55. A Dinner

1657 Words
Letty tengah bersiap dengan atasan berwarna hitam dengan corak di d**a lalu bawahan selutut berwarna cerah. Rambut yang terurai dan riasan tipis di wajah. Tampilan yang sederhana namun, itu saja sudah membuat penampilan gadis itu sangat memukau. Senyum di bibir gadis itu saat dia menatap dirinya di depan cermin. Letty mengepit-epitkan bibirnya atas dan bawah setelah jarinya selesai mengoleskan lipstik berwarna peach di bibirnya. Tadi sore, seusai kegiatan di kampus, Alex meminta Letty untuk bersiap dan memohon padanya untuk makan malam bersama. Letty tidak berpikir lagi. Dan juga, sepertinya sangat sulit menolak permintaan Alex. Gadis itu tahu seberapa kekeh pria itu. Dia pasti akan mengejar dan menuntut hingga Letty mengatakan 'iya' dan menerima ajakannya. Tapi di sisi lain, Letty juga sepertinya sudah menentukan pilihan hatinya. Ajakkan makan malam itu sudah pasti di buat Alex agar Letty segera menjawab pertanyaannya. Maka dari itu, gadis itu tengah mempersiapkan diri, berdandan sedikit akan membuatnya lebih siap. "Selesai," gumam Letty. Dia berdiri dari meja rias dan bersiap menuju walk in closet untuk mencari sepatu yang akan dia kenakan. "Kau mau kemana?" Letty memutar lutut saat mendengar suara itu. "Oh, hai Cade," sapa Letty sambil mengulas senyum di wajah. "Aku akan keluar," ucap Letty tanpa memperjelas kalimatnya. Chester melangkah masuk sambil menyembunyikan tangannya di belakang punggung. Dia mendekati Letty yang tengah sibuk memasang sepatu hak tinggi di kakinya. Lantas pria itu menyerahkan sebuah map berwarna biru yang sejak tadi di sembunyikannya di balik punggungnya. Letty mengerutkan dahi, kemudian perlahan mendongakkan kepala. Dia mengerutkan dahi saat maniknya bertemu dengan map berwarna biru itu. "Apa ini?" tanya Letty. "Data dari sindikat empat pilar. Aku berhasil mengumpulkan semua data mereka sesuai permintaanmu," ucap Chester. Letty mengangguk kecil lalu meraih map itu dari tangan Chester. Lantas gadis itu mulai membuka lembar demi lembar di dalam map tersebut. "Kau sudah berhasil menguasai salah satu pilar sindikat yaitu Yakuza. Kini, Jo sudah mengurus The Rebels. Dia akan mengirim kode saat situasi sudah memungkinkan bagi kita untuk menyerang. Sejauh ini, dia masih berusaha membangun kepercayaan dari Nate. Gadis itu ternyata dulunya adalah mantan kekasih Nate jadi, kuharap kita bisa mengandalkan dia," tutur Chester. Letty hanya mengangguk. Fokusnya ada pada lembar putih di tangannya. "Bagaimana dengan The Gunz One?" tanya Letty. "Mereka sedikit istimewa dan berbeda. Kelompok ini bergerak dalam kabut. Para anggotanya sulit sekali terdeteksi. Mereka bekerja sama dengan Black Glow hanya untuk membeli racun istimewa milik Black Glow. Tapi, sejauh yang aku tahu, sepertinya tugas mereka sama seperti Hydra yang membaur dengan para pejabat negara." "Apa mereka punya markas?" tanya Letty. Wajahnya berubah serius ketika selembar kertas berisi salah satu identitas dari sindikat tidak terlalu lengkap. "Mungkin. Aku masih belum bisa memastikannya. Seperti kataku, para anggotnya bergerak dalam kabut. Tidak pernah ada yang tahu seberapa besar kekuatan mereka dan seberapa kuat pengaruh mereka," tutur Chester. Letty mengangguk-anggukan kepala lalu kemudian dia menutup map itu dan menyerahkannya kepada Chester. "Segera kirim pesan pada Jo dan katakan untuk mempercepat misi. Kirim orangmu untuk memburu markas The Gunz One dan ohya ...." Gadis itu berbalik lagi setelah mengambil tas selempangnya. "Kita akan terbang ke New York akhir pekan. Sepertinya dia akan memperkenalkan aku secara resmi kepada semua anggota," lanjut Letty. Chester mengangguk. Dia tidak lagi berusaha mengajak Letty berbicara sebab gadis itu kelihatannya sangat terburu-buru. Bunyi bel pintu membuat Letty mempercepat langkahnya. Dia sangat tidak sabar untuk segera membuka pintu rumahnya. "Good evening," ucap pria yang tengah memakai jas kasual berwarna abu-abu. Letty tersenyum lantas jantungnya berdetak meningkat ketika pria di depannya mengulurkan tangannya. Gadis itu maju lalu melilitkan tangannya di lengan Alex. "Kenapa kau tinggi sekali, hah?" gumam Alex. Entah mengapa untuk pertama kalinya dia menjadi inferior saat melihat postur tubuh gadis di sampingnya. "Seberapa tinggi kau, hah?" ucap Alex. Tangannya meraih pinggang gadis itu. Mereka berjalan berdampingan menuju lift. "Mmm ... mungkin 174," ucap Letty. Mereka tiba di dalam lift dan langsung masuk saat lift terbuka. Sementara di ujung koridor berdiri seorang pria yang tengah menatap mereka sambil memicingkan mata. Mata yang di penuhi curiga, penasaran tapi ada juga sedikit perasaan kecewa. **** Mercedes Benz CLS-class milik Alexander Oliver melambat saat pria itu membelokkan setir memasuki sebuah restoran mewah di kawasan Regent Street. Bangunan klasik namun tetap elegan dengan semua furniture mewah dan sangat kental nuansa romantis. Alex membawa tangannya melingkar di pinggang Letty dan memeluknya dengan protektif sambil membawa gadis itu ke meja yang telah di pesannya. Seorang pelayan  menghampiri mereka. Memberi mereka masing-masing sebuah buku menu. Hanya butuh dua menit bagi keduanya untuk bisa menentukan makanan apa yang hendak mereka santap malam ini. Kemudian setelahnya mereka memberitahukan kepada pelayan restoran. "Minumnya," tanya pelayan itu. Alex menatap gadis di depannya, memberi kode dengan matanya agar gadis itu bisa memberikan nama minuman yang hendak mereka nikmati sebab Alex tahu gadis di depannya punya selera sendiri dalam menentukan minuman. "Missionary's Downfall," ucap Letty. Dia menyebutkan nama menu beverage yang ada di dalam buku. Pelayan itu kembali mengkonfirmasi pesanan mereka kemudian segera beranjak dari sana dan meninggalkan dua orang itu. "Bagaimana tempatnya?" tanya Alex. Letty menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan kemudian gadis itu mengangguk-anggukan kepala. "Beautiful," ucap gadis itu. Alex tersenyum. Dia meraih tangan Letty yang menganggur di atas meja lalu membawanya ke bibirnya kemudian mengecupnya. Letty membalasnya dengan tersenyum. Mereka menikmati malam sebelum jamuan mereka tiba hanya dengan saling menatap dan Alex tidak bisa berhenti memuji kecantikan wanita di depannya. Beberapa saat kemudian dua orang pelayan datang sambil membawa pesanan mereka. Letty dan Alex lalu mulai menikmati hidangan mewah di depan mereka, sambil sesekali saling mencuri tatapan, melempar senyum dan keduanya begitu menikmati malam ini. "Kau menikmati makananya?" tanya Alex. Dia meraih sapu tangan di samping lalu membersihkan bibirnya. Letty pun melakukan hal yang sama. "Hmm ...," sahut Letty. Alex mengangkat botol liquor kemudian menuangkannya di gelas Letty lalu beralih di gelasnya. "Mmm ... bagaimana kalau kau mulai menceritakan tentang dirimu," ucap Alex. Letty mengulum senyum. Dia meraih gelas di depannya kemudian segera meneguk liquor itu. "Aku adalah aku," ucap Letty. Alex terkekeh kecil. "Maksudku ceritakan kehidupanmu sebelu datang ke London. Tentang kehidupanmu di Northampton," ucap Alex. "Mmm ... aku tinggal di rumah bersama ibu dan ayahku, lalu kami pindah ke London dan melanjutkan hidup di London. Kehidupanku sama seperti semua gadis, bersekolah dan menghabiskan waktu dengan membaca buku. Bagaimana denganmu?" tanya Letty. Gadis itu berusaha mengalihkan pembicaraan, karena sebenarnya tidak pernah ada kehidupan di Northampton. Letty tidak ingin terlalu menceritakan sesuatu yang tidak nyata kecuali jika Alex terus mendesaknya. Alex memanyunkan bibir sambil mengangkat kedua bahunya. "Tidak menarik," ucap Alex. "Menjadi CEO sebelum berumur dua puluh tahun, wajahmu selalu berada di bagian depan majalah bisnis di London. Seorang maestro, pemusik, dan penggemar film cartoon." Alex terkekeh lalu menggelengkan kepala. "Ibuku pasti menceritakan kisah yang panjang padamu," ucap Alex. "Tidak, kau salah," ucap Letty. Alex mendongak menatap gadis di depannya. "Aku tahu karena kau sangat terkenal di London." Letty mengulas senyum tipis sebelum membawa gelas liquor ke bibirnya. "Sekarang kau baru mengakuinya, jika aku populer." Gadis itu hanya menanggapi ucapan Alex dengan menaikkan satu sisi bahunya. Gadis itu tidak ingin lanjut memuji pria di depannya karena dia tahu sifat arogannya akan muncul dan membuat gadis itu kesal. Alex mengambil sapu tangan untuk membersihkan tangannya. Kemudian dia menyingkirkan botol liquor yang menghalangi jaraknya dengan gadis di depannya. Alex meraih satu sisi tangan Letty di atas meja. Iris coklat itu kemudian menatap gadis di depannya. Pria itu menarik napas kemudian berdehem untuk mencari sebuah keberanian. Entah mengapa untuk pertama kalinya pria yang memiliki tingkat kepercayaan diri tinggi itu, tiba-tiba merasakan gugup dan debaran hebat di dadanya hingga membuatnya hampir tidak bisa mengatur napas dan bahkan lebih susah payah untuk mengeluarkan suara. "Letty," panggilnya. Letty segera menaruh gelas di tangannya. Senyumannya tampak melebar merekah, memenuhi wajahnya, dan maniknya fokus menatap sepasang iris di depanya. "Maukah kau jadi kekasihku?" lanjut Alex. Letty menarik napas saat dia merasa jantungnya mulai berdebar meningkat karena tangan yang sedang memegangi tangannya seolah menghantarkan aliran listrik yang sanggup membuat gadis itu hampir bergidik. "Alex," panggilnya. Dia menumpuk tangannya di atas tangan pria itu. "Aku takut akan membuatmu kecewa," ucap Letty. Alex lantas mengerutkan dahinya. "Aku tidak melihat potensi jika aku akan kecewa padamu, miss Murphy," ucap Alex. Tangannya semakin kuat memegang tangan gadis di depannya. "Jika iya katakan iya, jika tidak aku akan menerimanya," ucap Alex. Letty kembali dilanda dilema. Padahal saat di apartemen dia sudah sangat yakin dengan keputusannya. Namun saat menatap sepasang iris coklat di depannya, gadis itu kembali di landa rasa bersalah, namun ... ada perasaan yang lebih besar dari perasaan bersalah itu dan Letty ingin memberi kesempatan pada perasaan itu. Letty memilih untuk menarik napas panjang, itu akan membuatnya lebih baik. Sekali lagi, gadis itu hanya ingin memberi kesempatan pada sebuah kalimat yang terlalu lumrah di kalangan gadis seusianya. Entah apakah setelah ini semuanya akan baik-baik saja, Letty hanya ingin merasakan bagaimana rasanya mencintai dan dicintai. "Iya, aku mau." Akhirnya Letty memilih untuk menerima perasaannya dan menerima permintaan Alex untuk menjadi kekasihnya. Namun setelah mengatakan hal itu, ada satu sisi dalam diri Letty yang merasa bahwa dia perlu awas diri. Pria itu telah menyatakan perasaannya dan bahkan dengan sabar menanti jawaban dari Letty. Gadis itu ingin mencoba membuka hatinya untuk pria di depannya, walau setelah ini dia juga harus memikirkan sesuatu. Tidak bisa di pungkiri Alex adalah anak dari Marthin Oliver yang adalah musuh ayahnya. Entah Fredrick akan setuju atau tidak dengan hubingan mereka, lagi pula Alex juga tidak mungkin memaafkan Letty jika tahu gadis itu telah membohonginya. Namun ... sekali lagi, gadis itu hanya ingin merasakan bagaimana indahnya jatuh cinta itu. "Terima kasih," ucap Alex lalu dia mengecup punggung tangan Letty. 'Maaf Alex, aku ternyata hanya seorang gadis egois. Aku hanya ingin mencintaimu hingga aku harus rela membohongimu. Dengan identitas palsu ini, aku hanya ingin hidup sebentar saja dan merasakan bagaimana perasaan berdebar-debar yang kadangkala membuatku ingin hancur. Aku janji, akan melindungimu. Tidak akan kubiarkan Fredrick menyakitimu. Biarkan para orang tua itu berseteru dan mari kita tulis kisah kita sendiri,' Batin Letty.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD