54. Meet Sameone

1459 Words
Hari telah berganti, malam manis telah berlalu. Alex tersenyum lebar sambil memandangi wajah gadis yang masih tertidur lelap di dalam pangkuannya. Pria itu sudah memandangi wajah Letty sejak subuh tadi ketika dia merasa kedinginan dan hendak mencari selimut namun, dia sedikit terkejut saat mendapati Letty tengah berbaring di sampingnya. Sepertinya benar, Alex sedikit mabuk semalam tapi, otaknya cukup merekam kejadian yang terjadi semalam. Alex benar-benar tidak menyangka jika gadis di sampingnya masih mempertahankan kesuciannya di saat wanita-wanita di luar sana sedang asik-asiknya bercinta sambil menggonta-ganti pasangan. Alex membawa tanannya mengelus pipi Letty namun tindakannya itu membuat tidur gadis di bawahnya terusik. Bulu matanya mulai bergerak dan perlahan manik abu-abu biru itu mulai terlihat. "Good morning," sapa Alex. Letty masih berusaha mengumpulkan kesadaran. Lantas Alex mendekatkan wajahnya dan memberi kecupan di dahi Letty. Gadis itu tersenyum, terdengar suara serak yang menggelitik telinga Alex. Letty meraih tengkuk Alex dan menahannya beberapa saat. Alex lalu membawa tangannya mengelus punggung Letty. "Tidurmu nyenyak?" bisik Alex. "Hem ...." Letty menyahut dengan suara rendah dan itu terdengar seksi di telinga Alex. Alex lalu menarik dirinya dan kembali menghadiahkan kecupan dan kali ini dia memilih bibir Letty. Gadis itu tersenyum di depan bibir Alex. "Jadi, apakah kau sudah memikirkan jawabannya?" tanya Alex. Keduanya masih mempertahankan dekapan di tubuh lawan. Letty menarik senyum simpul lalu perlahan menganggukkan kepala. "Kalau begitu apa aku bisa tahu jawabannya?" tanya Alex lagi. Kali ini Letty menggeleng. Gadis itu memilih untuk mendorong pelan tubuh Alex sehingga dia bisa leluasa untuk bangun dan berdiri dari ranjang itu. Letty berdiri dan merapikan pakaiannya kemudian mulai mencari alas kakinya. "Jawab aku, Letty." Alex mulai menuntut. "Tidak sekarang," ucap Letty. Dia menggoda Alex dengan sebuah senyuman. Tanpa Letty sadari senyumannya itu sangat berbahaya bagi Alex. Alex dengan cepat berdiri dari rebahannya lalu meraih tubuh Letty dari belakang sebelum gadis itu berhasil keluar dari teater pribadinya. "Alex ...." Letty membulatkan mata saat mengetahui perbuatan Alex. Dia berdecak lalu memberi tamparan pelan di tangan Alex yang melilit di pinggangnya. "Jawab dulu pertanyaanku baru kulepaskan," ucap Alex. Letty mendengus. 'Aku bisa dengan mudah membanting tubuhmu tuan arogan.' Batin Letty. "Kita hampir telat ke kampus. Ayolah ...," rengek Letty. Alex akhirnya melepas pelukannya namun dengan cepat dia memutar tubuh Letty hingga membuat d**a gadis itu menabrak d**a bidangnya. Bersyukur Letty bisa mengontrol dirinya. Bisa bahaya kalau Letty mengeraskan tubuhnya. Mungkin Alex akan terlempar seperti pria yang pernah menabrak Letty di kampus. Alex mendekap tubuh Letty. Dia kembali membawa wajah Letty berada dua inci di depan wajahnya. "Jawab aku," tuntut Alex. "Kau tidak butuh jawaban apa-apa Alexander, semalam sudah sangat jelas," ucap Letty. Alex menggeleng. "Semuanya belum jelas sampai bibir manismu memberikanku jawaban yang pasti," ucap Alex. Letty membawa kedua tangannya dan meletakannya di atas pundak Alex. "Jawabanku ...." TOK ... TOK ... Ujung atas bibir Letty terangkat membentuk seringaian. Gadis itu jelas tahu jika akan ada seseorang yang datang. "Tuan, Nyonya besar menunggu Anda dan nona Murphy," ucap suara di luar sana. Letty tersenyum lalu kepalanya bergerak menunjuk ke arah pintu. Dia memberi isyarat yang membuat Alex berdecak kesal. "Ibumu sudah menunggu kita, aku tidak ingin mengecewakannya," ucap gadis itu. Dia melepas tangannya dari pundak Alex. Memberi pria itu senyum menggoda sebelum lututnya berbalik dan akhirnya meninggalkan Alex di dalam kamarnya. **** "Apa kalian tidak bisa tinggal sehari lagi?" tanya Emery. Dia memegang satu sisi tangan Letty sambil memandang gadis itu dengan tatapan memelas. "Mom ...." Di samping Letty, Alex berdiri sambil merengek pada ibunya. Astaga, sejak tadi Emery terus mengulur waktu. Bahkan saat sarapan Emery sengaja membuat Letty larut dalam obrolan seputar Alex. "Maaf, Nyona Oliver, kami harus kembali. Kami tidak bisa membolos dari pelajaran kampus," ucap Letty. Dia tersenyum lalu mengelus lengan Emery. "Apa kalian akan berkunjung lagi?" tanya Emery. "Mom, anakmu itu aku. Astaga ...." Alex mulai kesal. Dia memutar bola mata sambil melayangkan tangan ke udara. Emery memanyunkan bibir. Mengedipkan mata pada Letty membuat gadis itu terkikik. "Well, sepertinya putra kesayanganku mulai kesal. Baiklah, kalian boleh pergi. Tapi jangan lupa untuk sering kemari, oke?" "Baiklah, sampai nanti." Letty meraih tubuh Emery kemudian memeluknya. Setelah Letty, Emery bergantian memeluk putranya. "Jaga dirimu," ucap Alex. Dia berbalik dan mereka hendak pamit lalu sebuah klakson panjang menghentikan langkah mereka. Alex mendongak lalu memicingkan mata saat melihat sebuah mobil limosin tengah mendekat ke arah mereka. "Ayo." Alex menarik tangan Letty untuk membawa gadis itu pergi dari sana. Dia tahu siapa yang ada di dalam mobil itu dan pria itu tidak ingin Letty bertemu dengannya. Namun, berbeda dari Alex, Letty malah menahan tangan Alex. Kakinya tidak mau beranjak dari sana. Alex memutar lutut, melirik kebelakang dan menatap Letty sambil mengerutkan kening. "Kau tidak ingin pergi?" tanya Alex. Letty menggeleng pelan lalu perlahan melirik ke samping, pada Emery yang tengah mematung di tempatnya berdiri. Letty jelas tahu siapa yang berada di dalam mobil namun, kemampuan yang di miliki gadis itu membuatnya bisa merasakan apa yang sedang di rasakan Emery saat ini. Emery hanya ingin anak dan ayah itu saling menyapa namun, sepertinya itu sangat sulit bagi Alex. Dia berdecak kesal lalu berbalik tepat saat mobil limosin itu berhenti di depan mereka. Seorang pria paruh baya turun dari sana. Jas putih itu tampak berantakan di tubuhnya. "Cih ... pasti dia habis mabuk-mabukan lagi." Alex bergumam sambil menatap sinis pria yang sedang berjalan menghampiri mereka. Sementara di samping Alex, Letty tengah berdiri dengan degup jantung yang berdetak meningkat. Ini merupakan kali yang pertama gadis itu bertemu dengan Marthin Oliver. Akhirnya tiba saatnya, dimana Letty bisa melihat wujud asli dari pria yang tengah memburu ayahnya itu. Wajah tegas dan tegang, arogan dan tatapan yang sanggup membuat orang lain merasa inferior namun di balik semuanya itu, ada keserakahan dan ambisi yang jelas sangat nampak di mata seorang Marthin Oliver dan Letty bisa tahu semua itu. 'Pria yang bisa melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sebenarnya dia tidak jauh berbeda dengan Fredrick.' Batin Letty. "Lihat ... siapa yang berkunjung," ucap Marthin. Dia berdiri tepat di depan putranya. "Oh, dan siapa ini?" Marthin berpindah, dia berdiri di depan Letty. Letty berusaha bersikap santai. Lantas gadis itu menarik senyum simpul. "Selamat datang Tuan Oliver," sapa gadis itu dengan ramah. "Cih ...." Alex masih terus mendecih. Dia menggeleng pelan lalu menjatuhkan pandangan kebawah. Marthin masih berdiri di depan Letty. Dia menatap Letty dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan menilai. Lantas Marthin menganggukkan kepala saat tatapannya mulai keatas dan berhenti di depan manik abu-abu milik Letty. "Berapa dia membayarmu?" ucap Marthin. "Marthin," Emery memberi peringatan lewat lirikan matanya namun itu tidak mungkin bisa membuat pria tua itu bungkam. "Kau pikir dia wanita seperti apa, hah?" Giliran Alex yang memberi peringatan. Dia berdiri di depan Letty dan menghadang tatapan ayahnya. "Cih ...." Marthin terkekeh sinis lalu membuang muka kemudian menggelengkan kepala. "Jadi ini alasanmu meninggalkan perusahaan dan memilih untuk kuliah? Kau ingin menikmati pubertasmu?" "Hentikan perdebatan kalian," hardik Emery. Dia berjalan kedepan lalu meraih lengan Alex. "Alex, cepat bawa Letty pergi dari sini," ucap Emery. Satu sisi tangan Alex mengepal dengan kuat dan dia masih menatap ayahnya dengan tatapan tidak bersahabat. "Terus bela anak tidak berguna itu Emery," ucap Marthin. Langkah Alex terhenti dia berbalik lagi namun, Emery dengan cepat memberi kode dengan matanya agar Alex cepat pergi dari sana. "Ayo bicara di dalam," ucap Emery dia hendak meraih lengan Marthin namun, belum sempat dia melakukannya, Marthin sudah lebih dulu menepis tangan Emery. "Kau dan anakmu, kalian sama-sama tidak berguna," ucap Marthin. Dia berbalik hanya untuk menatap Alex dengan sinis. "Menyusahkan." Emery tampak kalut. Dia ingin mengampiri Alex tapi badanya malah berputar dan akhirnya dia memilih untuk menyusul suaminya. "Ck!" Alex berdecak kesal lalu menarik tangan Letty. Dengan cepat pria itu membawa Letty kedalam mobil. Hidungnya kembang kempis dan rahangnya terlihat mengeras. "Pria tua sialan," gumam Alex. Tangannya siap memutar kunci lalu dia menginjak pedal gas kemudian melarikan mobilnya dari halaman luas itu menuju jalan raya. "Maaf, kau jadi harus melihat semua itu. Dan tolong lupakan perkataan pria tua itu," ucap Alex. Dia tidak melirik Letty. Tatapannya lurus kedepan dan tangannya meremas setir mobil dengan kuat. Alex masih sangat kesal. Letty berinisiatif untuk meraih tangan Alex. Dia mengelus telapak kekar itu. Alex akhirnya bergeming. Dia memutar wajah dan menatap gadis di sampingnya. "Tidak apa-apa. Anggap saja aku tidak melihat semuanya," ucap Letty. Entah mengapa perkataan Letty membuat Alex sedikit tenang. Sentuhan Letty di kulitnya seolah menghantarkan kedamaian. Alex tersenyum. Dia meraih pundak Letty untuk mendekat padanya kemudian Alex menghadiahkan kecupan di puncak kepala Letty sebagai ucapan terima kasih karena gadis itu telah berhasil menenangkannya. "Aku benar-benar akan menjadi pria paling beruntung jika aku benar-benar mendapatkanmu," gumam Alex. Letty hanya tersenyum. Dia tidak bisa membanggakan diri karena, Letty perlu berawas diri sebab semua ini sebuah kepalsuan dan perasaan Alex padanya tidak akan bertahan lama sampai Alex tahu siapa gadis itu sebenarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD