My cold husband 5

1147 Words
Jeni duduk di sofa depan tv sambil menepuk perutnya yang begah. Tadi di terminal ia dan Reza memborong banyak sekali jajanan di sana. Ah lebih tepatnya ia bukan Reza. Lelaki itu hanya mencicipi sedikit itupun atas paksaan Jeni. Jeni meraih ponselnya yang ada di atas meja. Di sana terdapat beberapa notifikasi dari sahabat-sahabatnya. Jeni menghela nafas ketika tau sahabat-sahabatnya itu sudah berada di vila milik Rey. Pasti mereka sedang bersenang-senang di sana pikir jeni. Gadis itu berjalan menuju kamarnya. Saat melewati kamar yang ditempati Reza gadis itu menghentikan langkah kakinya. Selama hampir dua menit ia berdiri menatap Reza yang bolak balik kamar mandi. Ia mengerutkan dahinya lalu berjalan mendekat. "Kenapa?" Reza yang sedang duduk di pinggir ranjang menoleh "ga papa." "Bohong," jeni bersedekap d**a memandang Reza sinis. Sudah pasti lelaki itu berbohong. Jeni dapat melihat wajah Reza yang pucat dengan keringat yang mengalir di pelipisnya. "Cuma salah makan." Gadis itu mendengus sambil berjalan lalu menyentuh dahi Reza membuat lelaki itu kaget. Tidak panas tapi kenapa wajah Reza seperti orang yang sedang menahan sakit. "Abang kenapa sih?" Tanya Jeni jengkel. "Ga papa." Jeni memutar bola matanya "kalau sakit perut bilang aja kali." "Udah malam. Tidur sana." Jeni menatap Reza sekilas dengan pandangan sinis lalu melangkah pergi. Melihat Jeni sudah keluar dari kamarnya Reza segera mengunci pintu kamar. Sesampainya di kamar Jeni langsung merebahkan tubuhnya. Gadis itu menatap langit langit kamar dengan pikiran yang sudah lari kemana mana. Lamunan nya terhenti saat dering telepon berbunyi. Dari Rey. Dengan semangat gadis itu menggeser tombol berwarna hijau lalu menempelkan benda pipih itu ke telinganya. "Jen?" Suara serak milik Rey menyapa indera pendengarannya. "Hm, iya?" "Jadi jalan besok?" "Emmm, jadi apa ga nih ya?" Ucap Jeni sambil meletakkan jari telunjuk nya di dagu. "Serius Jen." Jeni tertawa kecil mendengar Rey memelas "jadi lah. Kalian tenang aja." "Yaudah. Besok gua jemput ya see you cantik." "Hm." Jeni refleks melepas ponselnya langsung menangkup kedua pipinya yang merona. Cowo itu selalu saja bisa membuat dirinya salah tingkah. Entah apa hubungan mereka Jeni sendiri bingung. Perlakuan Rey yang selalu lembut dan menjaganya membuat Jeni merasa spesial. Gadis itu tidak terlalu mementingkan status mereka. Begini saja, asalkan ia dan Rey nyaman. Jeni keluar dari kamar menuju dapur karena tenggorokannya kering. Setelah telpon di tutup oleh Rey, bibir nya terus saja berkedut membuat ia jadi haus. Saat di dapur ia berpapasan dengan Reza. Jeni hanya melengos tanpa repot menegur lelaki itu. ●●●●● Pagi-pagi sekali Reza sudah berangkat ke proyek, terbukti Jeni tidak menemukan lelaki itu padahal jam baru menunjukan pukul setengah tujuh pagi. Tidak memperdulikan lelaki itu Jeni duduk di meja makan dan menemukan sepiring nasi goreng. Jeni langsung melahap nasi goreng dengan telur mata sapi itu. Ia mengernyit saat merasakan nasi goreng itu tidak asing. Tidak terlalu mempedulikan rasa nasi goreng, Jeni melahapnya sampai habis. Selesai sarapan ia langsung menuju kamar untuk bersiap-siap. "Huh, akhirnya gua bisa bebas." ucap Jeni sambil berlari kecil menuju halaman rumah. Ia duduk di gazebo menunggu Rey menjemputnya. Cowo itu bilang ia akan tiba sekitar dua puluh menitan. Jeni sekali lagi bercermin menggunakan layar ponsel memastikan penampilannya. Gadis itu memilih memakai kaos oblong dengan celana jeans. Rambutnya ia biarkan tergerai. Benar saja tidak sampai lima menit Jeni menunggu mobil Rey tiba. "Langsung berangkat?" Jeni mengangguk sambil memasang seat belt pada tubunya. Rey menatap Jeni sambil tersenyum. Rey meraih tangan dengan jari lentik itu ke genggamannya "udah ijin sama abang lo?" Jeni menggeleng "tenang aja, Aman kok." Rey mengangguk "jadi malam ini lo nginap di vila?" Jeni terdiam sebentar "gua pikir-pikir dulu deh." Rey tersenyum menanggapi. Mobil Rey tiba di halaman vila yang berada dekat dengan perkebunan orang. Jeni turun dari mobil sambil tersenyum menatap sekeliling. Suasana di sini tenang ditambah udaranya yang segar. Beda sekali dengan jakarta. Rey menarik Jeni masuk ke dalam vila. Di dalam sudah ada para sahabatnya yang menunggu di sebuah kursi tepi kolam renang. "Jeni." Pekik wina girang. Jeni langsung duduk diantara Wina dan Ajeng. Gadis itu menoyor kepala Wina "alay." Raffi melempar rokok ke hadapan Jeni yang langsung di sambut oleh gadis itu. Jeni menghisap nikotin itu dengan nikmat. Sengaja ia mengeluarkan asapnya ke wajah Rey membuat cowo itu kesal. "Usil ya," Rey mencubit pelan pipi Jeni. "Malam ini rencanya kita mau ngapain?" Tanya Raffi. "Gimana kalau kita minum aja?" Usul ajeng. "Gua ngikut aja." Jeni mengangguk diikuti Rey. "Kita minum aja deh. Gua udah bawa banyak di mobil." Setelah berbincang dan bercanda sebentar mereka memutuskan untuk berenang karena cuaca sedang panas jadi air cocok untuk menemani mereka siang ini. Jeni sudah mengenakan bikini yang sengaja dibawa oleh Wina. Bukan hanya dia, Wina dan Ajeng juga sama mengenakan bikini. "Hati-hati nafsu lo liat," tegur Ajeng pada Raffi yang menatap mereka bertiga intens. "Kaga ada nafsu-nafsunya gua liat lo yang gepeng begitu," Ledek Raffi. "Mulut lo itu minta digampar emang," Ajeng berjalan cepat menuju kursi tempat Raffi duduk. Dengan brutal cewe itu mencomot bibir Raffi. Wina dan Jeni hanya menatap mereka tak peduli. Pemandangan seperti itu sudah sering mereka lihat sejak mereka SMA. Mereka berdua langsung turun ke kolam renang. Rey, cowok itu tidak terlihat entah dimana. "Sorry lama. Tadi pembantu baru datang," Rey datang dengan lima cangkir oranye jus di atas nampan. Rey menghampiri Jeni yang sedang duduk di pinggir kolam "nih," cowok itu menyodorkan minuman yang ia bawa tadi. "Siapa yang punya ide pakai baju beginian?" Rey menggeram kecil melihat lekukan tubuh Jeni di sampingnya. Jeni menoleh dengan wajah pongah "kenapa? Gua seksi kan?" Rey menatap Jeni dengan jakun naik turun. Gadis di depan nya ini benar-benar menguji iman nya. "Lo nafsu ya?" Dengan berani gadis itu menyentuh leher Rey yang panas. "Lo mancing gua?" Tanya Rey dengan suara rendah. "Ga tuh. Lo aja yang kepancing," Jeni semakin menjadi-jadi. Gadis itu memeluk leher Rey dengan tubuh yang ia mepetkan dengan cowo itu. Dengan sekali gerakan Jeni sudah ada di gendongan Rey. Sial, cowok itu tidak bisa menahan gairahnya. Ia segera membawa Jeni ke dalam vila. Saat sampai di kamar Reza merebahkan tubuh Jeni dan langsung menindihnya. Urat-urat lehernya terlihat sangat jelas bersamaan dengan napasnya yang memburu. Dengan kasar cowok itu mencium bibir Jeni yang tentu saja dibalas oleh gadis itu. Mereka berciuman sangat lama dengan lidah saling membelit. Tangan Rey tidak diam. Ia mengelus punggung polos Jeni karena bra yang Jeni pakai sudah lepas. Jeni mengalungkan tangannya pada leher Rey. Ciuman itu semakin dalam membuat dua orang itu lupa akan segalanya. Rey menurunkan ciumannya ke leher putih milik Jeni membuat gadis itu mengerang. Rey semakin bersemangat saat merasakan tubuh Jeni merespon dengan sangat baik semua sentuhan nya. Saat bibir nya akan menyentuh area d**a Jeni, cowok itu di tendang. Rey terhempas ke lantai. Jeni segera meraih selimut ketika melihat Reza datang langsung memukul Rey dengan membabi buta. Lelaki itu tidak membiarkan Rey lepas sedikitpun. Setelah melihat cowok di depannya terkapar tak berdaya. Lelaki itu menggendong Jeni menuju mobil dengan rahang yang mengeras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD