelan. Lelaki itu masuk ke kamarnya langsung menuju balkon. "Halo?" Napas lelaki itu seketika tercekat saat mendengar suara seseorang di balik telepon. Matanya tiba-tiba kosong menatap halaman rumahnya yang luas. Orang di balik telepon yang sedang berbicara tidak didengarkan oleh Reza. Lelaki itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Sesaat ia tersadar dan langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak. Reza langsung melempar ponselnya ke atas ranjang. Dengan frustasi ia meremas rambutnya. "Kenapa ga bisa?" Teriak nya dengan parau. Flashback on "Matamu cantik dan aku menyukainya," Reza membelai mata Rela yang tertutup. Reza ingin mengecup leher putih gadisnya. Tetapi matanya malah menangkap sebuah tato yang setengah terlihat dan setengah tertutup oleh piyama yang Rela kenakan. Dengan tangan bergetar lelaki itu membuka kancing baju Rela. Hanya dua kancing baju yang Reza buka dan di sana terpampang jelas sebuah tato dengan tulisan Baga. Reza langsung turun dari ranjang mengambil ponselnya. Lelaki itu membuka foto dirinya bersama teman-temannya. Ia memperbesar foto temannya yang tidak menggunakan atasan. Seketika ponsel yang ia pegang terjatuh ketika mengingat ucapan temannya "nih tato gua buat couple sama cewe gua. Kalo ada cewe punya tato kaya gini berarti dia cewe gua. Bagus kan," seorang lelaki dengan bangganya memperlihatkan tato bertuliskan Baga di punggungnya. selama ini temannya itu merahasiakan siapa kekasih nya. Reza seperti sedang tersambar petir. Bibir lelaki itu bergetar mengetahui hal yang selama ini tidak pernah ia duga. Ternyata temannya sendiri telah mengkhianati dirinya dengan merebut Rela dari dirinya. Keesokan harinya Reza langsung memutuskan hubungannya dengan Rela tanpa ingin mendengar penjelasan dari mantan kekasih dan temannya yang telah mengkhianatinya. Seminggu setelahnya Reza kembali ke Indonesia meninggalkan negara yang membuat luka di hatinya. Hingga tiba di Indonesia ia menemukan penyembuh lukanya. Flashback off Pagi-pagi sekali Jeni terbangun dari tidurnya. Gadis itu langsung masuk ke dalam kamar mandi mencuci wajahnya. Matanya menyipit saat melihat sebuah koper yang ada di dekat sofa. "Punya siapa?" Jeni membuka koper tersebut dan ternyata isinya adalah baju miliknya. "Siapa yang nyiapin?" Jeni menggaruk kepalanya bingung. "Mungkin Mami." Ketika sedang menuruni tangga Jeni berpapasan dengan Reza yang sudah rapi dengan kemeja navy dan celana hitam. "Emang kita berapa hari di sana?" Jeni menahan lengan Reza. "Empat hari." "Lama juga," Jeni bermonolog sendiri. "Pagi mi," gadis itu langsung memeluk Rina yang sedang menggoreng ikan. "Minggir dulu. Nanti tangannya kena minyak panas." Rina melepas pelukan Jeni di pinggangnya. "Kita bakal ga ketemu tiga hari loh mi. Jadi Jeni mau puasin meluk mami sebelum berangkat." Jeni kembali memeluk Rina yang hanya pasrah saja. "Dua puluh menit lagi kita berangkat." "Hah?" Kaget Jeni mendengar perkataan Reza. Langsung saja dengan terbirit-b***t gadis itu pergi menaiki tangga menuju kamarnya untuk mandi. Setelah lima menit mandi kambing, Jeni bergegas menggunakan pakaiannya. Saat mengetahui masih ada waktu sebelas menit lagi Jeni duduk di meja rias untuk memakai make up. "Dua puluh menit." Jeni langsung berdiri meraih tasnya dan menggeret koper mini miliknya. Di dalam mobil Reza berkali-kali mendengus kesal melihat Jeni yang tidak ingin melepaskan pelukannya pada Rina. Sudah sekitar sepuluh menit lamanya. Kesabaran lelaki itu habis. Reza turun dari mobil dan menarik Jeni untuk masuk ke dalam mobil. "Ck, drama," dumel nya. Rina tertawa melihat kedua anaknya yang lucu. Yang satu lebay yang satu dinginnya ga ketulungan. "Dadah mami," Jeni melambaikan tangannya dengan kepala yang menyembul. "Dasar bocil "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD