DELAPAN

1230 Words
Mulut Selly tidak bisa berhenti berdecak kagum saat Gabe membawanya pergi ke rumah pria itu. Desain bangunan mewah yang membuat pupil matanya bergetar itu benar-benar membuat Selly takjub. “Ini rumah kamu?” tanya Selly dengan mata yang sibuk menelajah ke dalam rumah itu. “Iya.” Gabe melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa yang ada di ruang tamu rumahnya. Tangannya masih membawa tas besar berisi pakaian Selly. “Tapi saya baru beli ini dua minggu yang lalu. Karena saya sibuk, saya belum sempet kesini. Jadi karena hari ini juga pertama kalinya saya kesini, kamu bebas mau pilih kamar dimana. Kamu yang pilih.” Selly menghampiri Gabe dan duduk di dekat tasnya yang pria itu letakan di atas sofa. Wanita itu kini tengah menerka-nerka, sebenarnya berapa banyak total kekayaan pria itu hingga bisa membeli rumah sebagus itu dan tak mengunjunginya sama sekali. “Apa katanya tadi? Aku yang pilih?” batin Selly terkejut. “Saya … yang pilih … kamar?” tanya Selly dengan suaranya yang pelan. “Kamu mikir apa?” Gabe tertawa. “Itu … kamar? Maksud kamu ….” “Maksud saya, bebas kamu mau pilih kamar dimana. Saya nanti pilih kamar setelah kamu. Kamu kira saya mau ngajak kamu tidur di satu kamar yang sama, gitu?” Tawa Gabe menggema di seluruh penjuru ruangan, melawan wajah Selly yang memerah. SELENA’S P.O.V Jangan salahkan aku jika aku salah paham dengan perkataannya. Bukannya sudah jelas jika dia yang mengatakannya setengah-setengah?! “Ekhm.” Aku berdehem pelan karena tiba-tiba saja tenggorokanku menjadi serak. Tawa Gabe mereda. Pria itu menatapku dengan sisa tawanya. “Kamu kenapa salah paham terus sama kata-kata saya?” tanyanya. “Gimana saya enggak salah paham?! Kamu ngomongnya setengah-setengah!” Suaraku sedikit meninggi untuk menghilangkan rasa malu yang tak mau pergi dari kepalaku. “Kalo yang ada di kepala kamu itu bersih, kamu enggak akan nyambungin ucapan saya ke hal kotor, kan?” tanya Gabe membuatku terdiam. Aku sudah kalah telak! “Saya mau pilih kamar sekarang kalo gitu!” Aku berusaha kabur dari pria itu. “Sel,” panggil Gabe menghentikan langkah kakiku yang belum sempat berpindah. Aku menoleh dan menatapnya dengan wajah bertanya-tanya. “Kamu kenapa nangis?” tanya Gabe. Jantungku rasanya mencelos keluar. Bagaimana jika dia mendengar kata-kataku di telepon tadi? “Saya enggak nangis.” Aku tak akan mengiyakan pertanyaannya. Tidak akan! Aku takut Gabe tahu pekerjaanku yang sebenarnya. Aku tak ingin dia menuntutku karena telah menipunya. “Mata kamu kayaknya bengkak,” ujarnya dengan tatapan yang seolah sedang meneliti wajahku. “Saya enggak na—” “Kalo enggak nangis, yaudah. Saya cuma nanya, kok.” Gabe bangkit dari duduknya. “Ayo, saya juga mau milih kamar.” ****** Suara ketukan pintu terdengar saat aku keluar dari dalam kamar mandi dengan mengenakan jubah mandi. Seumur-umur, aku baru pertama kali merasakan mandi di dalam Bathtub. Apa ini ya, yang dirasakan orang kaya setiap kali mereka selesai mandi? Beban hidupnya seperti menghilang sehabis berendam. Tok … tok … Suara ketukan pintu kembali berbunyi, menghilangkan lamunanku yang masih terlena dengan indahnya mandi sambil berenang. “Sebentar!” Aku tiba-tiba panik karena belum mengenakan pakaian. Ditambah lagi, aku sendiri lupa sudah mengunci pintu kamar atau belum saat hendak mandi. Knop pintu yang bergerak itu membuatku semakin panik. Gabe membuka pintu kamarku. Sosoknya berdiri dengan gagah. Tuxedo yang seolah diciptakan khusus untuknya itu membalut pas di tubuh atletisnya. “Kenapa enggak bilang kalo kamu belum pake baju?” Suaranya terdengar malu-malu saat tubuhnya berbalik membelakangiku. “Kamu langsung masuk waktu saya bilang sebentar!” Aku ikut membalikan tubuhku membelakanginya. “Ada apa?” “Saya bawa gaun. Saya kira kamu enggak punya gaun. Jadi saya pesan ini tadi waktu nganter kamu ke kosan kamu. Saya taro di sini, ya.” Tak lama terdengar suara langkah kaki yang menjauh. “Oh iya, kamu bisa dandan, kan?” “Iya. Saya bisa,” jawabku dalam kebingungan. “Dandan juga jangan lupa.” Suara pintu yang di tutup menyelinap masuk ke dalam telingaku. Aku pun membalikan tubuhku dan mendapati sebuah kotak dengan pita besar terkulai di atas tempat tidur yang ada di kamarku. Aku menghampiri kotak itu lalu membukanya. Sebuah gaun dengan warna senada dengan yang Gabe kenakan tadi entah mengapa membuat senyumku mengembang. Baru pertama kali ada yang memperlakukanku seperti ini. Dari dua puluh satu tahun hidupku yang malang, akhirnya ada juga orang yang perduli kepadaku. “Tapi … ngapain dia nyuruh aku pake ginian sama dandan coba kalo cuma mau kenalan sama keluarganya doang?” ujarku yang bernapas lega karena membawa Beauty Case milik Lori ke rumah ini. Sepertinya aku harus cepat-cepat mengembalikan itu pada Lori. Menuruti apa yang Gabe katakan, aku pun segera bersiap untuk menemani Gabe pergi meski masih menerka-nerka, sebenarnya kemana dia akan membawaku pergi? ***** Mobil yang dikendarai oleh supir yang kuketahui bernama Pak Guntur ini berbelok ke sebuah … hotel? Dahiku berkernyit sementara Gabe hanya diam saja sepanjang perjalan ini. Ponsel pria itu malah yang berbunyi nyaring, menggantikan suaranya yang hilang entah kemana. Aku menolehkan kepalaku ke arah Gabe, ku rasa wajahku sudah cukup menjelaskan jika aku bertanya-tanya mengapa dia membawaku kesini. Gabe yang menyadari perbuatanku yang tengah menuntut jawaban itu akhirnya menoleh juga ke arahku. “Kamu inget, kan? Jangan ngomong apa-apa. Biar saya yang jawab kalo ada yang nanya tentang kamu,” ujar Gabe membuatku semakin pusing memikirkan segala bentuk alasan yang logis untuk seorang pria kaya raya menikahi perempuan secara random. “Satu lagi, jangan bilang apa-apa tentang nama kamu.” “Terus saya harus diem aja gitu kalo ada yang nanya nama saya?” Entah mengapa ucapan Gabe membuatku sedikit kesal. “Kamu bisa pake nama samaran, nama lain, atau nama apa pun.” Gabe menjawab dengan enteng. “Ngapain saya bohong? Cuma nama masa saya sampe harus bohong?” Aku bersedekap. “Mereka bisa cari tau siapa kamu cuma dengan nama.” Ucapan Gabe membuatku menegang di tempat. “Bulan. Kalo gitu saya pake nama Bulan sekarang.” Aku menjawab cepat. Namun senyum mengembang dibibirku, memikirkan Bulan dan Bintang yang berpasangan seperti aku dan Gabe sekarang. Sejak mengetahui nama lengkapnya, entah mengapa aku berpikir jika kami akan ditakdirkan untuk bertemu lagi. Selena untuk bulan dan Auriga untuk rasi bintang. Seseorang membukakan pintu mobil untuk kami. Kami berdua pun turun dan Gabe menyuruhku untuk melingkarkan tanganku di lengannya. Keningku mengernyit saat ternyata Gabe membawaku ke sebuah pesta pernikahan yang benar-benar mewah itu. Sebuah pesta yang hanya bisa aku saksikan dari depan layar kaca. Tanpa sadar aku bergumam pelan saat membaca nama kedua orang yang tengah menjadi raja dan ratu semalam di pesta pernikahannya yang kami datangi malam ini. Gabe melambatkan langkah kakinya saat seorang wanita yang sudah berumur berjalan mendekat ke arah kami. “Kamu kemana aja?” tanya wanita tua itu pada Gabe, mengabaikan aku yang ada di sisi pria yang kini sudah menjadi suamiku itu. Wanita tua itu menarik Gabe, berusaha melepas paksa Gabe dari pegangan tanganku. Aku yang tidak tahu harus berbuat apa pun melonggarkan tanganku, membiarkan suami dadakanku itu pergi bersama wanita tua itu. “Kenapa dilepas?” Gabe tiba-tiba saja berbalik, meninggalkan wanita tua itu yang menatap sinis kearahku. Aku menatap bingung ke arah suamiku itu. Belum sempat aku menjawab, Gabe memeluk pinggangku dengan sebelah tangannya. “ … kemana aja?” Seorang wanita berlari. Satu hal yang aku yakin, wanita itu adalah mempelai di acara pernikahan ini. Wanita itu terlihat menangis dan berhamburan ke dalam pelukan Gabe. Disaat yang sama, Gabe melepaskan pelukannya padaku dan membalas pelukan wanita itu. Siapa dia? Aku berusaha untuk menjaga bibirku agar tak sembarangan bertanya. Namun, pria itu adalah suamiku. Apa boleh aku membiarkannya memeluk wanita lain begitu saja? Aku memberanikan diri untuk menarik pelan ujung jas yang Gabe kenakan. Namun suamiku itu malah terlihat seperti marah dan keberatan. Ia menoleh sedikit ke arahku dengan tatapan tajam. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD