My cold husband 2

1046 Words
Saat ini Jeni sedang berada di depan gedung kantor papinya. Tujuan utamanya adalah menghampiri Reza. Kata Rina lelaki itu berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Jeni sangat takut kalau Reza akan Cepu ke mami papi nya tentang dirinya yang bisa mabuk. Jika Rina dan Liam tahu, Jeni tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya orang tua mereka. Saat SMA saja, ketika ia ketahuan merokok ia dimarahi habis-habisan oleh Liam. Pada saat itu Jeni hanya diam menunduk merasa bersalah sedangkan Rina menangis meminta suaminya agar berhenti memarahinya. Papinya itu memang tidak main-main orangnya. Kakinya melangkah memasuki gedung kantor untuk kedua kalinya. Dulu, pertama kesini saat ada acara besar-besaran yang diadakan oleh perusahaan papinya dan itu malam hari. Bagi Jeni perusahaan papinya tidak penting yang penting itu duit tetap ngalir. Jeni nyelonong begitu saja melewati segerombolan karyawati dengan rok span di atas lutut. Mereka memandanginya sinis, tapi Jeni tidak perduli. Saat sampai di depan ruangan papinya tanpa mengetuk lebih dahulu gadis itu nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu. Liam dan Reza yang sedang memeriksa berkas menoleh menatap Jeni . Sedangkan Jeni hanya memperlihatkan giginya yang rapi. "Maaf ganggu." "Kenapa?" Tanya Liam saat Jeni sudah duduk di sofa depannya. Suara ponsel memutus pembicaraan kedua orang itu. Liam pergi ke luar ruangan saat mendapati panggilan dari temannya. Dan itu kesempatan Jeni. Gadis yang memakai dress pink itu duduk di samping Reza sambil menatap Reza dengan sinis. "Aku mau ngomong." Reza diam memperhatikan gadis di sampingnya itu yang terlihat marah. "Soal tadi malam. Jangan bilang mami sama papi. Awas aja kalau berani bilang," Jeni memperlihatkan kepalan tangannya di depan wajah Reza. Reza menatap Jeni dengan alis terangkat. Bukannya takut lelaki itu malah tertawa dalam hati melihat Jeni yang sok-sokan mengancam dirinya. Bukannya terlihat garang gadis itu malah terlihat lucu dengan mata sipit yang ia pelototkan. "Ingat. Kalau sampai mami sama papi tau itu gara-gara kamu," Jeni dengan berani menunjuk wajah Reza membuat lelaki itu memundurkan wajahnya. Tanpa kata Jeni pergi meninggalkan Reza yang terdiam di tempatnya. Lelaki itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lucu. Menyenderkan kepalanya di sofa sambil mengurut pangkal hidungnya, tiba-tiba bibirnya tersenyum mengingat tadi malam. Adiknya itu benar-benar lucu. Reza menatap jam di tangannya. Saatnya makan siang. Lelaki itu memutuskan pergi ke restoran yang ada di depan kantor. Saat tiba di sana, dapat ia lihat sebagian besar dari pengunjung nya adalah karyawan dari kantor papinya. Ia memilih meja paling ujung karena kursi banyak yang penuh. Ia menatap sekeliling restoran yang sedang ramai. Banyak para karyawan yang menyapa dirinya terutama karyawan perempuan. Reza tau arti tatapan mereka karena sudah lama tinggal di negara bebas seperti Amerika dan ia tidak asing lagi dengan tatapan seperti itu. Ketika ia melarikan matanya ke arah pintu masuk resto, di sana ia melihat Jeni masuk seorang diri. Gadis itu seperti kebingungan karena tidak menemukan kursi kosong untuk duduk. Karena tidak tega melihat gadis itu seperti orang hilang dengan terpaksa Reza melambaikan tangannya memanggil Jeni. Dan itu tidak luput dari perhatian para pengunjung. Dengan malas Jeni melangkah menuju meja tempat Reza. Kalau bukan karena kursi yang sudah penuh ia ogah sekali semeja dengan lelaki itu. Seorang pelayan menghampiri mereka memberikan buku menu. "Udang asam manis." Pelayanan wanita itu menatap keduanya bergantian saat mendengar Jeni dan Reza yang mengatakan hal sama pada waktu bersamaan pula. Reza membuang wajahnya. "Saya ayam sambal aja mbak." Pelayanan itu pergi setelah mencatat pesanan mereka. Setelah pelayanan itu pergi tidak ada pembicaraan antar dua orang itu. Keduanya sama-sama membisu. Hingga beberapa menit kemudian pesanan mereka datang. Jeni menatap udang milik Reza yang begitu memikat. Melihat pesanan miliknya yang berupa ayam membuat Jeni menyesal mengubah pesanannya. Reza melirik Jeni yang memandang udang miliknya dengan wajah yang menggemaskan. Lelaki itu berlagak tidak perduli dan menikmati udang miliknya. Jeni menunduk menatap ayam sambal miliknya yang belum dijamah. Sepiring udang disodorkan kepada nya. Gadis itu mengangkat wajahnya menatap Reza. "Buat aku?" Matanya berkedip polos. Reza mengangguk dengan kaku lalu meraih piring milik Jeni. Dengan girang gadis itu memakan udang kesukaannya. Melihat Jeni yang memakan lahap makanan nya membuat senyum kecil terbit di wajah tampan Reza. "Umm" Jeni memasukkan suapan udang terakhir. Gadis itu menatap Reza yang memakan ayam dengan pelan. 'jahat banget ya gua?' batinnya bertanya ketika melihat wajah Reza yang seperti tertekan. Selesai makan siang, Reza disuruh Liam mengantar Jeni kembali ke rumah. Saat di tengah perjalanan gadis itu meminta diturunkan di sebuah mall besar dan Reza menurutinya. "Makasih. Hati-hati," Jeni melambaikan tangannya menatap mobil yang dinaiki Reza yang semakin menjauh. Jeni langsung berjalan memasuki mall di sana. Dia sedang ada janji bersama teman-temannya. Saat di eskalator matanya menatap dua orang yang familiar sedang berjalan berdua. "Jen," Wina melambaikan tangannya. Gadis itu sedang berada di sebuah toko pakaian wanita. Jeni langsung menghampiri Wina dan Ajeng. "Tumben ngajak ketemu." "Kita samperin Rey sama Raffi dulu." Mereka bertiga pergi ke sebuah cafe yang ada di mall. Ketika hendak masuk ke dalam cafe mata Jeni tidak sengaja melihat seorang yang baru saja ia lihat di eskalator tadi. "Gila, itu Gaby kan?" Tiba-tiba Ajeng menunjuk perempuan yang dari tadi jadi fokus Jeni. "Cantik banget sih," Wina juga ikut menimpali. "Gaby siapa?" Tanya Jeni bingung. "Itu loh Jen, Gaby penari yang terkenal itu." "Gaby anak pa Hansel?" "Yaps." Jeni menutup mulutnya takjub "pantes gua ngerasa ga asing." "Dengar-dengar dia itu katanya sering banget keluar negri buat tampil." "Beuh, pantas aja Raffi suka ngoleksi foto Gaby. Body nya mantap banget." Mereka duduk di meja yang sudah ada Rey dan Raffi di sana. "Raf kita baru aja liat Gaby," Wina memberitahu Raffi yang notabenenya penggemar berat Gaby si penari cantik. "Dimana?" Tanya Raffi cepat. "Baru aja." "Kabarnya sekarang dia tinggal di luar negeri sama ayahnya," Rey memberitahu. "Jangan bilang Lo juga ngefans sama Gaby Rey?" Tanya Ajeng menelisik. "Ga. Ngapain suka sama perempuan kaya gitu," Rey berucap santai. "Emang dia perempuan kaya gimana?" Tanya Jeni penasaran. "Weekend ini ada acara ga?" Rey mengalihkan pembicaraan. "Emang kenapa?" Jeni menatap Rey. "Rencananya kita mau nginep di villa papa gua yang ada di Bogor." "Ikut ga?" Tanya Rey sembari mengelus rambut Jeni yang dikuncir. Jeni mendadak murung "ga tau. Kayanya ga dibolehin deh." "Coba dulu izin sama mami papi." "Pasti ga dibolehin," Jeni cemberut mengingat ia anak strick parent. Pulang telat lima menit saja dia sudah ditelpon berkali-kali oleh Rina. "Coba dulu cantik," Rey mencubit gemas pipi gadis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD