1. Sampai Jumpa Lagi

2358 Words
-New York-     Hari sudah menunjukkan pukul satu pagi. Lampu dari setiap rumah mulai dipadamkan. Kini hanya tinggal lampu jalan yang menyala terang. Hampir semua keluarga di perumahan itu sudah terlelap tapi hanya ada satu gadis yang masih terjaga. Ia masih asyik bercengkrama dengan seorang pria melalui sambungan videonya sejak tiga puluh menit yang lalu.     “Kau sudah mengantuk. Tidurlah karena besok kau harus bangun pagi bukan?” kata pria itu dengan penuh perhatian. Ia memperhatikan wanita berambut panjang, bermata biru di hadapannya itu sudah menguap beberapa kali, matanya mulai memerah dan hidungnya terlihat sudah berair. Ia pasti sudah dilanda rasa kantuk yang akut. Tapi wanita itu tersenyum dan menggeleng.     “Tidak. Tidak mau. Aku masih ingin mendengar cerita keseharianmu lagi.” Wanita itu memaksa. Pria tampan itu tersenyum. Pria itu memang jarang sekali membuka dirinya di hadapan seorang wanita. Dan, wanita di balik layarnya ini adalah yang pertama.     “Tidak ada yang bisa kuceritakan lagi. Semua keseharianku sepertinya selalu sama dan aku sudah menceritakan semuanya padamu setiap hari. Kau mungkin juga sudah sering mendengarkan hal yang sama. Lagipula di sini sudah pukul 7 pagi dan aku harus bersiap masuk ke kelas pagiku. Tapi bagaimana denganmu? Bukankah di sana masih pukul… satu malam?” kata pria itu dengan melirik G-Shock hitamnya sejenak.     Wanita itu menggeleng pelan.     “Aku masih ingin melihatmu lagi karena begitu fajar menjemput kita akan sulit untuk berbicara seperti ini. Aku akan sangat sibuk dengan produk baru kami dan kau akan memulai tesismu. Lagipula sepertinya hari ini hari terakhir kita bisa melakukan video call seperti ini.” Kata-kata wanita itu mulai menyendu seolah ada rasa sedih dalam hatinya.     “Angelica, istirahatlah. Aku tidak ingin kau sakit hanya karena menghubungiku. Bagaimana bisa seorang dokter membiarkan seseorang sakit hanya karena tidak menghentikannya melakukan video call?”     “Lalu bagaimana dengan obat hatiku yang merindukanmu?” Angelica mulai melantur sepertinya. Nico terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.     “Mengapa kau tertawa, Dr Cool?” kali ini Angelica berusaha mengingatkan Nico tapi dengan nada yang dimanja-manjakan. Nico terbahak kali ini melihat mimik wajah Angelica. Sekilas wajah Angelica merengut tapi seketika tertawa. Mengiringi tawa Nico yang renyah.     “Sudah… sudah… kau harus istirahat. Jaga dirimu, okay?” Angelica mengangguk.     “Baiklah… baiklah. Kau juga yang semangat ya.”     Nico mengangguk, mengiyakan ucapan Angelica.     Dan, kata-kata itu rupanya menjadi kalimat terakhir Angelica sebelum akhirnya memejamkan matanya dan langsung berangkat ke alam mimpi. Sementara di sudut lain pria itu tersenyum penuh bahagia sambil menghela nafas panjang.     “Ini akan jadi enam bulan yang berat,” ucapnya lalu merapikan buku-buku tebalnya dan menarik tasnya lalu keluar dari kamarnya. ***     TRRIIIIINGGGGG!!!     Alarm yang entah sudah keberapa kalinya berbunyi di dekat telinga gadis yang sekarang masih memeluk guling dengan posisi tengkurap di atas ranjang empuknya. Ia hanya mengangkat kepalanya sebentar lalu mematikan alarm ponselnya lagi dan dengan mata tertutup ia kembali membenamkan kepalanya ke atas bantal.     TOK… TOK… TOK…     “Angelica! Angelica… Apakah kau sudah bangun?” suara seorang pria dari balik pintu berusaha membangunkan Angelica. Namun seolah matanya terkena lem, Angelica tidak mampu membuka matanya. Ketukan dan seruan itu sudah tiga kali diucapkan tapi lagi-lagi taka da jawaban dari Angelica.     Pria berusia awal tiga puluhan dengan rambut kecoklatan yang dimodel side fringe undercut, alis tebal, mata coklat terang, garis rahang yang tegas serta mata besar yang tajam di balik setelan jas hitamnya, mengetuk beberapa kali. Menunggu gadis itu membukakan pintu untuknya. Mereka memiliki tugas penting hari ini dan ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.     “Hei, aku akan masuk.” Pria itu memutar kenop pintu yang tidak pernah terkunci karena Angelica memang punya kebiasaan buruk tidak pernah mengunci pintu kamarnya akibat trauma pernah terkunci dari dalam.     Begitu masuk lantai kamar itu penuh dengan gambar-gambar sketsa wajah berterbangan. Wajah seorang pria dengan berbagai posenya dan dibubuhi tulisan Dr Cool di bagian bawah sebelah kanan dan tanda khusus Angelica.     Pria itu mengambil lembaran-lembaran gambar yang tercecer dan menyatukannya satu per satu lalu menyusunnya dengan rapi di atas meja kerja Angelica. Ia menghela nafasnya berat begitu menapak area ranjang Angelica. Kakinya perlahan mulai mendekat ke arah Angelica tertidur. Ia mendekatkan kepalanya ke telinga Angelica.     “Nona pemalas… waktunya bangun,” ucapnya pelan. Tapi hanya ada geraman dari bibir Angelica yang ia dapat sebagai jawabannya. Pria itu menghela nafasnya lalu mengulang hal yang sama dan lagi-lagi hasilnya sama. Bahkan Angelica sekarang menutup telinganya dengan bantal.     “Baiklah, apa boleh buat.” Pria itu menarik selimut tebal Angelica kemudian dengan suara lantang ia berseru.     “OH, DOCTOR COOL MENELEPON!” Teriakannya sukses membuat mata Angelica terbuka lalu bergegas mengambil ponselnya dan duduk di atas ranjangnya. Menyadari itu hanyalah tipuan, Angelica memandang sinis pada Caleb Steele, asisten setianya.     “CALEEBBBB!!!!”     Caleb hanya tersenyum lalu menarik selimut Angelica hingga ke bagian kakinya.     “Mengapa setiap kali ada yang menyebutkan Dr Cool, kau selalu terlihat terkejut? Apakah orang itu seseorang yang spesial bagimu?” selidik Caleb.     Raut wajah Angelica masih menunjukkan dirinya sangat mengantuk pagi ini. Ia baru tidur pukul 2 pagi tadi karena setelah melakukan sambungan video, Angelica melukis sketsa wajah Nico. Ia tidak ingin melupakan wajah pria yang mengisi hatinya itu. Dan selama enam bulan ke depan ia tidak akan melihat wajah pria idamannya itu lagi.     “Aku baru tidur jam 2 pagi. Dan mengapa kau tidak memberikan toleransi agar aku tidur lebih lama lagi?” ucap Angelica sambil mengambil gelas s**u dari tangan Caleb dan meneguknya hingga tandas.     “Kau kan sudah tahu kalau Daddy-mu tidak akan mentoleransi penambahan waktu. Harusnya kau bisa mengatur diri dengan baik. Jika memang harus bangun pagi, maka kau harus tidur lebih awal bukan?”     “Sudah, jangan cerewet! Sekarang sebutkan saja agendaku pagi ini,” titah Angelica sambil sekarang mengunyah roti panggang yang sudah disiapkan pelayan saat ia sedang tertidur tadi.     “Tidak ada.”     UHUKK… UHUKKK… Angelica tersedak dan Caleb bergegas mengambilkan segelas air putih dari atas nampan di meja samping ranjang lalu memberikannya pada Angelica.     “Tidak ada agenda hari ini dan kau membangunkanku sepagi ini? Oh, come on Caleb! Kau gila!” maki Angelica. Caleb langsung tersenyum setelah puas menggoda Nona yang satu ini.     “Agendamu hanya 1. Menemani Daddy-mu untuk peluncuran produk baru.” ***     Mobil mereka sudah sampai di depan pintu masuk Cybertech. Area Cybertech sangat luas mungkin jika dibandingkan setara dengan bandara internasional terbesar di dunia. Lahan Cybertech adalah yang terluas di New York dengan seluruh areanya ditutup sebuah kubah yang terbuat dari panel surya dengan warna transparan sebagai sumber energi bagi perusahaan itu. Di tengah area itu terdapat lima buah bangunan. Bangunan yang paling tinggi adalah kantor utama Cybertech, tempat segala urusan bisnis dijalankan.     Dua bangunan lagi di sisi kanan gedung yang menjulang itu adalah pusat riset dan juga Institut Teknologi milik Cybertech. Para pemuda berbakat dari seluruh dunia dan memiliki ketertarikan di bidang teknologi yang menjadi siswanya. Mereka dimentori langsung oleh para pakar dan professor di bidangnya.     Di belakang gedung riset terdapat sebuah bangunan mirip hangar sebuah pesawat. Bangunan itu adalah lokasi produksi seluruh produk Cybertech. Setiap inovasi dari para mahasiswa yang terpilih setiap tahunnya akan diproduksi dan dijual secara massal. Dan di sinilah lokasi produksinya.     Dua bangunan lagi di sisi kiri kantor utama adalah fasilitas khusus karyawan. Yang pertama adalah pusat olahraga dan mess mahasiswa serta staff. Segala lapangan olahraga, Gym, kolam renang dan area olahraga lain ada di sana. Sementara bangunan yang satu lagi adalah mess untuk para karyawan yang dilengkap dengan fasilitas hiburan seperti area bioskop dan area permainan. Oh, jangan lupakan ada beberapa toko pakaian serta toko kebutuhan sehari-hari di dalamnya.     Bekerja di industri teknologi jelas menguras tenaga dan pikiran. Oleh karena itu Greg sengaja membangun fasilitas-fasilitas pendukung yang bisa memacu kreativitas dan produktivitas para karyawannya. Para karyawan pun tidak diikat dengan jam kerja yang pasti kecuali bagian administrasi. Kapanpun mereka ingin menyelesaikan pekerjaannya, gedung kantor mereka selalu siap 24 jam dan tidak pernah berhenti beraktivitas. Cybertech juga dikenal sebagai perusahaan yang tidak pernah tidur.     Hampir seluruh area Cybertech dioperasikan dengan teknologi canggih. Untuk transportasi saja, mereka menyediakan mobil listrik khusus mirip dengan mobil golf tapi tanpa roda. Mobil itu dijalankan dengan gelombang elektromagnetik dan menjadi mobil termutakhir yang pertama di dunia. Setiap ruangan hanya bisa dimasuki dengan akses khusus berupa pemindai retina dan pemindai sidik jari.     Di setiap gedung terdapat robot-robot yang membantu kinerja mereka. Misalnya saja di area cafetaria, pelayan cafetaria adalah robot yang dibuat khusus untuk melayani pelanggan serta memasak dan menyajikan makanan. Belum lagi di area lain seperti laboratorium dan pabrik, seluruh pengerjaan pembuatan produk dilakukan oleh teknologi yang mutakhir.     Seluruh area Cybertech juga dilindungi dengan sistem keamanan tingkat tinggi. Siapapun yang bermaksud untuk mencuri atau melakukan tindak criminal pada Cybertech akan langsung terdeteksi dalam hitungan detik. Dan dalam hitungan kurang dari satu menit, seluruh penjaga keamanan Cybertech dapat membekuk pelakunya dengan mudah.     Setiap orang yang belum pernah mengenal Cybertech pasti akan terkesima dengan kecanggihan di dalamnya. Kini mobil yang Caleb dan Angelica tumpangi sudah sampai di area parkir khusus milik Cybertech. Caleb menempatkan mobil ke dalam sebuah lift khusus mobil lalu membawa Angelica keluar. Begitu keluar dari mobil ia hanya perlu melakukan scan sidik jari dan menekan tombol layar sentuh di panel yang terdapat di sisi lift, maka mobil itu langsung terangkat ke atas lahan parkir dan diparkirkan secara otomatis di slot parkir atas nama mereka.     Caleb mengajak Angelica untuk berjalan ke arah laboratorium karena hari ini pertemuan itu akan diadakan di sana.     Penjaga gerbang membuka pintu kaca itu dan membukakan jalan bagi Angelica. Angelica berjalan dengan anggun dan mengangguk pada semua orang yang menyapanya. Ia harus tampil seelegan mungkin mengingat ia adalah pewaris Cybertech yang terkenal itu. Kedua orang itu masuk ke dalam sebuah lift. Angelica melakukan scan pada sidik jarinya lalu menekan angka 7 pada papan tombol lift. Seketika lift tidak bergerak ke atas, tapi ke bawah tanah.     Pintu lift pun terbuka. Mereka berdua keluar dari lift menyusuri sebuah lorong dengan dinding yang terbuat dari baja tebal berlapis. Di sisi kanan dinding terdapat beberapa lampu memanjang untuk menerangi langkah mereka. Mereka melangkah hingga tiba di sebuah ruangan dengan pintu raksasa yang terbuat dari kaca. Ada banyak orang sudah ada di dalam sana.     Angelica menghela nafasnya lalu melakukan scan telapak tangannya pada panel yang ada di sisi kanan pintu.     “Selamat datang, Miss Angelica Roberts!”     Pintu pun terbuka.     Seorang pria berusia enam puluh tahun yang terlihat bugar itu berdiri menghadap anak tangga menuju panggung. Rambut putihnya yang cukup panjang untuk ukuran pria dikuncir kecil di bagian belakang. Dalam setelan jas abu-abu miliknya, pria itu terlihat makin misterius. Entah mengapa semua orang yang berada di dekatnya dapat merasakan aura mencekam sekaligus karisma yang berbeda dari pria itu.     Jika berada di dekat pria itu, semua orang seperti terbius untuk tunduk dan taat pada perintahnya. Pria itu menengok ke arah datangnya Angelica. Ia menghentikan aktivitas menyapa tamu undangannya lalu mengulurkan tangan pada Angelica. Angelica tersenyum dan menyambut uluran tangan itu.     “Daddy, maafkan aku terlambat,” bisik Angelica lalu mengecup cepat pipi ayahnya, Gregogy Roberts, pemilik sekaligus pimpinan Cybertech. Pebisnis andal yang mampu mendirikan perusahaan sekuat, sebesar dan sehebat Cybertech.     “Mengapa kau terlambat? Apakah karena objek gambarmu lagi?” tebak Greg dengan setengah berbisik pada Angelica. Angelia hanya tersenyum dan mengangguk pada para undangan yang hadir.     “Daddy sudah katakan untuk tidak memikirkan pria itu lagi. Cinta itu hanyalah sebuah perasaan bodoh yang hanya akan meracuni semua logika kita. Buang rasa itu jauh-jauh jika kau tidak mau kucoret dari daftar warisan. Memikirkan cinta hanya akan memperlambatmu,” ucap Greg dengan penuh penekanan.     Angelica menyambut ucapan ayahnya dengan mencebikkan bibirnya. Hatinya terasa begitu sakit saat mendengar larangan itu dari mulut ayahnya. Ia sebal. Tapi ia sudah terbiasa. Greg memang orang yang pedas dalam berkata-kata. Ia tidak perlu memikirkan perasaan orang lain karena baginya yang terpenting orang itu menyelesaikan tanggung jawabnya di hadapan Greg. Tidak peduli setelahnya ia akan dicaci maki atau bahkan diludahi, yang penting Greg mencapai tujuannya.     Gregory Roberts adalah seorang pengusaha sekaligus pemilik dan pendiri Cybertech. Perusahaan teknologi terbesar dan terbaik di dunia. Produk Cybertech sudah dikenal dan digunakan oleh dunia, khususnya dalam hal militer dan kesehatan. Salah satu yang cukup menggemparkan adalah jantung buatan. Selama ini organ paling vital dalam tubuh manusia itu tidak pernah bisa digantikan oleh apapun karena terlalu rumit dan sulit untuk menggantikan perannya.     Namun berkat kecanggihan dan kehebatan para peneliti yang Cybertech miliki, alat secanggih itu akhirnya berhasil ditemukan. Bahkan mereka sendiri membuat alat khusus untuk melakukan penggantian jantung itu.     Belum lagi di dunia militer, nama Cybertech selalu menjadi pilihan pertama untuk pembuatan senjata mutakhir. Sebut saja drone pengebom atau drone yang bisa mengintai seluruh wilayah kekuasaan sebuah daerah. Belum lagi teknologi canggih yang mampu mendeteksi identitas seseorang hanya dengan melakukan pemindaian jarak jauh yang sudah dikenal membantu menangkap para teroris di dunia.     Gregory Roberts dikenal sebagai sosok ambisius, otoriter, berhati dingin, namun jenius dan berkarisma. Tangan dingin dan kemampuan berbisnisnya sudah dikenal dunia. Bahkan sekarang kekayaannya menempati jajaran tiga besar orang terkaya di dunia. Setiap orang yang berada di dekat Gregory Roberts pasti akan merasakan aura mencekam dan membuat mereka mau tidak mau akan terbius dan hanya mampu menuruti apa kata Gregory.         Satu-satunya keluarga yang ia miliki hanyalah Angelica setelah bercerai dari istrinya, Margareth Chen. Seniman wanita keturunan Cina sekaligus penerus galeri seni terbesar di Hongkong yang menjadi istrinya selama sepuluh tahun. Namun keduanya tak pernah saling mencintai. Pernikahan mereka terjadi hanya karena sebuah kesepakatan bisnis antara Greg dan ayah Margareth yang bisnisnya hampir kolaps. Investasi besar dari Greg serta perombakan total galeri seni dibutuhkan saat itu. Dan, Greg memenuhi semuanya.     Tapi Margareth tidak mampu bertahan lebih lama lagi dengan Greg karena ia tidak bahagia. Keduanya pun memutuskan untuk bercerai dan hak asuh Angelica dimenangkan oleh Greg.     Greg bertekad untuk membuat gadis itu siap menjadi penerus satu-satunya. Itu sebabnya ia mendidik Angelica dengan keras bahkan dengan menggunakan paksaan. Angelica harus belajar tentang manajemen bisnis dan teknologi. Greg memaksa Angelica untuk melepas semua minatnya dalam hal seni. Ia yang mengambil alih hidup Angelica sepenuhnya termasuk dengan siapa Angelica akan menikah.     Sayangnya Angelica tidak pernah tertarik dengan perjodohan itu, karena hatinya seutuhnya milik seorang Nicolas Johnson. *** A/N: Komennya donk… sejauh ini apa ekspektasi kalian sama cerita ini? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD